Jumat, 10 Oktober 2008

Kekuatan dan Pengaruh Seorang Penulis

Oleh Prayitno Ramelan - 10 November 2008 - Dibaca 208 Kali -
Sumber : Kompasiana.Com

Saya membaca tulisan Fareed Zakaria tentang asal usul “fundamentalisme Islam”. Kisah terjadi saat Mesir dipimpin oleh Presiden Nasser, seorang muslim yang taat tapi tidak tertarik mencampurkan agama dengan politik. Baginya itu suatu kemunduran. Nasser menjadi Presiden hanya didukung partai-partai kecil, partai terpenting Ikhwanul Muslim secara terang-terangan menentangnya, tak jarang dengan jalan kekerasan.

Pada tahun 1954 Ikhwanul Muslim diremuknya, para tokoh partai ditangkap dan bahkan ada yang dihukum mati. Sayyid Qutub termasuk salah seorang diantara yang dipenjarakan. Dia hanyalah pria yang lemah, tapi dengan penanya yang tajam menulis buku dengan judul “Signpost on the Road” (Rambu-rambu di Jalan), dalam sejumlah hal menandai awal Islam politik modern atau lebih sering disebut sebagai “fundamentalisme Islam”.

Qutub mengutuk Nasser sebagai Muslim yang kufur dan rezimnya tidak Islami. Qutub membayangkan pemerintahan yg lebih baik, lebih sholeh, dan berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang keras. Dengan semakin berkembangnya faham fundamentalisme, Fouad Ajami menulis dalam karyanya “The Arab Predicament” (kesulitan Arab). Diramalkannya fundamentalisme memberi orang-orang Arab yang tidak puas dengan keadaan mereka sebuah bahasa perlawanan yang kuat.

Ternyata kekuatan pena Sayyid Qutub telah mampu menciptakan sebuah gelombang tak terkirakan, pada tahun 1979 Ayatullah Ruhullah Khomeini mampu menggulingkan Shah Iran. Fundamentalisme Islam memperoleh dorongan kuat, dan mereka membuktikan bahwa penguasa yang kuatpun dapat diturunkan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat. Hal ini hanyalah sebuah contoh yang menunjukkan bertapa kekuatan seorang penulis mampu meyakinkan dan mempengaruhi pembacanya dengan hasil karynya, yang kemudian terbentuk gulung gelombang yang tak terkirakan hebatnya.

Kita sebenarnya selama ini memiliki banyak pemikir, ilmuwan, penulis dengan ide hebat, mempunyai pemikiran strategis, menyalurkannya lewat badan-badan pengkajian, gudang ilmu pengetahuan dikampus, area seminar, ruang diskusi. Tapi yang menjadi pertanyaan, mengapa negara kita masih terus dirundung masalah yang sepertinya tak kunjung usai. Apakah hasil pemikiran dan gagasan itu hanya menguap didinding yang dingin?. Atau tidak pernah sempat dibaca?

Kesulitan demi kesulitan, masalah demi masalah terus bermunculan. Selalunya ,masalah kemiskinan menjadi topik diskusi dan kampanye, ini karena memang banyak dari kita yang miskin. Kita semua rasanya tidak pernah menjadi yakin kapan akan selesai. Rasanya malu melihat negara tetangga Singapura, Australia, Malaysia, Brunei, Thailand, Kamboja menunjukkan kemajuan yang pesat. Bahkan Vietnam yang pernah porak poranda dalam perang belasan tahun melawan Amerika telah mampu bangkit. Tapi lihat apa yang terjadi disini. Apakah Tuhan terus menghukum kita?. Diberi kekayaan melimpah tapi kita kurang mensyukuri nikmatNya.

Kini, kita di Kompasiana. Sebuah blog yang didedikasikan sebagai wadah “sharing”. Tempat mereka yang ingin membagi pengetahuan, berdiskusi atau menuangkan pemikiran dari yang sederhana hingga yang briliyan. Apa yang kita butuhkan kini? Yang dibutuhkan adalah seseorang dengan goresan kuat, pemikiran yang fokus, dapat dipercaya, berdedikasi tinggi, mampu melihat inti permasalahan bangsa ini, mampu membawa bangsa ini maju kedepan berdiri tegak sejajar dengan negara-negara lain disekitar. Akankah dia muncul dari kalangan kita di Kompasiana? .Mungkin saja, kita tunggu dia yang entah masih berada dimana.

Itulah sedikit kisah, betapa seorang penulis sebenarnya pada saat yang tepat akan mempunyai kekuatan dan pengaruh yang besar dalam merubah sesuatu. Disini, kita butuh pemikir itu yang mampu mengarahkan perjalanan bangsa ini dalam mencapai cita-citanya.

9 tanggapan untuk “Kekuatan dan Pengaruh Seorang Penulis”
yulyanto,
— 10 November 2008 jam 8:32 am
Saya setuju dengan apa yang disampaikan oleh P’ Pray, dalam lubuk hati kecil saya yang paling dalam saya selalu bercita-cita melalui tulisan saya bisa merubah diri sendiri, keluarga, lingkungan, bangsa dan negara bahkan dunia!!!……semoga!…
nana,
— 10 November 2008 jam 9:16 am
saya setuju dengan “KEKUATAN dan PENGARUH MENULIS”. Bukan kah pena lebih tajam dari pada lidah??? Cuma masyarakat kita lebih banyak menggunakan lidah dibanding pena. lebih banyak berbicara daripada membaca. lebih banyak berleha-leha daripada bekerja. bagaimana kita mau maju??? DI hari pahlawan ini. mari kita isi kekuatan kita yang lemah. kita tambah pengetahuan kita yang sedikit. jangan mau kalah dengan negara-negara tetangga lain yang lebih maju, padahal kita satu rumpun. Mari saudara-saudara kita tingkatkan kualitas kita. MERDEKA!!!!
Yonsi,
— 10 November 2008 jam 9:37 am
Ilmuan kita saat berpikir hanya berdasarkan peluang, mereka jarang sekali mendedikasikan keilmuannya semata-mata demi kemajuan bangsa. Mengapa demikian, ketika mereka menulis artikel, kolom yang memabahas persoalan bangsa sehari-hari mereka mengulasnya dengan kritis bahkan bisa memberikan umpan balik yang cukup cerdas. Tetapi setelah mereka dipilih dan diangkat dan duduk di birokrasi pemerintahan daya kritis mereka tumpul, bahkan menjadi salah satu pendukung utama dari kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah. Entah apa yang ada dibenaknya, banyak pembenaran-pembenaran yang dikemukakan itu bisa kita lihat sekarang.
prayitno ramelan,
— 10 November 2008 jam 8:50 pm
Yulyanto,Syukur, dengan sudah ada niat baik saja berarti ada harapan keinginan akan tercapai, dari pada tidak punya rencana dan cita-cita kan ya.Nana, jujur saya suka sekali dengan semangatnya,memang sayangnya disini masih krangsekali minat baca, karenaitu berbahagialah yg membuka internet, kompasiana, karena walau sesedikit apapun ada pengetahuan yg didapat. Smg semangat pahlawan tetap ada dihati kita.Medeka!!!Yonsi,kalu masalah itu ya terserah kepada orangnya kan ya, memang yg enak tidak usah jadi pejabat, tapi siapa yg tidak mau, capek lho menjabat itu, capek dilirik KPK, yg enak jadi penulis blog Kompasiana saja independen, nyumbang2 saran, kalau capek tidur, punya kenalan, bukankah anda juga menjadi bagian pertemanan?Salam semuanya.Pray.
Rommi Ariesta,
— 11 November 2008 jam 8:41 pm
Menulis itu memang menyenangkan. Kelebihannya seperti di bawah ini:1. Membuat ingatan kita lebih kuat tentang sesuatu hal yang kita tulis.2. Seperti bersedekah, menimbulkan perasaan lebih karena memberi.3. Bisa bereksperimen dengan kata-kata, kita bisa membuat sesuatu yang monoton menjadi bergelombang. Merangkai kata seolah ia bernafas dan bernyawa.4. Memintarkan orang lain.
Masih banyak lagi, silahkan di tambahkan sendiri.
prayitno ramelan,
— 11 November 2008 jam 9:31 pm
Tks ya Rommi atas tanggapannya, memang menulis itu pekerjaan yang menyenangkan apabila kita sudah mampu merasakannya dan juga mengetahui bahwa ada orang lain yang membaca dan menyukai tulisan kita. Saya setuju dengan keempat point yg anda tulis tsb, Yg penting juga kalau menulis kita jadi pintar, karena juga harus membaca kan. Saya sudah lihat Blognya, bagus kok artikelnya, yg Obama ok tu, Ok salam.Pray.
iskandar,
— 12 November 2008 jam 4:35 am
saya sangat sangat setuju sekali,tolong masalah politik jangan mengatas namakan agama.karna agama itu suci,jadi jangan mudah terpengaruh oleh orang2 yg tidak bertanggung jawab,jangan ada lagi saudara kita mati sia2 hanya karna dendam satu orang merdeka i love indonesia
budiarinto,
— 12 November 2008 jam 4:57 am
saya sangat sangat sangat setuju dengan p”pray kenapa bangsa kita yg besar ini dikalahkan oleh malaysia, vietnam,singapore,thailand ,kita bangsa indonesia harusnya jauh diatas mereka,malah sebailiknya hanya bertengkar dengan saudara sendiri dan merusak bangsa yang kita cintai ini,kita sebagai bangsa indonesia harus bersatu jangan sampai ada musuh yang masuk kenegara kita indonesia.dan tingkatkan lagi persaudaraan kita yang dulu kita bina sebagai warga indonesia.hidup indonesia.
prayitno ramelan,
— 12 November 2008 jam 8:30 pm
Terima Kasih Mas Iskandar dan Budiarinto atas tanggapannya, bahwa politik jangan mengatas namakan agama. Ini menarik lho, bikin dong tulisan ttg mslh ini Mas Is, pasti menarik. Untuk Budiarinto yg juga sama2 klg besar Kompas.com, memang benar kita harus tetap bersatu jangan sampai tercerai, yg bagus ungkapannya itu “tingkatkan lagi persaudaraan kita yang dulu kita bina sebagai warga Indonesia”.Salam.Pray.

1 komentar:

Suwardi mengatakan...

Mencampurkan Agama dengan Politik Itu memperpanajng urusan. Bicara agama itu Tidak akan pernah habisnya. Albert enstent aja cuma mengagumi atas penciptaan..