Kamis, 20 November 2008

Kemenangan Obama dan Pilpres 2009

Oleh : Prayitno Ramelan - 7 November 2008 -
Sumber : Kompasiana.Com - Dibaca 187 Kali -

KITA percaya bahwa terpilihnya Obama menjadi Presiden Amerika Serikat bukan hanya hasil para kerja tim suksesnya, bukan pula hanya keputusan rakyat AS yang memilihnya, dan bukan juga hanya dukungan moral masyarakat dunia saja. Jelas sebagai umat yang beragama kita percaya bahwa inilah keputusan Tuhan Yang Maha Esa, disaat manusia dimuka bumi sedang dilanda krisis global yang sumbernya dari AS, Obama-lah yang menjadi Presiden. Manusia berusaha, Tuhan yang memutuskan.

Sejak awal, sebenarnya kaum elit dan bahkan mayoritas rakyat Amerika-pun tidak yakin, benarkah Obama muda akan dipercaya, menang dan menjadi presiden Amerika. AS adalah sebuah Negara yang sangat hebat, besar pengaruhnya dunia, banyak melakukan tindakan yang mengharu birukan pelosok dunia dengan kepentingannya.

Obama memang khusus, menjadi Presiden AS ke-44 dengan umurnya yg 47 tahun, dia termasuk urutan kelima presiden yang termuda di AS. Obama putra seorang imigran, blaster antara kulit hitam Kenya dan kulit putih AS, penampilannya lebih menujukkan dia adalah presiden yang berasal dari kelompok minoritas kulit hitam.

Obama tidak hanya menang sebagai presiden, dia mampu merombak peta politik didalam negerinya. Mampu menarik simpati pendukung kalangan perempuan, keturunan latin, mayoritas warga berkulit hitam dan para pemilih berusia 30 tahun kebawah. Dengan bekal pendidikan di Harvard University dengan tekad dan kepercayaan diri yang tinggi maka jalan yang sangat berat telah dilaluinya.

Kenapa Obama menang? Kunci kemenangannya adalah karena sosok penampilannya dengan rambut pendek gaya masa kini, pemikiran dan pandangannya yang mampu membius rakyat Amerika yang sedang goncang menghadapi krisis keuangan. Krisis yang meledak pada bulan September merupakan titik balik kekuatan Obama melawan pesaingnya John McCain. “Change we Need” adalah kalimat kunci Obama yang mendobrak tradisi bangsa Amerika yang diskriminatif, fanatis, sering semaunya sendiri. Walaupun bangsa AS tetap memiliki kebanggaan, rasa percaya diri sebagai bangsa yang terhebat didunia, kini munculnya Obama menunjukkan adanya suatu pergeseran kepentingan dibenak mereka.

Obama adalah sosok yang tepat waktu, tepat penampilan, tepat dibutuhkan oleh masyarakat pemilih (”the right man on the right time”). Walau banyak pemilih belum mengetahui bagaimana pola kepemimpinannya, ada suatu kekuatan yang dimilikinya yaitu janji yang akan menciptakan dunia yang sejuk, damai dan harmonis dengan pendekatan dialog dengan mengutamakan saling menghormati dan menghargai. Kini, tugas terpenting rakyat Amerika adalah bagaimana melindungi presidennya. Sejarah menunjukkan bahwa AS pernah kecolongan, Presiden JF Kennedy terbunuh, Presiden Ronald Reagan pun ditembak, WTC runtuh. Ini menunjukkan bahwa masih terdapat kerawanan dalam sistem pertahanan dan pengamanan VIP. Inilah tugas berat dan sangat penting dari “presidential security” serta badan-badan intelijen AS lainnya.

Apakah kemenangan Obama akan membawa pengaruh dalam Pilpres 2009? Jelas pengaruh dari akibat demam Obama itu ada. Sistem demokrasi yang diperagakan AS dalam pilpres di AS menunjukkan seribut dan sekeras apapun saat kampanye, seperti ungkapan rasis, tuduhan radikal dan berisiko tinggi terhadap Obama, itu hanya diungkapkan saat kampanye. Begitu Obama memenangkan pemilihan, mereka yang bukan pendukung Obama menerima kekalahan dengan sportif. Pemilihan terlaksana dengan damai dan aman, setelah selesai tidak ada protes ataupun keberatan, tidak ada tuduhan macam-macam. Inilah contoh pilpres dinegara demokrasi yang mapan. Kini pimpinan nasional telah terpilih, rakyat Amerika akan bersatu padu menyongsong hari depannya dengan memberikan kepercayaan penuh pada Obama. Apakah kita dapat meniru seperti ini?

Politisi dan para calon presiden dan wakil presiden di Indonesia pasti terinspirasi dengan yang apa terjadi di AS. Pilpres adalah persaingan kepercayaan. Penerapan strategi pemenangan haruslah tepat sasaran, apa kebutuhan masyarakat kita. Kunci Obama adalah krisis ekonomi, kira-kira di Indonesia pada 2009 kira-kira akan sama yaitu ekonomi kerakyatan. Umumnya topik yang popular adalah “perubahan”. Kalau mau menang maka kompetitor SBY harus menyuarakan perubahan apa yang dibutuhkan masyarakat dan bangsa ini. Sementara SBY sebagai incumbent akan mempertahankan bahwa apa yang sudah dilakukannya selama empat tahun lebih adalah jalan yang benar dan tepat.

Penampilan Obama yang muda diperkirakan juga ada pengaruhnya. Merangsang para capres muda yang bersemangat. Dinegara kita kadang banyak yang lupa, atau tidak mau tahu. Obama walau muda telah melalui suatu proses panjang dalam kariernya hingga dia menjadi presiden. Kita lihat bertapa beratnya saat terakhir Obama bersaing melawan Hillary Clinton. Demikian juga seharusnya di Indonesia, mereka yang ingin jadi Presiden sebaiknya mengikuti aturan dan tata cara pilpres. Bagaimana seorang calon akan maju kalau tidak didukung sebuah partai atau koalisi partai. Apakah proses yang dilaluinya sudah fokus menuju kearah perebutan kursi RI-1 ?. Kiranya perlu diukur lagi.

Seorang calon yang akan maju tidak cukup hanya dengan membuat pernyataan dan keberanian saja, berupayalah agar menjadi calon tunggal partainya, kalau tidak punya ya buat partai, inilah realita dalam berpolitik. Dengan syarat pengajuan pilpres 20 persen kursi parleman atau 25 persen suara syah, maka upaya koalisi sebaiknya jauh hari dijajaki. Kecuali bagi partai-partai papan atas yang sudah meyakini akan medapat suara yang memenuhi syarat, koalisinya dapat menunggu hingga pemilu legislatif.

“Concept Awareness” seperti yang juga dilontarkan Obama dipandang perlu disosialisasikan lebih awal, apa kira-kira konsepnya kalau yang bersangkutan menang dan akan memimpin bangsa ini. Tanpa pengajuan konsep, masyarakat tidak akan tahu dan juga tidak akan percaya akan dibawa kemana mereka dan juga negara ini. Semoga bermanfaat.PRAYITNO RAMELAN, blogger, pengamat intelijen

[b]3 tanggapan untuk “Kemenangan Obama dan Pilpres 2009” [/b]

Rachman,
— 7 November 2008 jam 8:57 pm
hari - hari pertama obama menjadi presiden AS pastilah tidak mudah karena terlalu besarnya ekspetasi yang masyarakat AS yang memilihnya……..perubahan apa yang paling didahulukan oleh seorang obama…? dan seberapa lama kah ? waktu yang diberikan masyarakat AS terhadap perubahan2 yang diharapkan….karena sepertinya masyarakat amerika ingin sesegera mungkin.

esa,
— 8 November 2008 jam 6:04 am
“Begitu Obama memenangkan pemilihan, mereka yang bukan pendukung Obama menerima kekalahan dengan sportif. Pemilihan terlaksana dengan damai dan aman, setelah selesai tidak ada protes ataupun keberatan, tidak ada tuduhan macam-macam. Inilah contoh pilpres dinegara demokrasi yang mapan. Kini pimpinan nasional telah terpilih, rakyat Amerika akan bersatu padu menyongsong hari depannya dengan memberikan kepercayaan penuh pada Obama”
Itulah gambaran negara yang mengemban suatu ideologi (dalam hal ini AS mengemban ideologi kapitalisme). apapun perbedaan akan dikesampingkan untuk sementara waktu demi kepentingan ideologi. Sayangnya ideologi yang diemban adalah ideologi buatan manusia yang rapuh dan rusak. Walaun samapai hari ini masih kelihatan “magrong-magrong” (jaya) tapi sebenarnya tinggal tunggu waktu menuju kehancuran!

prayitno ramelan,
— 8 November 2008 jam 9:12 am
Terima kasih Mas Rahman dan Mbak/Mas Esa, inilah suatu pembelajaran demokrasi dari sebuah negara maju, walaupun demokrasi banyak disepakati banyak negara didunia,termasuk Indonesia, tetapi perlu kita ingat mereka sudah lebih 350 tahun merdeka, kita?Baru 63 tahun. Jelas AS telah lama dan banyak belajar dalam menentukan sistem yeng harus mereka ambil. Ini bukan berarti kita harus mengekor kepada AS, tapi ada hal yang sangat penting dari pilpres tersebut, semuanya berjalan damai, sedangkan di AS demikian banyak penduduk yang memiliki senjata api. Bayangkan kalau mental dan sikap konstituennya seperti dinegara kita.Hancur lebur.

Saya jujur agak khawatir nanti pada pilpres 2009, besarnya potensi konflik dinegara kita cukup mengkhawatirkan. Dalam beberapa kasus pilkada saja banyak yang ribut dan bertindak anarkis. Untk Mas Rahman, saya kira Obama langkah pertamanya akan mengkonsentrasikan pembenahan perekonomian, setelah itu sesuai janjinya dia akan memperbaiki harga diri bangsanya. Membawa AS lebih banyak berdialog tidak main serbu.

Sebagai yg dikatakan Presiden SBY saat memberi selamat kepada Obama, beliau meyakini bisa meningkatkan kerjasama yang konstruktif dan adil dalam hubungan bilateral AS-Indonesia, karena keduanya adalah negara demokrasi yang besar.

Terakhir, kita percaya bahwa krisis keuangan di AS dan dunia adalah juga ujian dan peringatan kepada manusia, sehebat apapun dia kalau Tuhan menghendaki ya terjadilah…

TNI AU dan Penerbangan Sipil

Oleh : Prayitno Ramelan- 6 November 2008 -
Sumber : Kompasiana.Com -Dibaca 232 Kali -

ANDA mau ke Yogya, ke Singapore, ke Sydney, mau ketemu His Excellency President Obama nun jauh disana, tidak ada pilihan lain, jalan tercepatnya adalah naik pesawat terbang. Pesawat terbang adalah moda transportasi yang jauh lebih unggul dibandingkan transportasi darat dan laut.

Kini ada pesawat Airbus A-380 yang sungguh besar dan nikmat, semakin banyak uang kita semakin nikmat kita melakukan penerbangan. Sedikit cerita ; kalau naik pesawat itu ada tiga kelas, first class disebut “honey class”, dilayani bak raja, pramugarinya senior, pakai kain panjang, pokoknya ok sekali, semanis madu disini. Business class adalah “money class”, ini kelas dibawahnya, artinya kalau punya uang lebih ya naik kelas ini, gengsi sudah cukuplah. Nah yang paling bawah economic class, kelas ini disebut “monkey class”, sempit, kaki agak susah diluruskan, dalam perjalanan jauh yah harus siap tertekuk seperti monkey kalau “bobok”!

Tapi yang kita bahas bukan itu, ada hal lain yang perlu kita ketahui bersama dan bahkan sering tidak disadari. Begitu kita duduk didalam pesawat, pesawat rolling, dan airborne, sadarkah kita bahwa kita sebenarnya sedang melawan “kodrat”? Manusia ini tidak diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dapat terbang, hanya menginjak bumi saja.

Manusia dapat terbang berkat upaya Wright Bersaudara di Kitty Hawk North Carolina Amerika Serikat yang berhasil menerbangkan sebuah pesawat terbang bermesin. Sejak itu pesawat dipakai baik untuk keperluan transportasi ataupun angkutan manusia. Bisnis penerbangan menjadi bisnis yang menjanjikan dan menarik minat banyak pengusaha.

Dalam beberapa tahun terahir di Indonesia muncul beberapa operator penerbangan yang berlomba-lomba mencoba mengais keuntungan dari demam terbang. Masyarakat yang tadinya hanya menggunakan sarana transportasi darat bus dan kereta api, serta kapal laut kemudian mulai merasakan manfaat jasa transportasi penerbangan. Pada awalnya operator menekan harga ongkos angkut, merangsang mereka yang akan bepergian, diterapkannya low cost, harga bersaing dengan kereta api.

Para pebisnis penerbangan hanya terfokus pada persaingan perebutan penumpang, kadang kurang mengindahkan aturan keamanan dan keselamatan penerbangan. Sebagai akibatnya dalam beberapa tahun terahir kemudian terjadilah kecelakaan demi kecelakaan yang apabila diteliti lebih lanjut merupakan sesuatu hal yang sebenarnya dapat dihindarkan, paling tidak dapat di minimalisir.

Karena pesawat buatan manusia, maka semua persyaratan terbang yang sudah ditetapkan oleh pembuat pesawat haruslah ditaati dengan ketat. Kesalahan sekecil apapun dalam dunia penerbangan tidak dapat ditolerir. Menurut pakar penerbangan Pak Chappy Hakim, mengurus masalah penerbangan tidak dapat biasa-biasa saja.

Indonesia memiliki TNI Angkatan Udara, yang juga merupakan operator. Organisasi Angkatan Udara dibuat demikian telitinya, agar tercapai apa yang disebut zero accident. TNI AU sebagai operator penerbangan militer dilengkapi dengan badan-badan yang tugasnya menjaga, mengamankan dan menyelamatkan agar penerbang dan pesawat terbangnya dapat melaksanakan mission yang pada ujungnya adalah menjaga kedaulatan negara diudara. TNI AU menerapkan road map to zero accident yang meliputi keselamatan ditiap satuan operasional, go and no go item pada alutsista , peningkatan kualitas sumber daya manusia, perampingan tipe pesawat dan accident investigation. Selain itu juga dilakukan outsourcing berupa studi banding dengan Singapore Air Force dan Australian Air Force (keduanya dapat mencapai zero accident setelah 15 dan 20 tahun).

Angkatan Udara sangat disiplin dalam membina baik personil, materiil dan kegiatan penerbangan. Semua kegiatan manajemen diarahkan agar pesawat dan personilnya selalu siap dan mampu untuk melaksanakan tugas yang dipikulkan dipundaknya.
Dibandingkan dengan operator penerbangan sipil, tugas organisasi Angkatan Udara jauh lebih complicated. Peran tempur disamping angkut memerlukan pengorganisasian khusus, berkait dengan kesiapan pesawat, kemampuan penerbang dalam bermanuver, menembak, dog fight dan melawan “G”(grafitasi).

Walaupun sudah dilakukan segala usaha, TNI AU masih harus menghadapi beberapa kasus kecelakaan pesawat.Sementara ini kesimpulannya human error 70%, faktor teknis 20% dan media 10%. Dalam setiap kasus kecelakaan pesawat, kalau dahulu TNI AU hanya mengkaji faktor man, material and media, kini diperluas dengan mission dan management. Dimaksudkan agar pengkajian menjadi lebih luas dan komprehensif.

Nah, bagaimana dengan penerbangan sipil di Indonesia? Dalam setahun terakhir saja terjadi beberapa kecelakaan yang dinilai sangat mengkhawatirkan. Berakibat pesawat berbendera Indonesia di banned oleh Uni Eropa. Beberapa kecelakaan terjadi disimpulkan karena kemampuan manusia dalam mengatasi keadaan emergency sangat rendah, menyebabkan pesawat keluar landasan, tersasar dan bahkan masuk laut. Orang awampun mudah menilai pada beberapa kasus kecelakaan sangat terkait dengan awak pesawat.

Selain itu, ada lagi hal lain yang sangat penting diperhatikan yaitu aspekmaintenance/perawatan pesawat. Beberapa waktu terakhir ini kita dikejutkan dengan berita ada pesawat yang main wheel-nya lepas, ban kempes, ada bagian pesawat yang jatuh. Ini semua menyangkut masalah perawatan pesawat.

Dalam merawat sebuah pesawat, dibutuhkan suatu manajemen logistik yang khusus dan teliti, spekulasi biasa terjadi diwilayah ini. Kebutuhan suku cadang yang sangat mendesak kadang menurunkan faktor safety. Bisnis penerbangan adalah bisnis mengejar target, terpenuhinya kesiapan pesawat. Banyaknya rute yang tidak sebanding dengan jumlah pesawat adalah kerawanan tersendiri. Apabila target tidak terpenuhi maka akan terjadi rangkaian delay dimana-mana, jelas akan mengundang “gerutuan”.

Disadari pembenahan masalah penerbangan bukan hanya dua faktor itu saja, masih banyak faktor lainnya yang saling terkait. Tapi paling tidak faktor manusia (awak pesawat) dan maintenance pesawat harus mendapatkan porsi pengawasan yang lebih ketat tanpa kompromi. Dengan menunda dan bila terjadi down grade kedua hal tersebut, maka baik crew maupun penumpang pesawat harus siap-siap bertemu dengan kodratnya. PRAYITNO RAMELAN, blogger, pengamat intelijen

[b]3 tanggapan untuk “TNI AU dan Penerbangan Sipil” [/b]

yulyanto,
— 6 November 2008 jam 2:26 pm
Waduh, kalau naik Airbus A-380 kayaknya saya cuma mampu dikelas “Monkey” tuh pak!!!….hemmmm….., kira2 berapa yach harga tiket di kelas “Honey”??….
Ga papa dech duduk dikelas “Monkey” tapi kelakuan kayak “Honey”, daripada duduk dikelas “Honey” kelakuannya kayak “Monkey”????…..he….he….he….
BTW, kalo dikelas “Honey” pas ada masalah penerbangan yang mengharuskan pendaratan darurat pasti bisa request mendarat di “Tol-Cikampek” kayak kemarin ya Pak!!!….

prayitno ramelan,
— 6 November 2008 jam 5:57 pm
Yang sudah punya A-380 Singapore (5), Qantas Australia (1), yg memesan Emirates (41) dan Malaysia Airlines. Kalau kita sementara baru menyatakan Terminal 3 Bandara Suta siap menerima pesawat raksasa yg mampu membawa 850 penumpang tersebut. Semoga, suatu saat Yulianto & his wife bisa naik A-380 double size bed, tv 23 inch, private coat closet dan yg jelas ada akses internet, agar dapat terus rajin mengakses Kompasiana….Yg enak naik di Honey class, kelakuan juga kayak “honey”, jadi ber-honey-honey, better than berhoney-monkey. Tapi ingat sehebat apapun itu pswt tetap saja melawan kodrat, makanya jangan lupa banyak2 doa sebelum take off. Tks ya komentnya.

yulyanto,
— 7 November 2008 jam 8:03 am
Insya Allah P’ Pray, Amin….Muantap tuch pa!!….

Surat Kabar, Televisi dan Teroris

Oleh : Prayitno Ramelan - 5 November 2008 -
Sumber : Kompasiana.Com- Dibaca 184 Kali -

BERITA yang bombastis, meledak-ledak, mencengangkan adalah santapan ternikmat bagi beberapa surat kabar dan media elektronik, kecuali Kompasiana (iklan lagi nih!). Karena blogger journalis tidak usah begitu sudah pada terkenal. Bahkan ada stasiun yang menyiarkan pada “prime time”. Berita terkini, sebuah situs gelap menyuarakan akan melakukan pembunuhan dan aksi balas dendam apabila Amrozi cs dihukum mati. Yang paling menyentak, mereka akan membunuh pimpinan nasional Presiden SBY, Wapres Yusuf Kalla serta pejabat pemerintah dan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Ada apa ini? Ini sebenarnya juga termasuk bentuk teror, dengan tujuan menimbulkan rasa takut.

Pembuat surat nekat tersebut jelas bukan orang sembarangan, media yang digunakan sudah cukup canggih yaitu internet. Sementara ini pemilik situs katanya sedang dikejar tapi belum bisa dilacak, bersembunyi dengan menggunakan jasa contactprivacy.com. Jadi bagaimana mensikapi dan menghadapinya?

Pemerintah, pimpinan media massa saya kira sama-sama menyadari bahwa yang sedang dihadapi bangsa Indonesia ini adalah sebuah gerakan terorisme. Yaitu tindak terorisme yang menggunakan cara-cara tidak lazim dan kejam, baik menculik, menembak, membunuh dan mengebom. Mereka tidak main-main dalam menjalankan aksinya. Pernah membuktikan, mampu melakukan serangan bom bunuh diri meluluh lantakkan beberapa kawasan di Bali, menghancurkan hotel JW Marriot, meremukkan bagian depan Kedubes Australia Jakarta dan sekaligus menghancurkan kawasan disekitarnya. Seram memang!

Sebagaimana kita tahu, terorisme di Indonesia kini berkait erat dengan nama tiga serangkai Amrozi, Muklas dan Imam Samudera. “DR Azahari dan Noordin M Top” adalah kisah lama, yang satu tewas, yang satunya menghilang. Kini, perhatian publik tertuju kepada tiga sekawan tadi. Lamanya proses pelaksanaan eksekusi para pelaku itu secara tidak disadari pada akhirnya justru menimbulkan simpati terhadap mereka, yah semua katanya karena proses hukumnya harus seperti itu. Sementara itu media massa hampir setiap hari menyiarkan berita langsung dari Nusakambangan.

Bagaimana kondisi ketiga terpidana mati tersebut, penampilannya yang lengkap dengan sorban, tanpa rasa takut, tetap yakin dan tidak takut mati. Terus berpidato lagi. Kemudian muncul diberitakan keluarganya yang pasrah, anaknya yang masih kecil, keluarganya diwawancarai, rencana mau dikubur dimana, ada yang mau nyumbang kuburan, yah macam-macam berita itu.
Kita yang melihat akhirnya lupa bahwa mereka sebenarnya akan dihukum mati karena hukum di Indonesia memutuskan seperti itu, mereka telah melakukan pelanggaran tindak pidana berat. Tapi kini yang timbul adalah semacam opini, rasa belas kasihan sebagai sesama manusia.

Kenapa sebabnya mereka dihukum seperti itu mulai meredup bahkan dilupakan. Terus maunya apa dan akan kemana media massa kita? Mungkin tidak disadari atau kurang diketahui bahwa berita tentang ulah teroris merupakan sesuatu yang sangat mereka kehendaki. Teroris menghendaki pemberitaan sesaat setelah serangan penghancuran, korban yang berserakan, badan yang terputus, akan menimbulkan rasa takut yang sangat. Setelah itu mereka mengharapkan dukungan, pembenaran tindakannya serta simpati. Jalannya ya melalui pemberitaan tadi. Kalau tidak diberitakan siapa yang peduli bukan.

Sebuah surat kabar menayangkan berita dengan foto yang besar aksi protes di desanya Amrozi Tenggulun, pemrotes menggunakan tutup muka seperti yang biasa digunakan para teroris, terlihat menyeramkan. Sepertinya di Tenggulun banyak teroris atau pendukungnya? Apakah ini bukan justru mengundang pembenaran bahwa dukungan terhadap Amrozi masih besar? Salah-salah nanti jadi pahlawan lagi. Tindakan mereka yang menunjukkan solidaritas sesama warga jelas tidak bisa disalahkan, ini jaman demokrasi, kebebasan bung!. Demo kan boleh saja, pake topeng juga boleh.

Nah, kini kiranya kita bersama perlu kembali memikirkan pengaruh sebuah pemberitaan terhadap masyarakat. Berita bisa menginspirasi, memberi inspirasi atau mempengaruhi. Memang dalam era kebebasan pers apa saja boleh dimuat, tapi tolong berita tentang terorisme ini agak lebih hati-hati dan diperhitungkan. Yang dihadapi adalah orang-orang nekat, fanatis, tidak takut mati. Berita teror syah-syah saja ditayangkan, tetapi tidak perlu didramatisir. Para presenter mungkin akan dinilai hebat apabila bisa menelusuri sampai kerelung hati teroris itu. Tapi apakah itu perlu?

Simpati yang meluas terhadap bomber tadi dinilai tidak baik. Jangan justru diluaskan, secukupnya saja diberitakan. Apakah kita suka kalau dinegara kita terdapat banyak sel teroris? Tolong ya Mas, maksud saya mass media, dihitung lagi pengaruh beritanya, karena sasaran teroris menurut Kapolri sekarang sudah bukan AS lagi, tapi ya publik, masyarakat dan fasilitas publik Indonesia. Mereka mencanangkan sudah menjadi musuh pemerintah dan masyarakat kini. Sudah berani menantang polisi dan aparat keamanan lainnya. Kini, presidenpun sebagai symbol negara diancam akan dibunuh. Nekat kan! Mudah-mudahan pihak polri dapat segera mengantisipasi dan menindak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Sekali lagi perlu diingat “A Terrorist in One Side is a Patriot on The Other”. Maaf Mas, kembali maksud saya mass media, ini hanya sebuah sumbang saran demi kebaikan kita semua, boleh kan?
PRAYITNO RAMELAN, pengamat intelijen
5 November 2008

[b]7 tanggapan untuk “Surat Kabar, Televisi dan Teroris”[/b]

indra bigwanto,
— 6 November 2008 jam 5:35 pm
Akhirnya masalah ini diangkat juga. Terimakasih Pak Prayitno!Saya 100% bersepakat dengan Bapak. Exposure media kita terhadap prosesi ini telah berlebih. Dampak pemberitaanya sudah sangat mengkhawatirkan saya.Minggu lalu, saya malah sampai mengirim sms ke pemred media cetak lokal di kota saya, karena pemuatan berita dan gambar mereka yang hampir memakan ruang 3 halaman surat kabar.Saya bersyukur bahwa Kompas Cetak tidak melakukannya. Mereka memuatnya juga singkat saja, di halaman dalam (kalau tidak salah, halaman 23).Media cetak memang tidak sama dengan televisi. Ketika Empat Mata menayangkan Sumanto memakan binatang (katak?) langsung saja KPI memberhentikan sementara penayangannya.Tapi, KPI pun kelihatannya belum mampu ‘menjamah’ TV One yang siaran beritanya pada minggu ini penuh dengan laporan Amrozi cs. Saya sangat berharap melalui catatan ini, dapat sampai juga ke teman-teman jurnalis TV di sana.Untuk surat kabar, tabloid, adalah ideal, jika kontrol itu dilakukan oleh medianya sendiri.

Lintang,
— 6 November 2008 jam 5:49 pm
Terus terang hari ini hubungan saya dan salah satu adik perempuan jadi bermasalah gara gara bombardir tayangan media massa tentang 3 psychopat yang menggunakan fasilitas siar gratis ini untuk mempengaruhi opini publik tentang hukuman mati mereka.
Saya benar benar terkejut karena pemikiran orang yang saya kenal dekat bisa dipengaruhi lumayan dalam oleh tayangan tayangan TV tentang mereka belakangan ini. Kami berdebat cukup ‘keras” setelah dia menyatakan simpatinya terhadap 3 pembunuh tersebut.
Dalam salah satu argumen-nya, adik saya menyebutkan pengalaman perang yang tidak adil di Afgan membuat mereka menjadi seperti itu. Selain itu menurutnya, keyakinan seseorang bahwa mereka melakukan jihad tidak boleh disalahkan oleh pemerintah dan masih banyak argumen argumen “nyeleneh” lainnya tapi dengan serius disampaikan ke saya yang intinya ketiga orang tersebut hanya melakukan apa yang mereka yakini benar untuk Islam dan dia tidak setuju mereka dieksekusi.
Laporan jurnalistik memang harus dari dua sisi tapi bukankan setiap jurnalis memiliki tanggung jawab sebagai individu terhadap efek dari laporannya. Seharusnya tidak semua hasil laporan ditayangkan meskipun benar dan akurat karena ini hanya akan memunculkan amrozy amrozy baru di kemudian hari.
Saya merasa prihatin karena pembunuh pembunuh haus darah ini jadi dianggap pahlawan oleh orang orang awam hukum dan agama hanya karena laporan laporan jurnalis yang hanya memikirkan keuntungan jangka pendek dari penyiaran laporannya.

prayitno ramelan,
— 6 November 2008 jam 7:13 pm
Tks Mas Indra dan Mas Lintang atas tanggapannya, dari kisahnya, ternyata secara tidak sadar media massa telah mampu membentuk suatu opini pemirsa, solidaritas, fanatisme,belas kasihan. Tidak bisa saya bayangkan perasaan Mas Lintang yg akhirnya harus berdebat keras dgn adik yg dikasihinya ttg seseorang yg sama2 anda tidak kenal dan diketahui siapa dia. Contoh kecil ini menunjukkan bertapa berbahayanya efek dari suatu berita.

Kini bisa kita bayangkan bukan hanya adiknya Mas Lintang saja yg terkondisikan alam pikirannya, pasti ada banyak yang lain juga. Apakah ada yg peduli?. Mas Indra adalah contoh yg peduli…hebat blogger yg satu ini.

Ada hal lain yg kadang kurang disadari para pembuat berita, selain bahaya memberitakan mslh teroris. Menurut saya menyiarkan berita ttg sesuatu yang belum tentu benar adalah fitnah kan?Dan bukankah menyebarkan fitnah juga bagian dari dosa.Sadarkah kita dgn kekeliruan yg dibuat?. Kalau akan tetap berjalan dijalur itu, ya silahkan kan itu hak asasi. Kita hanya bisa memohonkan semoga Allah menyadarkannya.

Maaf saya bukan mengajari para insan yg profesional tersebut, ini kan hanya sekedar siar kebaikan demi diri kita, demi masyarakat dan bangsa ini. Yg kurang dari bangsa ini kini adalah saling mengingatkan dengan cara yg santun. Saling bisa menerima pendapat orang, berfikir positif. Mari kita mulai dari diri kita…setuju kan Mas Indra dan Mas Lintang. Paling tidak sudah lumayan dari 230 juta ada 3 yg berfikir seperti ini…entah apa ada yg lain, mari kita merenung lagi. Salam Pray.

Lintang,
— 10 November 2008 jam 12:44 pm
Terimakasih pak Prayitno, saya sebenarnya sangat menghargai perbedaan pendapat tetapi ketika fakta akhirnya seperti “dibalikkan” oleh beberapa media massa, saya jadi terganggu juga.
Apalagi efeknya langsung mengenai orang dekat saya yang memiliki 3 putra yang masih kecil-kecil. Saya khawatir simpati ibunya ke para pelaku bom (yang seharusnya ke keluarga korban) akan ditularkan ke anak anaknya dan naudzubillah minzalik, akan mempengaruhi pola pikir mereka ke depan.

Tanggapan pak Indra menginspirasi saya untuk melakukan hal yang sama ke beberapa media massa tersebut. Saat ini saya masih mencari dasar hukum dan kode etik jurnalistik agar bisa lebih kuat.Btw, saya bukan laki laki jadi lebih suka dipanggil Lintang aja tanpa “mas”

Prayitno Ramelan,
— 10 November 2008 jam 2:14 pm
Aduh Lintang, saya minta maaf sekali ya…saat itu malam, jadi kok ya terlewat tidak mengecek pembuat komentar, ok so sorry, panggilnya Lintang saja, maklum ini blogger suka pikun. Kelihatannya memang kemarin2 itu media massa pada berebut menyiarkan berita yg begitu2. Kemarin malam kebetulan saya ke pesta Manten dari putri Dubes RI di Cina, nah saat ketemu beberapa pejabat, tokoh2 Islam, beliau2 juga menyayangkan pemberitaan yg vulgar.

Terus sudah ada TV milik pejabat yg katanya ditegur, nah sudah ada yg membalik beritanya. Memang media massa bahayanya bisa membentuk opini, kalau dalam teori intelijen biasa disebut “conditioning”, otak seseorang bisa tercuci, padahal apa yg dia lihat dan dengar melenceng. Itulah alam kebebasan dinegara kita, bebas semau-maunya tanpa mikir efek thd masyarakat. Kalau boleh saran, perbaiki dahulu hubungan Lintang dgn adiknya, biarkan urusan media jadi urusan pemerintah yg mengingatkan.

Kalau orang sudah terpengaruh, maaf ya ini masalah kepercayaan, tidak bisa anda paksakan untuk mengerti. Adiknya sudah teracuni faham pembenaran dari pola berfikir teroris. Bilang saja, sudah deh, untuk apa kita berdebat terus, kan yg jauh lebih penting adalah hubungan kekeluargaan, jangan dikorbankan itu, jangan dikasih pencerahan lagi. Dekati dia dgn kasih sayang yg tulus, kembalikan hubungan seperti semula.

Jangankan Lintang dengan adiknya, ketiga teroris almarhumpun punya perbedaan pendapat dgn para ahli agama, spt Prof Quraisy Syihab, Prof Azumardi Azra dan tetap tidak ada ttk temunya ttg mslh Jihad. Ok deh Lintang, ajak adiknya ke PS,PIM,Senayan City atau nongkrong di mana kesukaan anda berdua, perbaiki secepatnya hubungan itu,adik kakak tdk ada talaknya, jangan ditunda. Udah ya…my 2nd daughter is 34yrs old, sama nih. Salam. Pray.(Maaf Mas Pepih, jadi kayak konsultan nih…gak apa2 ya,kan tujuannya baik).

Junanto Herdiawan,
— 10 November 2008 jam 6:25 pm
Pak Prayit, diskusi ini sungguh menarik. Kegalauan rekan Indra dan rekan Lintang benar sekali, apalagi saat Lintang bercerita tentang permasalahan dengan adiknya. Masalah serupa saya rasakan juga di rumah. Seperti terbentuk dua kubu di rumah saya semenjak menyaksikan pemberitaan. Pendukung teroris, karena simpati pada keluarga dan kepatriotannya. Dan posisi di seberangnya, yang tetap melihat teroris sebagai hal yang membahayakan agama dan kehidupan.

Saya teringat sebuah buku yang ditulis oleh Alan Dershowitz yang judulnya “Why Terrorism Work”, kenapa terorisme dapat berjalan?. Rupa-rupanya, menurut buku itu, kita sendirilah yang membesarkannya. Kita bangun simpati, kita beri ruang bagi mereka berkembang. Di sini, peran media massa sangat besar. Kemampuan media untuk dapat melihat hal ini secara bijak, termasuk dampaknya kepada perilaku, sungguh kita harapkan. Mudah2an hal ini bisa jadi pelajaran bagi kita semua. Tks pak Prayit..

prayitno ramelan,
— 10 November 2008 jam 8:10 pm
Tks Junanto,
Ini yg dikatakan Mantan Kabais TNI yg kebetulan rekan saya satu angkatan (Marsdya TNI Pur. Ian Santoso Perdanakusuma, ” Terorisme memang sebuah fenomena yang sulit dimengerti, bagi kebanyakan orang aksinya sangat mematikan dan tertutup, membawa banyak korban jiwa termasuk orang yg tidak bersalah. Dari beberapa insiden diketahui bahwa seseorang tanpa dasar pendidikan yg cukup dapat melakukan aksi yg spektakuler, termasuk berbagai aksi teroris yg terjadi di Indonesia sendiri.

Sebab itu secara keseluruhan dpt dikatakan, efek teroris memiliki dimensi luas, dan umumnya secara langsung memberikan tekanan pada pemerintah.Perbedaan pandangan tentang apa, siapa, kenapa, dan bagaimana tentang terorisme, adalah wajar, sejauh ini disikapi secara arif dan bijak. Perlu diingat, teror itu merupakan kegiatan intelijen yang dimainkan oleh “dalang” yang tidak atau belum pernah terungkap hingga saat ini”. Jadi itulah, misteri terorisme, yg menjadi tugas berat aparat Kepolisian dan Intelijen untuk menetralisir dan menghilangkannya, tidak bisa hanya dengan kekuatan senjata, tapi dengan cara sistematis “counter”.

Langkah Berani PKS

Oleh : Prayitno Ramelan - 2 November 2008
Sumber : Kompasiana.Com - Dibaca 213 kali.


ANDA mau jadi calon presiden? Bergabunglah ke PKS. Kalimat ini sepertinya iklan dari PKS. Maksudnya begini, kalau mau jadi calon saja maka kesempatan terbesar ada di PKS. Partai Keadilan Sejahtera baru saja mengumumkan delapan kandidat calon presidennya. Sementara parpol lainnya hanya mencalonkan satu, bahkan ada yang belum berani mengumumkan capresnya, menunggu hasil pemilu legislatif katanya. Wah masih lama sekali pak!

Langkah PKS ini dikatakan banyak orang langkah berani, agak nekat, karena PKS baru sekelas partai papan tengah. Tapi ya syah-syah saja, namanya strategi partai. Dari delapan calon tadi terlihat hanya ada beberapa orang yang sudah populer dikalangan masyarakat. Hidayat Nur Wahid misalnya, sudah mulai dikenal, memiliki elektabilitas yang lumayan bagus, Tifatul Sembiring yang sudah jadi presiden sebelum pilpres (maksudnya Presiden PKS) juga mulai terkenal. Tapi yang lainnya? Wah belum tahu itu siapa pak, jawab beberapa rekan yang ditanya penulis.

Terus bagaimana ini PKS? Penulis setelah mengamati delapan calon tadi, melihat ada nama yang menarik perhatian yaitu Prof Irwan Prayitno, Ketua Komisi X DPR, anggota dewan Syuro PKS. Tertarik karena tidak saja ada kaitan dengan penulis, namanya sama yaitu Prayitno. Masih keluarga? Bukan, hanya kebetulan ada kesamaan nama. Irwan Prayitno mengemukakan beberapa hal yang menarik. Dikatakannya bahwa sebenarnya Majelis Syuro bukan memilih capres-cawapres, tapi memilih calon pemimpin nasional. Di PKS, setiap kader harus siap untuk jadi pemimpin, ditingkat lokal maupun nasional, didalam atau diluar partai. Prayitno yang satu ini merasa bangga karena PKS berani mencalonkan kader-kadernya sendiri. Jika nanti masyarakat tidak menerimanya, masalahnya ya lain. Ya jelas begitu menurut penulis.

“Kalaupun dinilai tidak pantas, namun rakyat menghendaki maka bisa jadi pemimpin. Bagi calon yang tidak popular, kalau dikerjakan dengan baik bisa jadi popular katanya”. Ini kalimat bagus, bahwa pilpres kuncinya rakyat, tapi calon harus populer. Program utamanya adalah memajukan pendidikan, negara tidak akan maju kalau rakyatnya tidak pintar. Benar juga ya. Ungkapan Prayitno tersebut menarik dan perlu diwaspadai oleh para kandidat parpol lainnya, karena ini ungkapan dari seorang yang mempunyai gelar kesarjanaan dibidang psikologi, manajemen SDM dan HRD.

Mendekati pemilu dan pilpres 2009, semakin banyak yang berambisi jadi pimpinan nasional. Kebanyakan orang mencalonkan diri sebagai capres karena merasa pantas dan mampu. Belum ada yang mencalonkan diri sebagai cawapres. Mungkin perhitungannya kalau tidak jadi presiden, syukur-syukur terkenal dan ada capres yang memintanya jadi cawapres.

PKS ini partai yang pintar dan cerdik. Pada pemilu 1999 dengan nama Partai Keadilan, lulus electoral threshold pun tidak. Tapi pada pemilu 2004 dengan nama baru Partai Keadilan Sejahtera bisa langsung menjadi partai papan tengah. PKS selalu menyuarakan keadilan dan kejujuran, kekuatan ini ternyata mampu membius konstituen pada pilkada Jawa Barat. Pasangan HADE (Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf) mampu menumbangkan dua pasangan kaliber berat Agum Gumelar-Nu’man Abdulhakim dan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana.

Apa resepnya? Pertama HADE maju dengan memberi beberapa harapan kepada rakyat Jabar, perubahan, modalnya kejujuran, belum terkontaminasi birokrasi. Heryawan hanya anggota DPRD DKI, Dede Yusuf artis yang bergabung di PAN. Kalau dibandingkan lawannya keduanya jelas kalah kelas. Agum adalah purnawirawan jenderal, pengalamannya banyak dan berbobot, pasangannya Nu’man incumbent wagub Jabar, Danny Setiawan incumbent Gubernur Jabar, Iwan Sulanjana purnawirawan Mayor Jenderal. Tapi kenyataannya jago PKS ini yang menang.
Maka jadilah Heryawan dan Dede Yusuf penguasa di Jawa Barat.

Hal ini membuktikan dalam pemilihan pemimpin secara langsung belum tentu yang hebat akan menang. Pasangan HADE hanya didukung 16,77% suara gabungan PKS-PAN pada pemilu 2004. Keduanya tampil polos, sederhana, orang muda yang siap mengabdi, itu kira-kira konsepnya. Sebagai parpol berbasis Islam foto kampanye keduanya bahkan tanpa memakai peci, lain dengan pesaingnya yg pakai peci. Keduanya tampil beda, sebagai calon yang berumur baru sekitar 41 tahun, bahasanya tidak tinggi-tinggi, bahasa yang mudah dimengerti konstituen. Janji keduanya menyentuh hati rakyat.

Inilah kira-kira yang disoroti oleh Prof Prayitno, belum tentu pasangan kuat akan menang, yang memilih bukan parpol tapi rakyat. Pada pilpres 2004 konstituen tidak bisa dikendalikan oleh jejaring partai. Partai raksasa Golkar dan raksasa lainnya PDIP tumbang. Maka menanglah SBY jadi presiden. Tapi, ada suatu hal yang sangat perlu disadari, bahwa pemerintahan akan kuat apabila didukung oleh suara mayoritas di DPR, demokrasi kini bukan musyawarah untuk mufakat tapi demokrasi voting. Kalau hanya popular dan jadi pemimpin nasional tetapi tidak didukung partai atau koalisi partai yang kuat, sebuah pemerintahan jelas akan “gamang”.

Itulah sedikit gambaran langkah berani dari PKS, berani segala-galanya, pada pilkada DKI, PKS berani maju sendiri. Kalau tidak terlalu percaya diri ada kemungkinan cagub PKS Adang Darajatun yang saat itu dikeroyok rame-rame akan menang. Kini, dengan RUU Pilpres yang mensyaratkan dukungan capres 20 persen kursi di parlemen atau 25 suara sah secara nasional, PKS akan menjadi salah satu partai penentu. Adanya tawaran koalisi dengan PDIP seharusnya menjadi pilihannya yang terbaik.

Pada Pilpres 2009 kelihatannya akan terbagi menjadi tiga kubu, kubu pendukung SBY, kubu oposisi (Mega) dan kubu alternatif. PKS sebaiknya jangan terlalu percaya diri dan berspekulasi kekubu alternatif. Dari beberapa hasil survei, perolehan suaranya kurang kuat.Walau survei hanya persepsi publik, dengan metodanya yang benar bisa dipakai sebagai pegangan. Jangan terjebak dalam analisa beberapa hasil pilkada, ada perbedaan prinsip antara pilkada dengan pilpres. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang “unpredictable” dan politik bergerak sangat dinamis. Ilmu golf kiranya dapat dipakai, course management, tidak emosi, percaya diri, perhitungan matang, jangan mengambil risiko, yang terpenting aman, jangan sampai masuk “bunker” .

Selamat kepada para calon presiden dari PKS, ini adalah anugerah kebanggaan yang tidak setiap orang menerimanya. Kalaupun nanti tidak jadi presiden, teman-teman, atau warga sekampung itu, kalau bapak-bapak lewat mereka akan berbisik …mbak, itu dulu calon presiden lho! (PRAYITNO RAMELAN)

[b]2 tanggapan untuk “Langkah Berani PKS” [/b]

idris,
— 8 November 2008 jam 1:30 pm
PKS bisa begitu cepat tumbuh karena didukung oleh kader2 yg sangat solid. Kader2 yang tanpa pamrih mengorbankan waktu, tenaga dan finansial. Kenapa bisa begitu? Karena kader2 itu benar2 mencintai partainya dan yakin dengan visi dan misinya.

Welli Wilyanto,
— 8 November 2008 jam 11:29 pm
seep…. setuju banget…. kan jadi CALON presiden….. lha sekarang aja banyak yang jadi CALON legislatif……
mau … mau…. jadi CALON presiden…..
perlu ikut konvensi gak neh?

Keputusan Sulit Pak SBY

Oleh : Prayitno Ramelan - 30 Oktober 2008 -
(Ditayangkan di Kompasiana.Com, Dibaca 450 Kali )-

APA bagian tersulit dari manusia? Jawabnya adalah mengambil keputusan. Sedangkan keputusan harus diambil setiap saat oleh manusia sejak dia bangun hingga akan tidur lagi. Sejak membuka mata, kita harus memutuskan mau langsung bangun atau bermalas-malasan dahulu, mau minum atau kekamar kecil, mau sholat dulu, mau baca koran atau lihat TV, mau ngopi atau minum air putih dulu, mau dan mau apa, itulah rangkaian keputusan yang harus diambil manusia setiap saat.

Sebuah keputusan yang salah akan mengandung resiko yang tidak kecil. Kini, mantan Gubernur BI Burhanudin Abdullah ditetapkan bersalah dengan keputusannya dalam aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp100 milyar. Burhanudin mengatakan tidak sedikitpun merasakan manisnya uang tersebut, tetapi pengadilan memutuskan bahwa “keputusannya” sebagai Gubernur BI telah merugikan negara. Inilah yang disebut sebagai resiko jabatan, dengan imbalan lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta.

Dalam beberapa hari terakhir kita melihat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono muncul dilayar kaca dengan raut muka yang sedih, mengatakan harus merelakan besannya Aulia Tantowi Pohan yang mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada kasus dugaan korupsi aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp100 milyar. Presiden SBY tidak akan menghalang-halangi setiap langkah pemberantasan korupsi. Kemudian dikatakannya, sebagai seorang Susilo Bambang Yudhoyono akan menenangkan keluarganya yang jelas terpukul.

Dalam hubungan kekeluargaan dari suku manapun di Indonesia kedudukan seorang besan sangat penting. Aulia Pohan juga menjadi kakek (ompung) dari cucu Pak Presiden. Kini setelah ditetapkan sebagai tersangka, kemungkinan besar Aulia akan masuk bui yang kira-kira lamanya sama dengan Pak Bur. Situasi ini jelas sangat menyulitkan Pak SBY karena dihati keluarga, anak, mantu, marga, keluarga besar Pak Aulia pasti tidak rela kalau Aulia Pohan harus masuk penjara. Akan banyak dari mereka yang tetap bertanya, besan presiden kok masuk penjara?.

Kita semua pasti ingat masa lalu, dijaman Pak Harto, jangankan besan, bekas teman presiden waktu kecilpun dikampung sana mendapat penghormatan tersendiri, terlebih-lebih sang besan. Tapi, kini Pak SBY mau tidak mau harus menghadapi suatu kenyataan atas keputusan yang diambilnya “keukeuh” memberantas korupsi. Begitu masalah ini kini menyentuh sang besan, maka kredibilitas beliaulah yang dipertaruhkan. Inilah keputusan sulit dari seorang pemimpin. Dengan tegas keputusan telah diambilnya.

Saat Aulia belum ditetapkan sebagai tersangka, berita miring dan rumor langsung menyerang SBY. Disadari bahwa dengan posisinya sebagai politisi maka SBY harus berhadapan dengan lawan politiknya yang sering agak kejam. Jangankan di Indonesia dimana banyak orang yang masih hobi dengan intrik, di Amerika dalam persaingan pilpres antara Obama-McCain, serangan terpanas dan terkotorpun juga dilempar ke publik. Memang panggung politik tidak pernah mengenal belas kasihan.

Inilah situasi tersulit Presiden kita, karena keluarga adalah bagian terkecil dari sebuah komunitas. Keluarga akan terus melekat pada seseorang, tidak akan pernah lepas sampai kapanpun. Mereka kini hanya bisa diam, mungkin menggerutu didalam hati, mereka yakin kalau presiden mau melakukan penyelamatan akan semudah menjentikkan jari. Kira-kira itulah bayangannya.

Dalam kaitan popularitas sebagai capres 2009, apakah ini baik bagi SBY?. Diperkirakan akan baik. Hasil survey Lembaga Survei Indonesia yang dilaksanakan bulan September 2008, dari 20 nama calon, posisi SBY bertengger pada tempat pertama dengan 32%, Megawati 24%, Wiranto 6%, Prabowo 5%. Bila jumlah capres hanya 6 nama maka SBY mendapat 37%, Mega 28%, Wiranto 8%, Prabowo 7%, Sri Sultan HB-X 5%, Sutiyoso 1%, 14% responden menyatakan tidak tahu.

Selain popularitas faktor kejujuran menempati urutan pertama pada pilpres 2009. Dari hasil survey Lembaga Riset Indonesia, 84% responden menginginkan figure yang jujur, yang menginginkan ketegasan 71%, dapat dipercaya 62%, konsisten 44% dan integritas 28%.
Jadi, dengan semangat rela berkorban tersebut, dilain sisi akan didapat suatu hikmah bagi SBY untuk maju pada 2009. Siapa yang bisa melawan SBY kalau begitu ?. Waktu masih ada, kita tidak tahu apa yang akan terjadi, memang semua calon masih berusaha.

Mbah Dim (KH Dimyati Rais pengasuh pondok pesantren Kaliwungu), pernah menasehati penulis, bahwa manusia akan terus mendapat ujian selama hidup didunia ini, walaupun saat dia akan berbuat baik. Kini, semuanya terserah kepada kita bagaimana mensikapinya, manusia harus tetap bertaqwa dan bertawakal untuk menyongsong kehidupan selanjutnya di akherat nanti. Ini yang sering dilupakan manusia, sementara banyak dari kita tetap tertutup hatinya, dipenuhi emosi, ambisi dan keserakahan, seakan dia akan hidup seribu tahun lagi. (PRAYITNO RAMELAN)

16 tanggapan untuk “Keputusan Sulit Pak SBY”

sigit gunawan,
— 30 Oktober 2008 jam 5:52 pm
setuju pak…

herwinanta,
— 30 Oktober 2008 jam 6:04 pm
sy sejak dulu emang suka kepemimpinan nya yg begitu tenang dalam mengambil keputusan.apalagi baru2 ini ada berita tentang besan nya yg ditetapkan jd tersangka oleh kpk.pak presiden telah mengambil keputusan yg tepat untuk mempersilahkan hukum yg berjalan dan dia nggak mau intervensi kepada kpk itulah sy salut dan bangga pada sosok seorang pemimpin negara kita ini dan tidak timpang tindih dalam masalah hukum.sy nggak suka aja dgn mantan presiden bu megawati kok sampai sekarang nggak pernah berteguran ama sby, knp ada mantan presiden seperti itu yg nggak mau mengakui keberhasilan sosok sby sekarang ini.lbh baik bu mega jgn mencalonkan lg jd presiden karena tdk cocok dan egois.lbh baik memberikan saran2 dan ide2 yg bagus untuk negara ini bukannya mempersulit negara indonesia nanti akan berhadapan dgn rakyat indonesia tolong di camkan itu.kalaupun bu mega tetap ngotot mau jadi presiden sy berani taruhan nggak bakal menang ama pak SBY yg orangnya pinter sekali itu dalam hal apapun.hidup SBY lanjutkan kepemimpinanmu itu sy dr belakang selalu berdoa untukmu demi memamjukan bangsa indonesia ini.

yoyok budi utomo,
— 30 Oktober 2008 jam 6:38 pm
assalamualaikum,wr,wb….saya pribadi sll berdoa smg keluarga besar Bp.SBY, tetap diberikan ketabahan dr hasil yg dikeluarkan pihak KPK, walaupun ini cukup berat diterima tp saya yakin ini adalah jawaban yg tepat dan langkah yg lebih jelas buat pemerintahan Bp SBY. sekaligus menunjukan bahwa seorang SBY, bukanlah orang yg tebang pilih dlm penegakan hukum di indonesia sekaligus jg memberikan jawaban dr kritik” mereka yg sok pintar dan sok tau hanya untuk kepentingan politik pribadi mereka saja yg saya kira seandainya mereka terpilih nanti tdk bakalan sehabat, setegas, sepintar,sesabar,sekharisma, Bp,SUSILO BAMBANG YUDHOYONO. Doaku sbg rakyat paling bawah sll bersama Bp.SBY, sukses maju trs pantang mundur kami rakyatmu akan sll mendukung,,,,,,selamat berjuang .

indra bigwanto,
— 30 Oktober 2008 jam 7:33 pm
Apa pun latar belakangnya; apakah untuk kepentingan politik 2009, atau yang lain, dengan segala kekurangannya sebagai manusia, saya memiliki harapan yang sangat besar terhadap SBY. Semoga saja, ia memang memiliki kapasitas sebagai negarawan.
Mempersilahkan Aulia Pohan untuk dijadikan tersangka -dengan segala penjelasan Pak Prayitno Ramelan sampaikan di atas, maka sesungguhnya langkah Presiden SBY ini harus menjadi daya dorong dan enersi yang sangat besar bagi pemberantasan korupsi di negeri ini.Saya sangat mengapresiasi langkah beliau. Saya juga memberikan hormat yang sangat dalam.Semoga Indonesia memang sedang menuju ke arah yang Majalah Newsweek bilang: Indonesia As the New India!

Prayitno Ramelan,
— 30 Oktober 2008 jam 9:17 pm
Yth para penanggap sekalian, terimakasih tanggapannya. Dari empat penanggap ternyata yang tiga adalah pendukung SBY, yg satu menyatakan setuju, bukan main, wah sesuai hasil survei LSI diatas popularitas Pak SBY tinggi. Kelihatannya memang suatu pengorbanan belum tentu merusak segala-galanya. Justru sering mengundang simpati, begitu bukan.
Mas Indra memberikan hormatnya pada Pak SBY, mas Yoyok mendoakan, memberi dukungan dan semangat juga pada Pak SBY, Mas Herwinata mendukung, mendoakan Pak SBY dan mengkritik Ibu Megawati. Mas Sigit menyatakan setuju bahwa pengorbanan akan membawa hikmah. Semuanya menyatakan dengan santun, mayoritas menyatakan pak SBY itu orang pintar.Untuk itu sekali lagi terima kasih saudara2 telah membaca tulisan ini, walaupun penulis sama dengan pak SBY pensiunan TNI, penulis berusaha menyampaikan seobyektif mungkin, karena sebagai penulis, lebih2 di halaman blog kompasiana yg terhormat ini penulis harus independen, tidak memihak. Boleh berpihak hanya kepada rakyat, bangsa dan negara Indonesia. Terima kasih…..Merdeka !!!!!

indra bigwanto,
— 31 Oktober 2008 jam 8:52 am
Selamat pagi Pak Prayitno. Maaf, saya ingin meluruskan sedikit. Saya bukan pendukung SBY. Saat Pemilu kemarin saya memilih yang lain. Namun, setelah jagoan saya kalah, tentu saja siapa pun yang jadi Presiden, saya akan hormat dan patuh. Terlebih jika presiden tersebut memang melakukan hal-hal yang baik bagi bangsa ini.Terimakasih.Merdeka!

iselsariandi,
— 31 Oktober 2008 jam 9:42 am
Waduh pak… gimana ya… sudi tak sudi, ya pasti sedihlah.

prayitno ramelan,
— 31 Oktober 2008 jam 9:42 am
Selamat pagi Mas Indra, oh, maaf,maaf, salah ngetik ini, dikoreksi, bukan pendukung tapi mengapresiasi langkah2 Presiden SBY. Iya memang sebagai pimpinan nasional yang sudah terpilih secara demokratis 2004 kita bersama harus menghargai dan memberikan support siapapun yg terpilih. Kalau untuk nanti pilpres 2009 kita memilih lagi yg kita nilai terbaik untuk bangsa ini. Btw saya sudah lihat crew radio Indonesia, bagus itu.Tks. Salam “Merdeka!”…. biar ada semangat.Pray.

dian purba,
— 31 Oktober 2008 jam 12:15 pm
bah, janganlah terlalu tinggi kita mengapresiasinya. tidak ada yang luar biasa di situ. rakyat banyak yang miskin gara-gara koruptor itu, harus disejahterakan. aulia pohan itu masih koruptor “ikan teri”. sby dikatakan luar biasa kalau berani mengirimkan koruptor “ikan paus” ke penjara. ituuuu baru mantap..

prayitno ramelan,
— 31 Oktober 2008 jam 12:30 pm
Iya setuju tu Bang Purba, memang rakyat kita banyak yang miskin, tks tanggapannya, dijaman sesulit ini ada uang 600 trilyun yang dibawa kabur. Kalau mereka bisa ditangkap saya setuju dengan istilahnya “mantap”. Yang ditangkap baru pejabat, politisi, anggota dpr, bupati, walikota,…mereka yang pemain sebenarnya ??? Semoga ini terus berlanjut. Kita tunggu saja.

F @ Bloggingly,
— 3 November 2008 jam 4:55 am
kemarin hari saya baru membaca buku “Harus Bisa”, sebuah catatan seorang pembantu presiden SBY. dan ya, semenjak itu simpati saya terhadap meningkat.Apa lagi setelah kasus ini mencuat.

Maula Sby bukan susilo,
— 3 November 2008 jam 8:01 pm
salam kenal mas prayitno,emang siapapun yang jadi presiden saat ini tentu dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit,cuman herannya kok yang pengen tambah banyak,SBY sudah jelas ndak bisa apa-apa,bangsa ini butuh presiden yang lebih berani,SBY gaya di media aja yang dibagus-bagusin,kalu emang berjiwa besar SBY,Mega,JK ndak usah nyalon lagi,bangsa ini malu punya orang ambisi begitu gede kemampuannya cetek,rakyat sudah frustasi,lapar,setres,kalau elit-elit lama masih ngotot,jangan salahkan bila rakyat nanti tak tahan dan harus menggilas kebebalan elit karena kemokongan elit sendiri,.. saya hanya ngingetin mas SBy,Mega,Jk,Bakri, Dll,menghelalah nafas dal-dalam walau sesruputan kopi,kasihan rakyat dan bangsa ini yang dipenuhi pempimpin-pemimpin berjiwa kerdil padahal bangsa ini besar bukan?

Prayitno Ramelan,
— 4 November 2008 jam 6:38 am
Tks Mas/Mbak Maula, salam kenal juga ya.Jabatan Presiden itu benar2 menggiurkan, yang kasat mata nikmatnya, tapi ada risikonya yg sering banyak tdk mikir. Tolong kl ada waktu berkunjung ke blog saya prayramelan.blogspot.com, saya nulis ttg Resiko Pimpinan Nasional, ngeri tuh. Kalau perkara nyalon atau tidak wah saya tdk berani kasih komentar tuh, kan sistem politik kita begitu, kalau parpol masih mau menyalonkan ya terus.

Biar sehebat apapun seseorang, kalau tidak didukung partai ya susah juga ya, yang terpenting mereka yg nyalon atau dicalonkan harus sadar ini bukan jabatan main2, amanah rakyat, berat sekali. Sekali dia nanti salah buat keputusan, membuat susah, celaka orang kan ada pertanggung jawaban tidak hanya didunia, yg berat dihari akhir kan.

Ini yg harus mereka ingat, kalau kepengin sih banyak yg kepengin, apakah kita sudah mengukur diri kita…..maaf kalau di tentara seorang Kapten baru baca bukunya Jenderal McArtur, dia merasa bisa menjadi Panglima. Bayangkan kalau dia memimpin, wawasan, pengalaman, pengetahuan ya segitu2 saja. Nah, pasukannya akan kalah, dan mati terus tu….! Sudah ah, Maula, bikin dong artikel, kirim ke Mas Pepih, saran2 untuk memperbaiki nasib bangsa menapak dengan pasti kedepan. Berkarya untuk rakyat, bangsa dan negara, mumpung kita masih hidup. Salam>Pray.

poerbo,
— 4 November 2008 jam 1:01 pm
Kalau saja sby berhasil mengemplang pengemplang blbi yg jumlahnya ratusan trilyun itu,maka saya akan teken seumur hidup untuk sby,selama pengemplang blbi masih cengengas cengenges kesana kemari,maka pemberantasan korupsi masih jauh dari keberhasilannya !Mungkin proses penuntasan kasus blbi akan memakan korban yg sangat banyak,baik secara kwantitas maupun secara kwalitas,yg saya maksud disini adalah,banyak mantan pejabat2 tinggi negara akan tergaruk,tapi disini letak keberanian dan ketegaran sby dalam melaksanakan amanah yg dia terima dari Rakyat yg menjadikannya dia orang no 1 di negeri ini !Terima kasih.

iskandarjet,
— 10 November 2008 jam 6:24 pm
Hidup adalah pilihan. Tapi saat kita punya kuasa, maka satu-satunya alasan yang patut disandarkan saat mengambil keputusan adalah tanggungjawab terhadap amanat (kekuasaan) yang diberikan oleh Allah. Saya rasa, sepanjang Pak SBY mendasarkan keputusannya atas nama Sang Khaliq, dilema apapun akan dapat dihadapi dan diselesaikan. Mudah2an langkah pemberantasan korupsi Pak SBY benar-benar tulus dan ikhlas, tak lebih dari upaya mengemban amanat dengan sebaik-baiknya.
Salam kenal buat pak Priyatno dari saya warga Gg 100 Tj Barat.

prayitno ramelan,
— 10 November 2008 jam 9:10 pm
Tks Ma Poerbo dan Mas Iskandar, memang sulit bagi Pak SBY saat memulai akan membersihkan korupsi, karena itu sudah menjadi karat dinegeri ini. Yangmasih mengganjal adalah demikian banyaknya uang BLBI yg dibawa kabur, oleh mereka yg disebut Hegemoni Elit, yaitu yg menguasai perekonomian, begitu jadi masalah ya kabur saja atau ikut mengatur aturan, pintar ya kalau orang banyak uang. Sementar teman2nya yang disebut kekuasaan kelompok Kepentingan ya para politisi itu, begitu ditetapkan sebagai tersangka, langsung lumpuh, nyerah, buka2 kartu. Jadi memang kita harus menghargai apa cita-cita Pak SBY dalam memberantas korupsi. Masih panjang jalan yg harus ditempuh……

Selasa, 11 November 2008

Teroris Payah Ditangkap

Oleh : Prayitno Ramelan - 11 November 2008 - Dibaca 896 Kali -
Sumber : Kompasiana.Com

Berita tentang teroris selalunya mendapat perhatian, karena teror adalah ancaman yang menakutkan. Memang itu harapan si pembuat teror. Organisasi Kelompok Teroris umumnya terdiri dari Ketua atau Pimpinan, Kader Aktif, Pendukung Aktif, Pendukung Pasif, Simpatisan Dalam Masyarakat.

Sebelum dan setelah pelaksanaan eksekusi tiga serangkai Amrozi Cs, muncul beberapa ancaman, tanggapan dan simpati. Surat ancaman lewat dunia maya terlihat paling canggih, dilakukan para simpatisan pelaku Bom Bali, dengan kecanggihan dan kemampuan intelektualnya, tambahan tugas polisi untuk menangkap dan membongkar misteri dibelakangnya. Untuk kegiatan teroris, setiap informasi yang berkait dengan kader aktif dan pimpinan teroris harus ditanggapi dengan sangat serius, karena merekalah umumnya ancaman yang akan menjadi nyata.

Biasanya pimpinan tertinggi dari kelompok teroris memiliki dedikasi secara profesional. Mereka orang yang jenius, karismatik, dan sering dari keluarga berada. Ada yang berprofesi sebagai pengacara, dokter dan bahkan penulis. Ulrike Meinhof of the Baader Meinhof adalah penulis handal anggota sayap kiri, George Habash dari PFLP adalah dokter, Bernadine Dohrn dari kelompok WUO adalah lulusan University of Chaicago Law School, DR Azahari meraih gelar PhD dari University of Reading, UK, juga pengajar pada Universitas di Johor Malaysia.

Minggu tanggal 9 November 2008 tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap dua pelaku teror bom melalui pesan singkat (SMS). Kedua pelaku berinisial HJ (25 tahun) dan Dedi Mulyadi alias Bai. HJ ditangkap di Tanah Grogot Balikpapan dan Dedi ditangkap dirumahnya di Desa Cimandiri RT01/02 Kelurahan Cimandiri, Kecamatan Panggarangan Kabupaten Lebak, Banten.
Dedi adalah pelaku teror, mengancam akan meledakkan Mal Blok M Kebayoran Baru Jakarta. Dengan ponsel Sony Eicsson K31Oi mengirim SMS ke call center 1717 Polda Metro Jaya, isinya “Pak Polisi Aku sudah pasang bom di Mal Blok M”, pesan dikirim lima kali. Pesan lainnya “Kenapa teroris dieksekusi mati, padahal kami membela umat Islam”.

Menurut Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Chairul Akbar kedua pelaku ditangkap setelah polisi melakukan pelacakan terhadap ponsel pelaku. Dari hasil pemeriksaan sementara, tujuannya agar pengunjung Mal takut dan panik. Juga dikatakannya pengiriman sebagai bentuk simpatik dari pelaku terorisme Bom Bali I, sebab dia tidak setuju juka Amrozi dkk dieksekusi mati.

Selain ancaman bom, menurut Wadan Densus 88 Kombes Pol Saut Usman Nasution , keduanya juga mengancam akan membunuh beberapa pejabat negara bila memang eksekusi terhadap Amrozi dkk jadi dilakukan. Ancaman mereka buat dan kirimkan mulai tanggal 6-8 November 2008.

Menurut Kombes Saut, HJ adalah penjual Helm dan sandal, ditangkap saat menonton televisi bersama anaknya. Polisi masih terus memeriksa dan mendalami keduanya apakah terlibat jaringan tertentu atau tidak.

Dari tindakan kedua orang tersebut, sementara ini kelihatannya termasuk simpatisan teroris dalam masyarakat, keduanya terkontaminasi setelah mendapat informasi dari media. Ini bukti adanya para individu yang saling terpisah didua tempat yang berbeda, jauh dari ibukota, kurang terdidik tapi otaknya teracuni. Penampilan ketiga serangkai yang diberi ruang berpidato dan diberi kesempatan berargumentasi di media yang disiarkan secara luas, pasti mempunyai pengaruhnya dimasyarakat, khususnya masyarakat bawah.

Dedi dan HJ adalah contoh korban “brain washing” dan pembentukan opini yang tidak disadari disampaikan oleh pembuat berita.Kedua rakyat kecil tadi dengan ketidak tahuannya tentang teknologi ponsel, meniru dan menyampaikan simpatinya dengan mengirim SMS. Mereka dan mungkin banyak juga dari kita tidak tahu atau tidak sadar bahwa ponsel adalah alat komunikasi yang mudah dideteksi dan dilacak dengan kemajuan teknologi penjejakan. Dalam beberapa kasus korupsi terbukti ponsel bukan alat yang aman dan dapat menjadi alat bukti.

Itulah kisah si Teroris Payah, yang karena ketidak tahuannya, menurut Kombes Saut terhadap keduanya dapat diancam dengan Undang-Undang (Terorisme) dengan ancaman penjara 15 tahun, hingga hukuman mati, “mereka telah membuat ketakutan atau teror terhadap masyarakat, itu masuk kategori terorisme” tegasnya.

Kasus teroris payah Dedi dan HJ adalah pelajaran bagi kita, hati-hati dalam melakukan suatu tindakan, tidak usahlah kita ikut-ikutan terhadap sesuatu yang bukan urusan kita, jangan memasuki suatu wilayah bahaya, terlebih ikut-ikutan masalah terorisme. Bayangkan, keduanya hanya memencet tombol HP, dipastikan akan masuk penjara dalam waktu lama, meninggalkan istri dan anaknya yang tiap malam akan menangisinya. Mungkin HJ nanti bisa jualan sandal di LP, tapi harus melupakan jualan helm, karena di penjara tidak ada napi yang naik motor.

8 tanggapan untuk “Teroris Payah Ditangkap”

poerbo,
— 11 November 2008 jam 7:59 am
Selamat pagi,spt pertanyaan saya di blogspot….yl,saya lupa,”apakah media melahirkan embrio2 amrozi cs dgn meng overexpose kasus eksekusi amrozi cs”,nah teroris payah ini hasilnya,alias ikut2an,mereka ga bisa disalahkan,lha wong kategori “payah” !Kita ini (negara ) melawan siapa sih sebenarnya ???Salam !

mau tanya,
— 11 November 2008 jam 9:02 am
Kalau melihat situasi dan kondisi setelah pembom Amrozi cs ini dieksekusi dan melihat ternyata banyak simpatisan terhadap para teroris ini,bagaimana kondisi sekarang apakah masalah disintegrasi bangsa semakin jelas terlihat pak……tks

handoko J,
— 11 November 2008 jam 9:50 am
inilah salah satu pola pikir yg harus disingkirkan. orang orang indonesia banyak yang kurang kerjaan akhirnya ngurusin hal hal yang gak penting.marilah kita sebagai rakyat negeri indonesia mulai untuk concern terhadap masalah negeri ini.masalah ekonomi, pembrantasan korupsi, pemerataan pendidikan, bukan ngurus hal hal yg aneh aneh such as UU pornografi lah. akhirnya karena mikir yg aneh aneh ini jadi terci[ta banyak teroris payah.banyak tanggapan orang luar negeri bahwa saat ini indonesia bukan melangkah ke depan tapi mundur kebelakang.fokus terhadap masalah yg kita hadapi

puing,
— 11 November 2008 jam 10:50 am
wekekekekeke…. ^_^
mungkin janji para petinggi kita tentang pendidikan gratis harus segera ditagih… supaya orang indonesia jadi makin pinter dan ga mudah terkena brain wash… hehehehe
Tq

hendruk wm,
— 11 November 2008 jam 1:54 pm
Terkadang media pers juga terlalu menggembar-gemborkan berita,banyak hal mengapa mereka begitu nekat,karna seringnya pemberitaan ttg Arozi cs yg terus-menerus di beritakan di media..entah berita terkinilah,debat masalah jihad dan menjadi syuhadalah,atau kapan hari eksekusi tibalah,dll..semua hal itu bisa menyababkan polemik,atau bahkan gangguan keamanan (teror bom)..hukuman mati seolah-olah menjadi trend saat ini,mudah-mudahan masyarakat kita dapat belajar mengenal arti jihad&hukuman mati,biar tidak salah persepsi…

Rudy Arifin,
— 11 November 2008 jam 2:25 pm
Inilah hasil dari ketidaktegasan Pemerintah dan terlalu memberikan ruang kepada media massa untuk mengekspose ketiga teroris besrta keluarganya secara berlebihan. padahal banyak rakyat Indonesia yang masih bodoh dandapat dicuci otaknya/dihasut ,apalagi dengan issu agama.Pemerintah harus mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Jangan terlalu banyak memberi ruang kepada teroris dan jangan terlalu bertele-tele /menunda keputusan yang telah dijatuhkan.

capmau,
— 11 November 2008 jam 2:53 pm
overexpose atau no-expose sudah tidak penting lagi di abad informasi ini. memang begitulah cara media dapat duit. harus kitalah yg dewasa menyikapi semua kondisi dan situasi. saya kira, orang2 ini iseng aja karena sudah tak ada lagi yang akan di SMS… makanya SMS aja ke 9090 biar dapetin Ringtone atau profile Cinta Laura… hehehe

prayitno ramelan,
— 11 November 2008 jam 7:31 pm
Terima kasih rekan-rekan penanggap sekalian. setelah saya baca semuanya, saya coba menjawab semampu saya. Memang teroris adalah fenomena yg unik, kejam tapi ada yg suka, aneh kan. membunuh orang kok suka?.Mereka kadang setelah menyerang berada disekitar lokasi serangan, ingin melihat hasilnya. Sekali lagi teroris mengetahui bahwa media akan suka dengan berita2 yg spektakuler. Karena tujuan teror adalah untuk menimbulkan rasa takut, semakin diekspose semakin suka mereka.

Saat serangan Bom Bali I, JW Marriot, Kedubes Australia,dan terakhir di Bali lagi, sasaran mereka jelas, menimbulkan rasa takut pada warga AS dan asing yg pro AS. Tapi kini sasaran sudah bergeser pada pemerintah, dan siapa-siapa yg tidak suka pada mereka. Saya pikir kalau ada saja teroris yg berani menyerang wilayah publik dan menimbulkan korban, maka mereka akan dikejar masyarakat itu sendiri. Kita lihat saja nanti.

Mas Poerbo, media jelas tidak melahirkan teroris, tetapi pemberitaan media dapat menimbulkan solidaritas kepada teroris, solidaritas itu kemarin2 muncul karena yg diekspose hanya yang dari Nusakambangan saja. Publik mulai agak abu-abu melihat kenapa mereka akan dieksekusi. Akhirnya persoalan bergeser dari kasus pelanggaran hukum yg diputus pengadilan menjadi kasus perjuangan, patriotik. Sebenarnya masalah tersebut sudah selesai di Pengadilan saya kira. Tapi ini kembali diekspose.

Wajar secara psikologis publik banyak yang akan berpihak kepada mereka yg lemah, terlebih ini akan dihukum tembak. Kemudian publik dibawa ikut memikirkan diskusi tentang masalah pengertian Jihad, ini yg rawan. Jelas terjadi perbedaan pandangan antara Amrozi CS dengan para tokoh Islam yg dimunculkan spt Prof Quraisy Syihab, Prof Azumardi Azra, DR Hidayat Nur Wahid dan Tokoh MUI, maaf saya lupa namanya. Kita bayangkan terpidana hukuman mati dibandingkan dengan tokoh2 yang notabende Profesor dan ahli Agama. Jelas sulit bertemunya kan. Kalau tujuannya menjelaskan Jihad, kenapa Amrozi CS dimunculkan. Belum lagi dimunculkannya suara hati, masalah keluarga, teroris yg nikah, anak, tempat eksekusi wah segala rupa yg membuat iba di hati.

Jadi kasusnya ya memang ini jualan yg enak, nimat gurih,karena topiknya memang enak, menyangkut masalah kepercayaan. Diskusi Jihad pasti akan diikuti oleh banyak penduduk, karena mayoritas orang Indonesia beragama Islam. Apakah mereka terkontaminasi?Contoh HJ dan Dedi adalah contoh yg jelas, keduanya berada didaerah,jauh dari jakarta, mereka pasti mengikuti berita dari Televisi, saat ditangkap pun HJ sedang nonton TV sama anaknya. Mungkin ada Payah2 lainnya yg belum terungkap, karena masih adanya ancaman lain yg masih muncul.

Kalau ditanyakan apa ini masalah disintegrasi, saya kira bukan, hanya kurang pas penanganan saja, jauh dari disintegrasi. Saya setuju kalau pendidikan diutamakan, rakyat yang kurang pendidikan sangat mudah dipengaruhi dan dimanfaatkan. Lihat saja, dengan melempar ide kebebasan masa kini, rakyatpun merasa merdeka, bebas mau apapun sepertinya boleh, jadi banyak timbul kekacauan.

Tetapi akhir2 ini kita lihat sudah ada perubahan, adanya penyeimbangan pemberitaan Media Elektronik, tidak berat sebelah, kasusnya sendiri ttg bom yg meledak dan korban mulai juga ditayangkan. Semoga kita semua menyadari pentingnya arti ketenangan, kalau tidak tenang dan tidak aman bagaimana rakyat mau cari makan. Tenang saja susah, lebih lagi kalau tidak tenang. Peran Media sangatlah besar bagi masyarakat, terserah mau dibawa kemana bangsa ini, mereka bisa berperan banyak, mau mendukung atau menjebloskan pemerintah juga bisa.

Saya setuju dgn pendapat bahwa pemerintah sebaiknya agak tegas mensikapi apabila sebuah pemberitaan dapat mengakibakan munculnya bahaya. Dalam kasus2 tertentu seperti kasus teroris ini sebaiknya pemberitaannya wajar-wajar saja, tidak perlu full power. Kita semua jangan hanya berpegang kepada UU dan Hukum yang berlaku saja , tapi yg dibutuhkan adalah kesadaran kita bersama dalam membangun bangsa ini, kalau anak buahnya agak melenceng ya ditegurlah pak. Maaf ya Mass, maksudnya mass media, maksud saya sebagai blogger baik kok. Sebuah sumbangan pemikiran demi bangsa yg kita cintai ini.

Sabtu, 08 November 2008

MANGGA SEBERAT SEKILO SEPEREMPAT

Oleh : Prayitno Ramelan
Ditayangkan di Kompasiana.com tgl. 9 November 2008

Hari minggu pagi ini, begitu menghidupkan Televisi, miris rasanya melihat berita utama. Tadi pagi rata-rata stasiun yang biasanya kalau minggu pagi menyiarkan berita enteng tentang kuliner, olahraga, kartun, mendadak ramai memberitakan eksekusi terhadap Amrozi dkk. Riuh rendah, berbondong-bondong reaksi muncul, nampak solidaritas muncul, kini yang dimusuhi ya pemerintah itu.
Para presenter dengan bangga, bersemangat, hingga terengah-engah memberitakannya. Ini berita besar, hebat, pada minggu pagi.
Pada minggu ini otak kita pagi-pagi sudah diisi berita menyeramkan, minggu yang harusnya rileks jadi tegang. Kenapa sih eksekusi dilaksanakan minggu pagi, kok tidak senin pagi dimana kita siap menghadapi stres, ya macet, ya copet, pengemis, ya kemungkinan banjir. Tapi sudahlah itu urusan pemerintah yang berwenang, biarkan beliau-beliau melaksanakan tugasnya. Dan biarkan media elektronik sesukanya memberitakan sesuai dengan keinginannya.
Agar kita rileks, saya mau bertanya apakah ada diantar blogger atau pembaca yang pernah mengetahui ada mangga dengan berat sekilo seperempat, kalaupun ada paling hanya ada satu dua saya kira. Nah saya pernah melihatnya sekali dirumah Saya punya empat pohon mangga, oleh-oleh saat mengikuti latihan di Thailand dulu waktu aktif bertugas. Mangga kecil itu saya tanam secara tabulampot (tanaman buah dalam pot), dalam drum dipotong dua. Maksudnya agar tidak besar.
Saya tanya katanya Mau Den Kauw (mungkin ejaan salah, bahasa Thailand kan susah). Walau pohon membesar, sudah setinggi tiga meter, si Mau tetap belum menunjukkan akan berbuah. Tiap pagi saya dekati mereka, saya ajak bicara, ayo Mau…, berbuahlah, bapak ingin sekali lihat buahmu. Dia tetap diam membisu, cuek, acuh. Katanya pohon harus disayang, dipelihara, diberi pupuk, diajak bicara. Eh, si Mau ini kok “ndablek” tetap tidak mau berbuah. Sedangkan pohon lainnya yang saya bawa sama-sama si Mau seperti lengkeng, jambu air Thab Tim Can (ejaan mungkin juga salah nij), jeruk sudah pada berbuah, lebat dan manis.
Akhirnya saya merubah strategi, saya pakai cara doa setiap selesai sholat, “Ya Allah aku mohon ampunanmu, mohon ridhomu, kebesaranmu, kasih sayangmu, aku mohon pohon manggaku si Mau ini berbuah, aku ingin melihat buahnya, aku sudah beberapa tahun aku menunggu, walaupun sebuah ya Allah tunjukkanlah kepadaku, Amin”.
Tahukah pembaca, kira-kira seminggu kemudian, muncul ditiga pucuk, tanda-tanda putik bunga, Alhamdulillah, ternyata doaku dikabulkan Allah. Mulai hari itu semakin intensif pengawasan, bunga saya semprot dengan “atonic” biar kuat. Ketiganya mulai jadi buah yang sangat kecil. Eh, satu demi satu putiknya berguguran, ternyata yang jadi buah hanya satu. Dengan rasa khawatir, anak Mau kecil tadi terus dipelihara, dan tidak lupa didoakan. Dengan kebesaran Allah maka keturunan Mau yang semata wayang akhirnya besar. Masya Allah pembaca, besarnya seperti pepaya, warnanya hijau, bentuknya seperti mangga biasa manalagi. Proses kematangannya lama sekitar lima bulan, ujungnya kuning sedikit.
Setelah melalui proses diskusi dengan si nenek, maksudnya istri, buah Mau yang hebat tadi dipetik, ditimbang, ada rasa tidak percaya, beratnya Guys, sekilo seperempat. Saya berfoto, juga cucu saya Dewo yang baru berumur 2 tahun. Ukuran besarnya hampir sebesar kepala cucu saya itu.
Kembali diskusi dengan istri, akhirnya si Mau dikupas, warna dagingnya kuning muda, tapi makin kedalam makin kuning. Pada saat dicicipi, bukan main itu mangga rasanya seperti campuran manalagi, indramayu dan ada rasa tepungnya. Belum pernah saya makan mangga seenak itu. Alhamdullilah perjuangan beberapa tahun akhirnya tercapai.
Apa pelajaran yang dapat kita petik?. Ternyata apapun keinginan kita, kalau mau memohon dengan tekat dan niat, insyaallah akan dikabulkanNya. Dan kalau doa jangan sampai salah, saya berdoa mohon diberi satu, ya diberi satu. Tapi bukan penyesalan, saya syukuri nikmat yang sudah diberikan Allah itu. Karena biasanya manusia itu suka lupa bersyukur, yang keluar hanya mengeluh saja.
Sekarang si Mau saya tanam dalam drum dipendam ditanah, sudah makin besar. Masih saya ajak bicara, kadang saya marahi, mungkin dia senyum-senyum saja. Dia tidak tahu kalau saya kembali berdoa, kali ini mohon agar si Mau berbuah yang lebat. Nanti kalau berbuah lebat, saya mau juga mengundang pengelola kompasiana, teman-teman blogger di Kompasiana untuk mencicipi, walaupun tidak tahu kapan. Tapi silahkan lho kalau sudah ada yangmau mendaftar dari sekarang…..Syaratnya ya membantu saya berdoa.

Kamis, 06 November 2008

Golkar, The Bodyguard

Oleh : Prayitno Ramelan

The Body Guard adalah judul film yang dibintangi Kevin Costner seorang pengawal profesional,berani menantang peluru untuk melindungi Whitney Houston. Kevin profesional, berbadan tegap, menguasai ilmu kawal pengawal, melindungi subyek agar selamat dari pembunuhan. Sementara Whitney kadang rewel, kadang macam-macam ulahnya, tapi butuh pengawalan. Akhirnya terjadilah hubungan batiniah keduanya. Terjadi anti klimaks saat akhir cerita, sang pengawal berhenti dan mengatakan pada kekasihnya “good bye my dear, good luck”.

Penulis sangat terinspirasi setelah melihat film tersebut, ada kemiripan dalam hubungan Partai Golkar dan Partai Demokrat.

Pada pilpres 2004 walau perolehan Partai Demokrat hanya 7,4%, SBY yang menjadi presiden. Demokrat menguasai 57 kursi DPR. Golkar pada pemilu itu memperoleh 21,58% dari 113.462.414 suara yang syah. Menguasai 128 kursi dari keseluruhan 550 kursi.

Kenyataannya, Golkar sebagai partai papan atas pada pemilu 2004 hanya menjadi pendamping dan pengawal Megawati dan PDIP pada pilpres. Sementara Jusuf Kalla yang justru orang Golkar menjadi Wapres tanpa didukung partainya. Ketua DPP Golkar Akbar Tanjung yang berjasa menjaga Golkar saat reformasi, dua kali dinilai salah memposisikan Golkar akhirnya tersingkir dikalahkan JK pada Munas Golkar di Bali 2004. Pragmatisme politik jauh lebih mengemuka daripada urusan dedikasi politik kata pengamat politik.

Ini menunjukkan Golkar sebagai partai papan atas masih belum menguasai “ruh” sistem pilpres secara langsung. Strateginya tidak tepat. Golkar saat itu lebih dikuasai kepentingan ketua umum dan faksi pendukungnya. Realitanya Golkar hanya menjadi pengawal dan pendukung Mega, sementara Jusuf Kalla yang jelas-jelas anggota Golkar berada disisi lainnya. Pengurus DPP terlihat tidak berdaya. Ini disebut politik kepentingan pribadi, bukan kepentingan partai.

Kemudian Golkar menjadi partai besar yang gamang dan agak malu-malu, untung dibawa JK menjadi pendukung pemerintah. Golkar sepakat untuk membayar rasa malunya menjadikan JK ketua umum. Maka duduklah beberapa tokoh Golkar di Kabinet. Fakta-fakta diatas, secara khusus disebut sebagai data masa lalu (”the past”).

Fakta-fakta masa kini (“the present’)
Pada Rapat Pimpinan Nasional IV Golkar di Jakarta Convention Center tanggal dari 17 Oktober, wacana akan bersatunya kembali pasangan SBY-JK pada pilpres 2009 terlihat semakin mengkristal. SBY dengan santun berterima kasih atas kerjasama Golkar dan memuji JK terkesan mengharap kerjasama tetap berlanjiu. JK-pun memuji SBY dan mengatakan SBY pernah jadi Pembina Golkar di Yogya dan Sumatera Utara dari jalur A(ABRI) sebagai salah satu komponen pendukung Golkar. Timbul kesan untuk mengingatkan bahwa SBY bukan orang luar dari Golkar.

Kini di Golkar kembali muncul silang pendapat, sebagian mendukung rencana duet, sebagian tidak setuju. Ketua Dewan Penasehat Partai Golkar Surya Paloh menyatakan Golkar harus mencalonkan presiden dan wakil presiden dari Golkar sendiri, apapun resikonya. Mereka merasa Golkar hebat, dan kuat, tidak rela sekedar hanya jadi body guard. Mereka ingin Golkar yang jadi “ndoronya”. Di sisi lain Ketua DPP Muladi mengatakan “kita sudah menutup konvensi, tapi SBY pengecualian”, signal yang menutup upaya pengurus.

Survei LSI pada September 2008 menyebutkan hasil survey bila pemilu dilaksanakan hari ini, Golkar akan berada pada posisi kedua dengan 18,5%, PDIP 18,6% ,Partai Demokrat 12,1%, PKS 6,3%, PKB 5,7%, PAN 2,4%, Gerindra 3,2%, Hanura 1,2%.

Data-data tersebut berkaitan dengan RUU Pilpres, yang belum juga disepakati. Golkar sementara masih bertahan diposisi 30% dari jumlah suara, atau 25% dari jumlah kursi. Hasil ini akan menaikkan nilai tawar Golkar terhadap Demokrat atau terhadap Bapak Pembinanya. Ujung-ujungnya nanti kelihatannya adalah urusan posisi di Kabinet.

Nah, bagaimana kedepan, (‘the future”)?. Golkar sejak didirikan pada tahun 1964 lebih dikenal dan berbau partainya tentara, disitu terdapat fraksi ABRI. Golkar dibesarkan oleh ABRI, dimana jalur A adalah jalur resmi ABRI, seperti yang dikatakan JK saat Rapim IV, SBY dahulu saat pangkat Kolonel adalah Pembina Golkar di Yogya dan Sumatera Utara dari jalur A.

Saat itu kepemimpinan dan manajemen di Golkar lebih mirip dengan kepemimpinan tentara, kodalnya jelas, loyalitas diutamakan. Pak Harto dan ABRI-lah yang berjasa membesarkan Golkar, sehingga jaringannya sangat kuat dan tertata. Walaupun Pak Harto dan menyusul ABRI akhirnya disingkirkan Golkar setelah reformasi, tetapi gaya kepemimpinannya tetap dipakai oleh para generasi penerus. Ini justru yang membuat Golkar survive tidak tenggelam saat dihantam gelombang reformasi pada tahun 1998-1999.

Dengan berubahnya sistem politik setelah reformasi, baik pada pemilu maupun pilpres 2004, gaya kepemimpinan Golkar justru menyebabkan kacaunya network Golkar hingga ke grass root. Pada tahun 2004 beberapa keputusan DPP (Ketua Umum) dinilai tidak realistis. Pengurus dianggap tidak menguasai dan tidak bisa membedakan karakter konstituen pemilu dengan pilpres. Ini yang menyebabkan Golkar terpuruk pada pilpres dan yang akhirnya menjatuhkan Akbar Tanjung.

Kini, kelihatannya gaya kepemimpinan JK tidak jauh berbeda, mungkin beberapa pengurus di DPP tetap menginginkan kontrol penuh. Perseteruan kasus Gubernur Maluku Utara yang menimbulkan reaksi keras Fraksinya, dengan mudah dikontrol dan diredam.

Pada Rapimnas IV kerawanan baru muncul, Golkar terbelah menjadi dua kubu, kelompok garis keras jelas-jelas mengatakan tidak setuju kalau Golkar hanya akan jadi Cawapres saja. Beberapa tokoh kuat Golkar menginginkan Golkar harus lebih berani bertarung sendiri, mereka tidak rela hanya jadi “korps leher”(istilah popular di TNI bagi orang kedua). Ini menunjukkan wacana duet belum disosialisasikan kepada tokoh-tokohnya maupun DPD.

Faksi realis pendukung JK kiranya berpendapat elektabilitas JK sebagai capres rendah, maka duet dengan SBY dinilai paling menguntungkan. Ini masalah Golkar paling krusial yang harus diatasi segera. Konflik dan pemberontakan pengurus bisa berimbas kepada perolehan hasil pemilu.

Ungkapan Presiden SBY yang tidak terlalu khawatir dengan RUU Pilpres walaupun dengan syarat 30% pun, mengindikasikan memang sudah terjadi kesepakatan dengan JK. Gabungan keduanya diperkirakan akan mampu memenuhi syarat minimal pada pilpres. Kalau toh terjadi kekurangan suara bisa didapat dari PKB yang kelihatannya sudah terbina saat menggempur Gus Dur.

Dengan demikian maka kedepan Golkar diperkirakan masih akan menjadi “body guard”-nya SBY dan Partai Demokrat. Antara Kevin Costner dan Whitney Houston telah terjalin hubungan mesra, kesamaan pengertian dan kesesuaian pandangan. Hanya kadang ungkapan pengurus Demokrat sering seperti Whitney Houston yang tidak mengenakkan pengawalnya yang handal dan hebat.

Jadi, akhir ceritanya tidak sama?. Yah, kita lihat saja nanti, apa Golkar terus jadi pengawal setia, atau seperti yang dikatakan Costner “good bye”. Masih cukup waktu untuk menghitung. Politik sering sulit diraba, karena hati orang juga sulit diraba. Yang pasti mereka akan mengukur semuanya dari kepentingan masing-masing, baik kepentingan pribadi ataupun kelompok.

Mudah-mudahan saja diantaranya tetap ada yang masih memikirkan kepentingan bangsa, negara dan rakyat kita. Semoga.

19 Oktober 2008