Minggu, 25 Januari 2009

Ancaman Tiga Kematian Bagi Manusia

Oleh : Prayitno Ramelan - 23 Januari 2009 - Dibaca 1879 Kali -

Kamis pagi penulis bermain Golf di Rancamaya, Bogor bersama para pegolf senior dalam acara pertemuan bulanan Club Golf ASGA. Pemain yang berjumlah 167 orang rata-rata sudah berumur diatas 55 tahun,karena itulah syaratnya menjadi pemain kelas senior. Pada saat bermain hujan mendadak turun, para pemain meneduh di shelter, terjadilah obrolan antar pemain-pemain senior tadi.

Yang ikut berdiskusi bermacam-macam kalangan, ada yang mantan jenderal marsekal, laksamana, ada mantan menteri, mantan dirjen, mantan jaksa tinggi, mantan Hakim, pengusaha besar, profesor, pokoknya segala macam kalangan dengan berbagai disiplin ilmu ada disitu.
Topik diskusi adalah tentang kematian, bagus juga dibahas, karena kalau orang sudah menjadi tua maka dia harus berfikir tentang persiapan menghadapi kematiannya, dicabut ruhnya. Saat diskusi ada salah satu golfer yang menyampaikan garis besar tentang kematian bagi manusia. Manusia didalam hidupnya akan menghadapi tiga macam ancaman kematian, yaitu ancaman kematian psikologis, ancaman kematian biologis dan kematian sebenarnya dimana ruh meninggalkan tubuhnya. Dari informasi tersebut penulis mencoba menterjemahkan dan mengulasnya menjadi artikel ini.

Kematian psikologis, adalah suatu kondisi dimana seseorang dalam hidupnya sudah tidak mempunyai semangat hidup, tidak mempunyai gairah. Secara psikologis dia merasa bahwa hidupnya sudah tidak mempuyai arti bagi siapapun, tidak berguna. Dia merasa sudah tidak dihargai, baik didalam keluarganya, dipergaulan dan dipekerjaan. Intinya dia sudah jenuh menghadapi hidup. Hal ini bisa terjadi kepada siapapun, tidak melihat umur, bisa terjadi pada orang yang sangat muda ataupun yang sudah tua. Atau bisa juga terjadi kepada orang yang mempunyai banyak persoalan, dimana dia tidak mempunyai jalan keluar dari persoalannya, maka diapun akan mengalami kematian psikologis tadi. Biasanya bagi orang yang imannya tidak kuat akan mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Bagi mereka yang mengalami kematian psikologis, pada umumnya sudah tidak dapat berprestasi dalam hal apapun.
Kematian Biologis, adalah suatu kondisi dimana seseorang masih dalam keadaan hidup, tetapi kondisi fisiknya membuatnya dia tidak berdaya, hidupnya banyak tergantung kepada bantuan orang lain ataupun alat-alat kedokteran. Kondisi tersebut disebabkan karena yang bersangkutan mengalami kecelakaan, terserang penyakit berat, terserang stroke, terserang kelumpuhan, kebutaan. Kondisi ini jelas terasa sangat menyiksa seseorang, khususnya dalam masalah kejiwaan.

Kematian yang sebenarnya, yaitu kematian dimana ruh seseorang meninggalkan tubuhnya. Kematian ini adalah abadi, karena tubuh yang sudah tidak bernyawa tadi sudah tidak ada gunanya, kemudian dikubur, dikremasi atau dibakar.
Bagaimana menyikapi ancaman tiga kematian tadi?. Untuk menghindari kematian psikologis, manusia sebaiknya harus menjaga ritme kehidupan, menjaga perasaan, menjaga hubungan yang harmonis dikeluarga, dipergaulan, dikantor. Semangat harus tetap terjaga, dia harus lebih terbuka. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri, dia harus bergaul, mempunyai teman, sahabat. Dalam sebuah pernikahan suami seharusnya menghargai, mencintai dan menempatkan istrinya pada porsi yang sepantasnya.

Demikian juga sebaliknya, istripun harus memperlakukan suami seperti suaminya memperlakukan dirinya. Kebutuhan rasa aman dan nyaman sangat didambakan seorang wanita. Wanita mahluk yang membutuhkan kasih sayang, cinta dan belaian kasih yang diwujudkan. Sampai dimasa tuapun manusia membutuhkan rasa bahwa dia adalah mahluk yang berguna. Dengan demikian maka kejenuhan hidup sebagai awal dari kematian psikologis, kecil kemungkinan akan menyerangnya.

Kematian biologis kadang sulit diramalkan. Serangan penyakit berat dan kecelakaan adalah awal dari kematian biologis. Oleh karena itu maka manusia didalam hidupnya harus terus waspada, hati-hati. Penyakit berat tidak datang secara mendadak, biasanya terjadi karena akumulasi beberapa penyakit yang dipandang ringan. Manusia harus waspada terhadap makanan, pola hidup, serangan stress, semuanya bisa menjadi penyebab kematian biologis tadi. Banyak manusia karena kesibukannya menganggap ringan gangguan kesehatannya, kecukupan istirahat dan pentingnya olah raga, menghindari sesuatu yang bisa merusak tubuhnya seperti “merokok”. Dengan menjaga semua ini paling tidak kematian biologis akan dapat terhindarkan.

Kematian yang sebenarnya adalah sebuah kondisi yang tidak dapat dihindarkan oleh manusia, bila telah sampai waktunya kemanapun akan bersembunyi, malaikat pencabut nyawa pasti akan datang menghampirinya. Dihari kiamat nanti manusia akan dimintai pertanggungan jawab atas semua yang telah dilakukannya didunia. Oleh karena itu semasa hidup manusia seharusnya sadar bahwa dia harus berbuat baik, menjauhi pikiran jahat, selalu meningkatkan amal dan ibadah. Dengan demikian hidupnya akan tenang dan pasrah dalam menghadapi kematian yang abadi.

Jadi kesimpulannya semasa hidup manusia harus menjaga baik jasmani maupun rohaninya, menjaga ahlaknya, menjaga pola hidup yang baik, menata pikirannya, menjaga semangatnya. Jangan mengikuti nafsu dan ambisi saja, untuk apa jadi pejabat atau tokoh apabila sudah tua, kalau nanti harus menghadapi dua kematian awal tadi sebelum menghadapi kematian yang sebenarnya. Semoga tulisan ringan ini ada manfaatnya bagi kita semua. Amin

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.
Share on Facebook

59 tanggapan untuk “Ancaman Tiga Kematian Bagi Manusia”

isabel,
— 23 Januari 2009 jam 3:11 am
Bapak yang terhormat, saya sangat berterima kasih atas nasehat dan obrolan bapak2 tentang kematian ini,saya rasa banyak orang tentu mengalami hal kematian psikologis karna terlalu banyak tekanan dalam hidup ini,sayapun pernah mengalaminya dan masukan dari bapak ini sangat membantu orang yang mau membacanya dan menyadarinya,semoga Tuhan memberkati dan mendengar doa kita smua.Amin
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 5:08 am
Isabel, terima kasih atas tanggapannya. Memang orang tua terlebih kalau sudah kakek-kakek seperti kami ini. salah satu yang bisa diberikan kepada anak, keturunan dan juga kepada masyarakat adalah sedikit peringatan dan nasehat bagaimana mensikapi dan menjalani hidup. Walau bukan ahli ilmu2 yang mengkhususkandiri dalam kehidupan, tetapi orang tua memiliki pengalaman yang sering banyak gunanya bagi yang muda. Saya sangat menghargai kejujuran anda yang mengakui pernak mengalaminya…dan yang patut anda syukuri kalau bisa meloloskan diri dari ancaman tersebut. Harapan saya sama seperti anda, mengingatkan bahwa semakin lama tekanan hidup akan semakin berat…kita harus mampu mengatasinya. Begitu ya Isabel Tanamal…saya sangat sependapat…”doa” itulah yang perlu kita kerjakan terus selama hidup apapun agama yang kita anut. Salam Isabel…tetap tabah.Salam>Pray
R.Ngt.Anastasia Ririen Pramudyawati,
— 23 Januari 2009 jam 5:13 am
..maturnuwun sanget, Bapak..Pengkategorian yang sungguh pas..
karena hakekat setiap diri yang (pasti) terdiri atas raga..sukma.. dan ketergantungan mutlaknya pada Kuasa Sang Khalik.Tiga centre point menyatu yang acapkali tidak utuh dimasukkan ke kotak peduli sebagian pribadi.Perhatian penuh pada aspek raga.. abaikan sukma ..lupa Sang Khalik. Bisa juga sebaliknya.Yang berbuntut Disharmoni diri.
Tiga centre point di atas musti ada, dihargai penuh sang diri, agar tercipta Harmoni yang utuh, di diri.. demi Hidup & Kehidupan.
‘nuwun
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 5:20 am
@Bu Dokter Anastasia, terima kasih tanggapannya, iya betul kadang manusia dalam hidupnya kadang lupa menjaga raganya, kadang lupa menjaga sukmanya , sering lupa dengan sang penciptanya…yang anda sebut disharmoni. Dunia hanyalah sebuah panggung sandiwara yang apbila kita tidak waspada kita tidak menjadi manusia yang seutuhnya tetapi hanya sebagai pemain sandiwara saja…hanya dikuasai nafsu egonya. Begitu ya>Salam.
Chappy Hakim,
— 23 Januari 2009 jam 5:44 am
Wah, mengerikan sekali tuh analisis ?! Tapi kalau golf di rancamaya, ajak-ajak dong !Wassalam,CH
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 5:48 am
Pak Chappy, wah pagi-pagi sudah membaca kompasiana nih pak, saya juga kaget waktu kemarin ngobrol-ngobrol enteng dengan para Golfer itu, yang memberi tahu tentang kematian adalah Pak Mardi Gaharu, kemudian saya coba ulas. sebagai sedikit sumbangan kepada masyarakat. Saya tadi malam membuat artikel ini…memang ngeri juga ya. Golf ASGA tiap bulan dilaksanakan, next month I will inform you deh…home base di Rancamaya. Kata Bang Mardi olah raga bagi orang2 tua yang cocok adalah jalan kaki, tetapi akan lebih sempurna lagi golf, karena golf adalah penggabungan antara fisik dan otak….badan sehat, memperpanjang kemungkinan terserang pikun…Begitu ya Pak.Salam>Pray.
Kusdiyono,
— 23 Januari 2009 jam 7:29 am
Salam hormat Pak…Kalo seseorang mengalami kematian biologis, tidak tertutup kemungkinan ia juga akan mengalami kematian psikologis, yang pada akhirnya menjadi kematian yang sebenarnya. Betul tidak, kira-kira pendapa saya ini.Mohon ijin, jika suatu saat artikel Bapak saya letakkan di blog saya ?
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 7:42 am
Mas Kusdiyono, salam hangat dipagi yang cerah ini. Memang bisa juga seseorang yang karena mengalami kematian biologis kemudian semangat hidupnya hilang, dia tidak mempunyai harapan, dan dia juga mengalami kematian psikologis. Tetapi ada juga seseorang yang walaupun mengalami kematian biologis dan tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi dengan tekadnya, keimanan dan dukungan keluarga, sahabat tetap kuat secara psikologis. Dia mengalami kematian biologis tidak bisa berbuat apa-apa sebagai layaknya manusia normal, akan tetapi dia masih bisa memberikan petuah, nasehat kepada anak keturunannya. Jadi tidak otomatis keduanya menyatu Mas. Tentang artikel2 saya yang akan diletakkan ke Blognya, monggo Mas Kus, begitu artikel sudah diposting di kompasiana, berarti sudah menjadi milik publik juga. Beberapa artikel saya juga sudah diposting dibeberapa blog, ada juga yg situsnya PKS (karena saya membahas PKS). Berarti apa yg saya tulis ada menfaatnya bagi masyarakat ataupun organisasi, yah namanya sampun sepuh Mas, diusia senja ini hanya inilah sedikit sumbangan pemikiran saya. Begitu ya.Salam>Pray.
wijaya Kusumah,
— 23 Januari 2009 jam 7:51 am
Terima kasih pak atas pencerahannya. Saya menjadi lebih siap menghadapi kematian. Karena itu saya harus hidup untuk dapat membahagiakan orang lain dalam berbuat kebajikan.Sehingga ketika ajal menjemput, amal kebaikan kitalah yang akan menghampirinya. Salam.
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 8:05 am
Pak Wijaya Kusumah, terima kasih tanggapannya Pak Guru. Syukur Alhamdulillah ungkapannya, memang kadang kita sangat takut menghadapi kematian itu, banyak misteri didalamnya, terlebih karena merasa qolbu ini masih terasa sangat kotor. Memang yang utama sebagai seorang muslim kita harus “beriman dan beramal soleh” begitu kan Pak Guru?.Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita ya Pak, dosa kedua orang tua kita, juga dosa kaum muslimin dan muslimat yang telah mendahului.Amin…Salam>Pray.
Rahardjo,
— 23 Januari 2009 jam 8:19 am
Pak Pray yang saya hormat, terima kasih sekali artikelnya saya sungguh sangat terharu malah sampai “mbrebes mili” membacanya karena saya juga sudah kepala 6 apa yang bapak ulas sangat mengena, seisi rumah sudah saya suruh baca dan akan saya diskusikan dengan teman2 yang masih dikantor, terimakasih dan salam juga untuk Pak Mardi Gaharu.Kalau ketemu digolf salam juga untuk Slamet Yes Prihatin No (mantan Dirjen ranahan), itu sohib saya Pak!
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 8:44 am
Mas Rahardjo, wah kok dalam sekali dan halus perasaannya…tapi ya itulah Mas, kalau sudah tua kita tidak usah macam-macam kali ya…menjaga jasmani ini sebagai tempat ruh kita bersemayam, kalau “wadak” ini tidak kita jaga, maka ruh jelas akan tidak betah lama-lama bersemayam didalamnya. Syukur kalau tulisan ini bermanfaat, memang yang pertama mengatakan Pak Mardi Gaharu itu, kemarin juga main satu flight dengan saya…kemudian tadi malam saya renungkan, saya ulas, maka jadilah artikel ini. Ok, nanti saya sampaikan salam kepada Bang Mardi (my best friend) dan kalau ketemu akan saya sampaikan salam untuk Marsda TNI (Pur) Slamet Prihatino yang mantan Dirjen Ranahan Dephan…sohib ya. Ok Mas Rahardjo.Salam>Pray.
Pesan Sponsor : “Stop Merokok Sangat Berbahaya” itulah salah satu artikel saya dalam blog kompasiana ini yang sangat erat berkait dengan artikel ini…..Maaf nij para perokok, kapan mau sadar???
Deddy Rosadi,
— 23 Januari 2009 jam 9:01 am
Selamat pagi pak pray,Artikelnya menyentuh sekali. Seperti kontra, antara golf sebagai simbol kemapanan dan kesenangan tapi topik bahasan kematian. Saya di usia 30an ini berpikir apakah itu juga bisa menimpa saya. bagaimana jika tujuan-tujuan hidup kita belum tercapai, tapi kematian itu sudah datang.Semoga jalan kita selalu di rahmati-Nya. Amin.Salam hormat untuk Pak RT saya.Wassalam.
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 9:18 am
Dedy Rosady, terima kasih tanggapannya, baru ini ada warga RT yang muncul menanggapi artikel saya. Iya betul, golf bagi saya adalah sebuah sarana, sarana olahraga, melatih otak agar tidak pikun dan menyenangkan hati, sehingga menjadi rilex. Kan sekarag masih muda ya…jalan masih panjang, saya almost 62 yrs old. Tapi seperti yang saya tulis diatas, kita harus hati-hati dan waspada dalam hidup ini, karena ancaman bisa menyerang siapa saja tanpa batas umur. Oleh karena itu kalau kita sudah bisa berfikir, kita harus menentukan hidup kita mau kita apakan, mau dibuat hitam ya jadi hitam, mau merah, jadi merah, biru ya jadi biru. Pilihan bekerja, berkeluarga , pola hidup semuanya terserah kepada kita. Makin “smart” kita, wawasan luas maka Insyaallah kita akan bisa meminimalisir bahaya- bahaya tadi. Begitu ya Dedy, salam utk keluarga.Salam>Pray.
yulyanto,
— 23 Januari 2009 jam 9:26 am
Ada satu lagi yang ketinggalan Pa’ Pray, “MATI SURI”……percaya gak percaya sich…he…he…..
Salam Blogger,http://www.yulyanto.com
Dibawah ini adalah artikel yang saya ambil dari salah satu BLOG mengenai “Religi”:URL: http://bulir.blogspot.com/2006/10/pengalaman-mati-suri.html
Friday, October 13, 2006Pengalaman Mati Suri
Kesaksian Warga Bengkalis yang Mati Suri dalam Temu Alumni ESQ”Menyaksikan Orang Disiksa dan Ingin Kembali ke Dunia”Laporan Idris Ahmad - Pekanbaru
Pengalaman mati suri seperti yang dialami Aslina, telah pula dirasakan banyak orang. Seorang peneliti dan meraih gelar doktor filsafat dari Universitas Virginia Dr Raymond A Moody pernah meneliti fenomena ini. Hasilnya orang mati suri rata-rata memiliki pengalaman yang hampir sama. Masuk lorong waktu dan ingin dikembalikan ke dunia.
Berikut catatan Riau Pos yang turut serta mendengarkan kesaksian Aslina dalam temu Alumni ESQ (emotional, spiritual, quotient) Ahad (24/9) di Hotel Mutiara Merdeka Pekanbaru.
Catatan ini dilengkapi pula dengan penjelasan instruktur ESQ Legisan Sugimin yang mengutip Al-Quran yang menjelaskan orang yang mati itu ingin dikembalikan ke dunia, serta penelusuran melalui internet tentang Dr Raymond.
Bagi pembaca yang ingin mengetahui perihal Dr Raymond dapat membuka situs http://www.lifeafterlife.com dan hasil penelitian Raymond tentang mati suri dapat dibaca di buku Life After Life.
Aslina adalah warga Bengkalis yang mati suri 24 Agustus 2006 lalu. Gadis berusia sekitar 25 tahun itu memberikan kesaksian saat nyawanya dicabut dan apa yang disaksikan ruhnya saat mati suri.
Sebelum Aslina memberi kesaksian, pamannya Rustam Effendi memberikan penjelasan pembuka. Aslina berasal dari keluarga sederhana, ia telah yatim. Sejak kecil cobaan telah datang kepada dirinya.
Pada umur tujuh tahun tubuhnya terbakar api sehingga harus menjalani dua kali operasi. Menjelang usia SMA ia termakan racun. Tersebab itu ia menderita selama tiga tahun. Pada umur 20 tahun ia terkena gondok (hipertiroid). Gondok tersebut menyebabkan beberapa kerusakan pada jantung dan matanya. Karena penyakit gondok itu maka Jumat, 24 Agustus 2006 Aslina menjalani check-up atas gondoknya di Rumah Sakit Mahkota Medical Center (MMC) Melaka Malaysia . Hasil pemeriksaan menyatakan penyakitnya di ambang batas sehingga belum bisa dioperasi.
”Kalau dioperasi maka akan terjadi pendarahan,” jelas Rustam. Oleh karena itu Aslina hanya diberi obat. Namun kondisinya tetap lemah. Malamnya Aslina gelisah luar biasa, dan terpaksa pamannya membawa Aslina kembali ke Mahkota sekitar pukul 12 malam itu. Ia dimasukkan ke unit gawat darurat (UGD), saat itu detak jantungnya dan napasnya sesak. Lalu ia dibawa ke luar UGD masuk ke ruang perawatan. ”Aslina seperti orang ombak (menjelang sakratulmaut, red). Lalu saya ajarkan kalimat thoyyibah dan syahadat. Setelah itu dalam pandangan saya Aslina menghembuskan nafas terakhir,” ungkapnya. Usai Rustam memberi pengantar, lalu Aslina memberikan kesaksiaanya.
”Mati adalah pasti. Kita ini calon-calon mayat, calon penghuni kubur,” begitu ia mengawali kesaksiaanya setelah meminta seluruh hadirin yang memenuhi Grand Ball Room Hotel Mutiara Merdeka Pekanbaru tersebut membacakan shalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Tak lupa ia juga menasehati jamaah untuk memantapkan iman, amal dan ketakwaan sebelum mati datang. ”Saya telah merasakan mati,” ujar anak yatim itu. Hadirin terpaku mendengar kesaksian itu. Sungguh, lanjutya, terlalu sakit mati itu.
Diceritakan, rasa sakit ketika nyawa dicabut itu seperti sakitnya kulit hewan ditarik dari daging, dikoyak. Bahkan lebih sakit lagi. ”Terasa malaikat mencabut (nyawa, red) dari kaki kanan saya,” tambahnya. Di saat itu ia sempat diajarkan oleh pamannya kalimat thoyibah. ”Saat di ujung napas, saya berzikir,” ujarnya. ”Sungguh sakitnya, Pak, Bu,” ulangnya di hadapan lebih dari 300 alumni ESQ Pekanbaru.
Diungkapkan, ketika ruhnya telah tercabut dari jasad, ia menyaksikan di sekelilingnya ada dokter, pamannya dan ia juga melihat jasadnya yang terbujur. Setelah itu datang dua malaikat serba putih mengucapkan Assalaimualaikum kepada ruh Aslina. ”Malaikat itu besar, kalau memanggil, jantung rasanya mau copot, gemetar,” ujar Aslina mencerita pengalaman matinya. Lalu malaikat itu bertanya: ‘’siapa Tuhanmu, apa agamamu, dimana kiblatmu dan siapa nama orangtuamu.” Ruh Aslina menjawab semua pertanyaan itu dengan lancar. Lalu ia dibawa ke alam barzah. ”Tak ada teman kecuali amal,” tambah Aslina yang Ahad malam itu berpakaian serba hijau. Seperti pengakuan pamannya, Aslina bukan seorang pendakwah, tapi malam itu ia tampil memberikan kesaksian bagaikan seorang muballighah. Di alam barzah ia melihat seseorang ditemani oleh sosok yang mukanya berkudis, badan berbulu dan mengeluarkan bau busuk. Mungkin sosok itulah adalah amal buruk dari orang tersebut.
Aslina melanjutkan. ”Bapak, Ibu, ingatlah mati,” sekali lagi ia mengajak hadirin untuk bertaubat dan beramal sebelum ajal menjemput. Di alam barzah, ia melanjutkan kesaksiannya, ruh Aslina dipimpin oleh dua orang malaikat. Saat itu ia ingin sekali berjumpa dengan ayahnya. Lalu ia memanggil malaikat itu dengan ”Ayah”. ”Wahai ayah bisakah saya bertemu dengan ayah saya,” tanyanya. Lalu muncullah satu sosok. Ruh Aslina tak mengenal sosok yang berusia antara 17-20 tahun itu. Sebab ayahnya meninggal saat berusia 65 tahun. Ternyata memang benar, sosok muda itu adalah ayahnya. Ruh Aslina mengucapkan salam ke ayahnya dan berkata: ”Wahai ayah, janji saya telah sampai.” Mendengar itu ayah saya saya menangis.Lalu ayahnya berkata kepada Aslina. ”Pulanglah ke rumah, kasihan adik-adikmu.” ruh Aslina pun menjawab. ”Saya tak bisa pulang, karena janji telah sampai”. Usai menceritakan dialog itu, Aslina mengingatkan kembali kepada hadirin bahwa alam barzah dan akhirat itu benar-benar ada.
”Alam barzah, akhirat, surga dan neraka itu betul ada. Akhirat adalah kekal,” ujarnya bak seorang pendakwah. Setelah dialog antara ruh Aslina dan ayahnya. Ayahnya tersebut menunduk. Lalu dua malaikat memimpinnya kembali, ia bertemu dengan perempuan yang beramal shaleh yang mukanya bercahaya dan wangi. Lalu ruh Aslina dibawa kursi yang empuk dan didudukkan di kursi tersebut, di sebelahnya terdapat seorang perempuan yang menutup aurat, wajahnya cantik. Ruh Aslina bertanya kepada perempuan itu. ”Siapa kamu?” lalu perempuan itu menjawab.”Akulah (amal) kamu.”
Selanjutnya ia dibawa bersama dua malaikat dan amalnya berjalan menelurusi lorong waktu melihat penderitaan manusia yang disiksa. Di sana ia melihat seorang laki-laki yang memikul besi seberat 500 ton, tangannya dirantai ke bahu, pakaiannya koyak-koyak dan baunya menjijikkan. Ruh Aslina bertanya kepada amalnya.”Siapa manusia ini?” Amal Aslina menjawab orang tersebut ketika hidupnya suka membunuh orang. Lalu dilihatnya orang yang yang kulit dan dagingnya lepas. Ruh Aslina bertanya lagi ke amalnya tentang orang tersebut. Amalnya mengatakan bahwa manusia tersebut tidak pernah shalat bahkan tak bisa mengucapkan dunia kalimat syahadat ketika di dunia. Selanjutnya tampak pula oleh ruh Aslina manusia yang dihujamkan besi ke tubuhnya. Ternyata orang itu adalah manusia yang suka berzina. Tampak juga orang saling bunuh, manusia itu ketika hidup suka bertengkar dan mengancam orang lain.
Dilihatkan juga pada ruh Aslina, orang yang ditusuk dengan 80 tusukan, setiap tusukan terdapat 80 mata pisau yang tembus ke dadanya, lalu berlumuran darah, orang tersebut menjerit dan tidak ada yang menolongnya. Ruh Aslina bertanya pada amalnya. Dan dijawab orang tersebut adalah orang juga suka membunuh. Tampak pula orang berkepala babi dan berbadan babi. Orang tersebut adalah orang yang suka berguru pada babi. Ada pula orang yang dihempaskan ke tanah lalu dibunuh. Orang tersebut adalah anak yang durhaka dan tidak mau memelihara orang tuanya ketika di dunia. Perjalanan menelusuri lorong waktu terus berlanjut. Sampailah ruh Aslina di malam yang gelap, kelam dan sangat pekat sehingga dua malaikat dan amalnya yang ada disisinya tak tampak. Tiba-tiba muncul suara orang mengucap : Subnallah, Alhamdulillah dan Allahu Akbar. Tiba-tiba ada yang mengalungkan sesuatu di lehernya. Kalungan itu ternyata tasbih yang memiliki biji 99 butir.
Perjalanan berlanjut. Ia nampak tepak tembaga yang sisi-sisinya mengeluarkan cahaya, di belakang tepak itu terdapat gambar kakbah. Di dalam tepak terdapat batangan emas. Ruh Aslina bertanya pada amalnya tentang tepak itu. Amalnya menjawab tepak tersebut adalah husnul khatimah. (Husnul khatimah secara literlek berarti akhir yang baik. Yakni keadaan dimana manusia pada akhir hayatnya dalam keadaan (berbuat) baik,red). Selanjutnya ruh Aslina mendengarkan azan seperti azan di Mekkah. Ia pun mengatakan kepada amalnya. ”Saya mau shalat.” Lalu dua malaikat yang memimpinnya melepaskan tangan ruh Aslina. ”Saya pun bertayamum, saya shalat seperti orang-orang di dunia shalat,” ungkap Aslina.
Selanjutnya ia kembali dipimpin untuk melihat Masjid Nabawi. Lalu diperlihatkan pula kepada ruh Aslina, makam Nabi Muhammad SAW. Dimakam tersebut batangan-batangan emas di dalam tepak ”husnul khatimah” itu mengeluarkan cahaya terang. Berikutnya ia melihat cahaya seperti matahari tapi agak kecil. Cahaya itu pun bicara kepada ruh Aslina. ”Tolong kau sampaikan kepada umat, untuk bersujud di hadapan Allah.”Selanjutnya ruh Aslina menyaksikan miliaran manusia dari berbagai abad berkumpul di satu lapangan yang sangat luas. Ruh Aslina hanya berjarak sekitar lima meter dari kumpulan manusia itu. Kumpulan manusia itu berkata. ”Cepatlah kiamat, aku tak tahan lagi di sini Ya Allah.” Manusia-manusia itu juga memohon. ”Tolong kembalikan aku ke dunia, aku mau beramal.”Begitulah di antara cerita Aslina terhadap apa yang dilihat ruhnya saat ia mati suri. Dalam kesaksiaannya ia senantiasa mengajak hadirin yang datang pada pertemuan alumni ESQ itu untuk bertaubat dan beramal shaleh serta tidak melanggar aturan Allah.
Setelah kesaksian Aslina, instruktur Pelatihan ESQ Legisan Sugimin yang telah mendapat lisensi dari Ary Ginanjar (pengarang buku sekaligus penemu metode Pelatihan ESQ) menjelaskan bahwa fenomena mati suri dan apa yang disaksikan oleh orang yang mati suri pernah diteliti ilmuan Barat.
Legisan mengemukakan pula, mungkin di antara alumni ESQ yang hadir pada Ahad (24/9) malam itu ada yang tidak percaya atau ragu terhadap kesaksian Aslina. Tapi yang jelas, lanjutnya, rata-rata orang yang mati suri merasakan dan melihat hal yang hampir sama. ”Apa yang disampaikan Aslina, mungkin bukti yang ditunjukkan Allah kepada kita semua,” ujarnya.Legisan menjelaskan penelitian oleh Dr Raymond A Moody Jr tentang mati suri. Raymond mengemukakan orang mati suri itu dibawa masuk ke lorong waktu, di sana ia melihat rekaman seluruh apa yang telah ia lakukan selama hidupnya. Dan diakhir pengakuan orang mati suri itu berkata: ”Dan aku ingin agar aku dapat kembali dan membatalkan semuanya.”
Menanggapi kesaksian Aslina yang melihat orang-orang berteriak ingin dikembalikan ke dunia dan ingin beramal serta penelitian Raymond yang menyebutkan ”aku ingin agar aku dapat kembali dan membatalkan semuanya,” Legisan mengutip ayat Al-Quran Surat Al-Mu’muninun (23) ayat 99-100: (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata:”Ya, Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia).”(99). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.(100).
Sebagai penguat dalil agar manusia bertaubat, dikutipkan juga Quran Surat Az-Zumar ayat 39: ”Dan kembalilah kamu kepada Tuhan-Mu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).”Usai pertemuan alumni itu, Aslina meminta nasehat dari Legisan. Intruktur ESQ itu menyarankan agar Aslina senatiasa berdakwah dan menyampaikan kesaksiaannya saat mati suri kepada masyarakat agar mereka bertaubat dan senantiasa mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Setelah acara, banyak di antara alumni yang bersimpati dan ingin membantu pengobatan sakit gondoknya. Para hadirinpun menyempat diri untuk berfoto bersama Aslina. Semoga pembaca dapat mengambil pelajaran dari kesaksiaan Aslina.***
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 9:43 am
Yulyanto, kemana saja kok tdak ada kabarnya…yg ada di Face Book terus. Terima kasih tanggapan dan artikel tentang mati suri itu….memeng kasus itu ada dan terjadi, tetapi hanya beberapa oang saja yang mengalaminya ya Yul. Memang menakutkan membaca yang disampaikan oleh Aslina. Semuanya diskusi disini bukan untuk menaku-nakuti, tetapi untuk memberikan kesadaran bagi para pembaca, yah barangkali sibuk tidak sempat merawat tubuh dan jiwanya, atau juga mungkin lupa ya. Ok deh Yul, sekalilagi terima kasih…saya tidak mengomentari artikel tersebut…serem. Salam>Pray.
chia tanuwidjaja,
— 23 Januari 2009 jam 9:57 am
menyentuh sekali apa yang bapak tulis.kadang manusia sampai menjadi serigala bagi manusia yang lain demi mengumpulkan harta benda, sampai kebanyakan bingung mo nyimpen duitnya dimana.padahal ketika ajal datang, harta benda tidak bisa dibawa, cuma kafan doang, kalo dikremasi, malah tinggal abu doang…
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 10:11 am
Chia…terima kasih telah memberikan tangapan. Itulah manusia, kita heran ya dengan besarnya ambisi dan nafsu mengenai harta itu. Kan ada hukum “bosen”, begitu kebutuhan primernya terpenuhi maka kebutuhan sekundernya akan menjadi kebutuhan primer…begitu seterusnya. Nah…jadi kapan puasnya ya Chia???Justru didalam hidup manusia harus banyak membaca, hingga wawasannya bertambah, kalau tidak ya dia akan tetap maju terus, menggapai sesuatu dengan nafsu yang tak terkira…akhirnya dia akan terjerumus sendiri menuju kekematian 1,2 atau 3 tadi. Ok deh, pengingatan kafan itupun sering hanya disambut dengan senyum…tapi itulah manusia. Yang penting ya Chia, perlu diketahui….”Penyesalan tempatnya tidak pernah dimuka, tetapi selalu dibelakang”. Begitu ya.Salam>Pray.
Amir,
— 23 Januari 2009 jam 10:17 am
Bapak yang saya hormati, Terima kasih atas artikelnyasemoga ini bisa membuat kita semua jadi lebih baik ‘karena kematian adalah tujuan akhir kita’
WassalamAmir
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 10:24 am
Mas Amir, terima kasih juga sudah menanggapi. Memang tujuan dibuatnya artikel ini hanyalah agar pembaca kembali mengingat apa arti kematian itu. Disaat dinegara kita sedang dirundung malang, malang karena nampak mulai lunturnya rasa saling menghormati, saling menghargai, masih besarnya nafsu untuk kepentingan pribadi, kelompok, bahkan yang sering membuat prihatin dilakukan dengan menghalalkan cara. Memang semua akan berakhir diujung perjalanan hidup sebagai tujuan akhir seperti yang anda katakan…kematian. Salam hangat>Pray.
viant,
— 23 Januari 2009 jam 11:02 am
pembagian ilmu yang bagus pak Pray, menyadarkan kita.., tapi berapa lama kita sanggup “sadar” akan itu semua (yang ada dalam artikel), memang manusia tempatnya lupa (tapi ada juga yg menyebutkan lupa koq terus-terusan), tapi itulah kenyataan, seperti saya pernah diajarkan “rasakanlah sesuatu dengan hatimu dan lakukanlah sesuatu dengan otakmu, jangan kau balik atau kau tukar2 diantara keduanya, karena itu menyebabkan kau menjadi tidak tunduk dan patuh kepada Tuhan-Mu”, dan beberapa tahun belakangan ini baru saya mengerti apa maksudnya, inilah hidup.. nyata dan bukan sinetron, bollywood atau hollywood, tapi kita lebih sering setiap hari melihat itu semua (sinetron, bollywood dan hollywood) dikehidupan nyata keseharian kita, semoga di setiap keseharian kita (terutama bagi saya pribadi) selalu teringat apa yang namanya mati.. (terima kasih pak Pray telah mengingatkan saya kembali..)
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 11:14 am
Viant, terima kasih telah menanggapi. sangat bersyukurlah apabila manusia sudah memahami apa arti sebuah kehidupan dan untuk apa dia hidup. Kadang seseorang hingga tuapun tidak mengerti dan dia terus mencarinya. Kemudian banyak dari mereka yang tersesat dan berbuat semaunya, tergelincir….disinilah peran agama dan petuah dari orang tua, guru dan para sesepuh itu.Semoga terus menyadarinya ya Viant, dan semoga sukses.Salam>Pray.
Pepih Nugraha,
— 23 Januari 2009 jam 11:30 am
Terima kasih Pak Pray ulasannya yang bermakna dalam. jadi, kematian psikologis dan kematian biologis sebenarnya masih bisa diperbaiki, Ya Pak. Kadang pada kematian biologis, saya pernah baca orang yang sekian tahun koma, ternyata bisa hidup kembali. Kematian ruh meninggalkan raga yang tidak terelakkan. Namanya kematian, tiga-tiganya memang menyeramkan, cuman yang kematian psikologis itu kita sendiri yang bisa mengobatinya, kematian biologis barangkali bisa sembuh karena adanya Tangan Tuhan lewat dokter, dan kematian saat ruh meninggalkan raga tidak ada obatnya (kita pasti mengalaminya). Sebuah artikel yang menggugah…
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 12:44 pm
Mas Pepih, memang kalau kita amati dua kematian tersebut kadang ada yang bisa diperbaiki seperti kisah yang disampaikan oleh penanggap Isabel. Betul juga kematian biologis tanpa campur tangan Tuhan akan sulit diperbaiki secanggih apapun ilmu kedokteran itu. Menurut pendapat saya, sebaiknya manusia berusaha secara preventif dalam menghadapi ancaman kematian tadi, sehingga bisa meminimalisir kematian psikologis dan biologis. Kalau kematian sebenarnya tindakan yang terbaik adalah, sebelum maut menjemput manusia sebaiknya selalu berbuat baik, dalam Islam “beriman dan beramal soleh”, begitu bukan?. Kemarin sebelum menuliskannya, agak lama juga saya merenungkannya, karena selama ini kita hanya tahu kalau kematian adalah kejadian seseorang ditinggalkan oleh ruhnya. Terima kasih.Salam>Pray
nuni,
— 23 Januari 2009 jam 1:04 pm
Selamat siang Pak Pray,
Terima kasih kembali diingatkan akan kematian. Jadi ingat harus semakin rajin menabung amal untuk bekal pulang pak, mumpung masih diberi kesempatan.sekitar 2 minggu ini saya sempat “mati psikologis” karena dikejar-kejar pembimbing untuk menyelsaikan proposal penelitian (hehehe….). Untung akhirnya mulai kemarin sudah hidup lagi karena sudah selesai dan sudah diterima pembimbing jadi bisa kembali bertemu kompasiana.
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 1:23 pm
Nuni, terima kasih sudah memberikan tanggapan. Iya betul kita nabung mumpung masih bisa. Wah, kok dikejar pembimbing bisa mati psikologis, padahal jawabnya mudah saja, “sabar, saya sedang usahakan”…tapi mana mau tahu ya pembimbing itu ya Nuni. Pantas sudah agak lama kok menghilang dari kompasiana dan FB. Syukur kalau proposal penelitiannya sudah beres, saya ikut mendoakan, semoga lancar proses programnya dan saya ikut bangga nanti kalau Nuni jadi Doktor…jangan lupa “learn to Relax and Enjoy Life”. Itu pesannya Pak Chappy. Salam>Pray.
adhy,
— 23 Januari 2009 jam 1:29 pm
ternyata Om Pray tidak hanya jago mengamati politik, tp juga mengamati kehidupan…
salam hormat
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 1:41 pm
Adhy, yah sebagai orang tua bisanya tutur, kan disini kita tujuannya sharing idea, memberikan apa yg terbaik untuk masyarakat, mengingatkan, kan sudah almost 62 nih Adhy, termasuk kegiatan amal…terima kasih ya.Salam>Pray
aramichi,
— 23 Januari 2009 jam 1:53 pm
Yth bapak Prayitno Ramelan
Hidup memang tidak pernah sederhana ya pak, kematian juga menyangkut orang yang ditinggalkan, orang yang merasa kehilangan karena orang yang dicintainya mengalami kematian baik psikologis, biologis maupun kematian yang sebenarnya. Sampai batas tertentu manusia bisa berusaha tapi akan sampai batasnya manusia hanya bisa menerima dan menjalani takdirnya. Seperti bapak bilang kita harus berbuat baik agar bisa tenang dan pasrah menghadapi kematian.Jadi yang terpenting bukan hanya kematian tapi bagaimana kita mengisi kehidupan dan mencari makna hidup. Ketika hidup kita isi dengan membahagiakan dan memberi kepada orang lain, hidup menjadi bermakna tapi ketika hidup kita isi dengan menyusahkan dan menyengsarakan orang lain hidup kita menjadi hina.
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 2:07 pm
Mas Aramichi, iya memang ternyata hidup tidak sederhana. Benar dalam hidup harus mempunyai arti, bermanfaat bagi orang lain, bermanfaat bagi masyarakat dan bermanfaat bagi bangsa dan negaranya. Bukan sebaliknya seperti yang anda katakan…kita akan menjadi hina. Begitu ya.Salam>Pray.
Darmanto,
— 23 Januari 2009 jam 3:45 pm
Terima kasih buat artikel pak Pray yang menarik & mengingatkan kepada semua orang bahwa siapapun juga pada akhirnya nanti pasti akan menghadap keharibaan Sang Khalik, hanya tinggal waktunya saja yang belum kita ketahui kapan datangnya, dan karenanya dalam menunggu tibanya malaikatul maut menjemput roh kita sepatutnyalah kita mengisi dengan amal dan ibadah yang bermanfaat buat diri kita maupun masyarakat.
Kematian psikologis tidak seharusnya terjadi dan dialami oleh seseorang apabila dia memiliki keimanan. Dalam hidup kita janganlah selalu melihat keatas, sehingga nantinya akan membuat kita merasa rendah diri dan merasa hidup kita tidak berarti karena tidak mampu mencapai yang orang lain dapatkan (diatas). Hendaknya kita bersyukur atas segala karunia berlimpah yang telah diberikan oleh Allah SWT dan melihat kebawah karena masih banyak orang lain yang mungkin keadaannya lebih menderita dan sepatutnya kita saling berbagi dengan mereka.
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 3:47 pm
as Darmanto, terima kasih tanggapannya. Iya benar kita harus melihat kebawah, tidak keatas, karena banyak orang yang masih susah. Dan betul kita harus mensyukuri nikmat yang diberika oleh Tuhan kepada kita. Tetap mau berbagi kepada sesamanya ya.Salam>Pray.
nuni,
— 23 Januari 2009 jam 3:49 pm
“mati psikologisnya” dalam tanda kutip koq pak jadi belum yang sebenarnya. Karena saya nyusun proposal koq nggak selesai-selesai padahal penelitian sudah jalan jadi ada beban moral sama pembimbing. Maklum sekolahnya disambi kerja pak jadi disana dioyak-oyak pembimbing disini dioyak-oyak bossss. Alhamdulillah beban sudah lepas, jadi sekarang sudah “hidup” lagi. Sesuai saran Pak Pray mumpung long week end mau relax sesaat pak. Terima kasih.
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 3:50 pm
Iya, kok Nuni, I know…maksudnya sementara offline dulu dari kompasiana ya. Benar itu, sangat perlu relaxation, saat long week end, kan agak lama dari Sabtu sampai Senin…Have a nice long week end. Salam>Pray.
iskandarjet,
— 23 Januari 2009 jam 3:57 pm
“Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” [QS. al-A'la (87) : 17]
Sedikit mengomentari kategori kematian psikologis yang bisa dialami oleh siapapun, mulai dari orang kaya, orang miskin, orang sehat, orang renta. Kematian ini boleh saja diawali dengan post power syndrom, di saat seseorang merasa kehilangan kekuasaan, keterkenalan, kesibukan dan ritme hidup yang dulu dijalaninya di usia produktif.
Begitu pensiun, dia seperti orang yang dicerabut dari jalan tol yang ramai dan dinamis, dan dipaksa masuk ke tempat sepi menanti datangnya akhir hayat. Mulai dari titik inilah hidupnya mulai goyah dan kehilangan arah. Tidak ada target yang harus dicapai, tidak ada perencanaan yang harus disusun panjang, tidak ada tekanan terstruktur dari atasan. Artinya, dia merasa tidak ada lagi alasan untuk terus menghirup napas di bumi ini.
Tapi kondisi seperti ini tidak berlaku bagi orang yang memahami betul (dalam bahasa agama disebut mengimani, meyakini) akan hadirnya Hari Akhir. Tidak berlaku bagi mereka yang mengejar kebahagiaan Akhirat lebih dari kesenangan dunia yang fana. Setiap orang beragama memang tahu ada hari kiamat, tapi tidak semua orang meresapi dan mengimaninya dengan benar.
Sekedar memberi contoh, ibu saya merupakan salah seorang yang bisa membebaskan dari kematian psikologis. Di usianya yang menjelang 70 tahun, tidak ada gairah hidup yang surut dan tidak ada kata istirahat atau berkurangnya aktifitas. Tetap ada semangat dalam hidupnya. Semangat untuk meraih kebahagiaan akhirat. Kesungguhan untuk bisa menikmati manisnya balasan Allah yang akan diberikan kepada ummat-Nya.
Ibu saya senang bercerita, semata-mata untuk memberikan tauladan bagi anaknya. Sehari saja dia bangun lewat dari jam 3, esok paginya dia pasti mengeluh. Waktunya untuk beribadah malam jadi berkurang. Apalagi kalau badannya kurang sehat, dia langsung sedih karena tidak bisa lagi menikmati ibadah harian. Siangnya dia mengisi waktu luang dengan membaca, mengajar dan aktifitas sosial lainnya.
Jadi beruntunglah orang yang diberi umur panjang, namun dikurangi dari kesibukan dunia. Dia bisa melampiaskan kerinduannya kepada Allah dengan beribadah dan bersedekah. Karena sesungguhnya kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
Wallahu a’lam.
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 4:06 pm
Iskandar, Terima kasih telah memberikan tanggapan. Apa yg disampaikan jelas melengkapi apa yang sudah terekam dalam artikel tersebut, inilah sukanya apabila sebuah artikel juga ditanggapi oleh penulis sesama, pasti ada tambahan wawasan, sekaligus dengan contoh2nya, salam untuk ibunya ya…Ibu saya juga masih fresh dan masih hebat walau sudah berumur 87 tahun,…terima kasih sekali lagi.Salam>Pray.
yulyanto,
— 23 Januari 2009 jam 4:10 pm
Alhamdulillah, kabar saya baik Pa’ Pray,
Memang sudah agak jarang posting di Kompasiana nech pak!…, biasalah Pak, “Blogger Kelas Pekerja”, lagi sibuk sama kerjaan…
Tapi, saya masih tetap konsisten “Nge-Blog” disini kok, sekedar berbagi dengan para “Blogger Kompasiana” yang semakin hari semakin bertambah dan tulisannya pun makin seru dan berkelas…..
Meskipun dah jarang posting, setiap hari pasti saya sempetin untuk mampir di salah satu “Rumah Maya” saya ini pak!….. Sudah cocok hawanya, dan sangat bersahabat auranya…….
BTW, Pa’ Pray sudah mulai menjadi “Seleb Blog Kompasiana” nech, banyak penggemarnya, terbukti dari banyaknya komentar yang masuk pada hampir semua tulisan yang bapak sharing…..
Luar biasa dan selamat pak, gak sia-sia usaha Bapak menggagas “Public Blogger” ini…….
Salam Blogger,YULYANTO*…dah gak sabar menghadiri “Kopdar Kompasiana”…, tuk ketemu Pa’ Pray…. he…he….*
Blogging at:http://www.yulyanto.comhttp://www.kompasiana.comhttp://mybusinessblogging.com/stock-market/http://mybusinessblogging.com/indonesia-business/
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 5:02 pm
Iya betul Yul, jangan kalahkan urusan pekerjaan, itu pokoknya, blog ini adalah hobinya kan…nah kalau saya dibalik…blog ini “main” saya, kalau kerja adalah hobi…he,he,he payah ni orang tua satu ya Yul. Betul kita akui bahwa public blogger itu banyak yang “hebat-hebat”, ada dokter, profesor, ada ahli ekonomi, sosial, kemanusiaan, budaya, semuanya menampilkan informasi dan sangat penting untuk diketahui masyarakat penggemar kompasiana. Kini yang dikenalkan Mas Pepih dengan Citizen Journalism juga makin menambah wawasan kita. Disamping itu para journalis dan guest blogger juga muncul dan semakin menempatkan kompasiana sebagai “indie media” yang patut diperhitungkan. Memang ampuh Mas Pepih dan para admin atau pengelola Kompasiana ini. Mendatang wadah ini benar bisa diharapkan sebagai tempat panambah wawasan, pencerahan ang santun dan semakin terpelajar. Pembaca semakin banyak, rating yang terekam di Alexis semakin membaik. Persahabatan semakin mengkristal bagi penulis dan penanggap, keduanya berinteraksi hingga artikel menjadi semakin lengkap. Banyak pembaca yang mengatakan bahwa mereka juga punya hobi membaca tanggapan2 yang beraneka ragam. Alhamdulillah kalau artikel-artikel saya banyak yang menanggapi, artinya kan banyak dari kita yang “care” terhadap masalah yang saya angkat. Ok, walau Yulyanto adalah sahabat virtual saya, kita kan belum pernah bertemu, tapi kita seperti sudah mengenal lama. Terima kasih ya…Salam juga untuk your wife>Pray.
nda ndot,
— 23 Januari 2009 jam 5:48 pm
Sore pak Prayit,
sekedar menambahkan saja. kalau pak Pray berbicara tentang kematian saya akan bicara soal hidup. tentang orang2 yang tidak akan pernah mati.orang2 yang demikian adalah orang yang begitu besar jasa2nya dan karya2nya yang bermanfaat untuk orang banyak. orang2 ini akan terus dikenang, namanya akan selalu hidup meski jasadnya telah terkubur sekian puluh tahun. oleh karena itu, selalu berbagi ilmu, pengalaman, tetap berkarya dan memberikan sumbangsih baik tenaga, pikiran atau karya2 lain untuk kemaslahatan merupakan jalan untuk kita untuk tetap hidup…
soal golf, kata temen saya yang golfer, beliau bilang golf itu untuk mengalahkan diri sendiri, mengendalikan emosi dan belajar respect kepada partner main kita (beliau tidak menyebut lawan main). selain mengajari kami swing yang benar, beliau juga mengajarkan etika dan tata krama selama bermain golf. wah ternyata ada juga yah filosofinya.
tapi buat saya next time aja deh buat golf. travelling, martial art dan fotografi cukup lah buat second life sementara ini..sekedar untuk menyeimbangkan hidup..have a good week end pak..
Prayitno Ramelan,
— 23 Januari 2009 jam 6:52 pm
Nda-Ndot, terima kasih Mas tanggapannya. Betul itu, selama kita hidup maka kita juga harus memikirkan nanti kalau kita mati apa yang ditinggalkan???Harimau mati meningalkan belang,gajah mati meninggalkan gading, nah kalau blogger mati yang ditinggalkan adalah karya tulis yang terekam di sebuah atau beberapa blog, menyebar kemana-mana. Justru itulah Nda ndot, saya bersemangat menulis agar ada kenangan untuk masa nantinya entah kapan?Sebuah karya yang dibuat dengan kejujuran…itu saja kok.Wah untuk second lifenya hebat tuh…travelling, martial art dan fotografi. Sama ya kita sependapat bahwa hidup harus diseimbangkan agar kita bisa menikmati hidup itu…Have a good week end juga ya…3 hari ni. Salam>Pray
Novrita,
— 24 Januari 2009 jam 12:04 am
Wah…. rame nih forum pak Pray, padahal yang dibahas bukan tentang politik yang notabene adalah spesialisasi pak Pray (kalau yang ini saya sih yang mengkategorikan demikian..)Banyak comment yang masuk semakin menambah bobot artikel ini.
Menjelang usia tahun ke -62 bukan berarti meredup, tapi semakin semangat. Itu hal yang patut kita contoh.
Kematian memang tidak harus dipersiapkan oleh yang sepuh saja, tapi oleh kita semua di setiap angkatan usia. Kematian bisa menimpa kita kapan saja. Untuk itulah kita semestinya terus meningkatkan kualitas ibadah kita selagi kita masih hidup dan ‘hidup’sebagai bekal nantinya.
Terima kasih pak Pray…. untuk bisa mengemas dan menyajikan artikel pencerahan ini.Pasti Dewo akan semakin bangga .akan Eyang Kakung nya… Btw, it’s 24 january 2009 … It’s Dewo birthday pak…
Prayitno Ramelan,
— 24 Januari 2009 jam 1:30 am
Terima kasih banyak ya Novrita atas tanggapannya, wah sampai lewat tengah malam masih menyempatkan diri menanggapi. Maaf tadi saya pulang sudah ngantuk sekali, maklum kalau Jumat malam kan seperti biasa “learn to relax and enjoy life”…MEOK istilahnya Pak Chappy, Makan Enak Omong Kosong…sambil gabung dengan komunitas Jazz, saya coba menyanyikan lagunya Chrisye(Alm) yang dinyanyikan oleh Ariel Peterpan itu…dengan irama Bosas, wah pada heran kok Ariel jadi tua dan gemuk. Terus karena tidak PeDe minta didukung Caroline ex Dewa Dewi …lengkap deh tu lagu. Inilah bukti bahwa karya seseorang semasa hidup akan terus dikenang, seperti karya-karya dari Chrisye itu. Lho kok menenggapi arikel kematian larinya ke Jazz…?? Iya benar Novri, manusia harus mikir kalau suatu saat dia akan mati juga, dan mengingat semua agama mengajarkan agar kita harus berbuat baik dan beribadah semasa hidup (tidak ada kan Agama yang mengajarkan kita agar berbuat jahat), maka kita ya harus berbuat baik. Oleh karena di Face Book saya juga menulis tentang kematian itu, baca note saya? “Peluklah Ibumu dan ciumlah dia semasa masih bisa, karena suatu saat nanti dia akan meninggalkanmu”…itu kalimat saya dapat dari acara Pak Mario Teguh. Btw, terima kasih ucapan ultah untuk my grandson, he is 3 years old to day. Salam Hangat dan Selamat Berlibur.>Pray.
palawija,
— 24 Januari 2009 jam 4:01 am
Terima kasih pak Pray telah menambah wawasan qt sbg manusia sayangnya belum ada orang yang berpengalaman mati yang sebenarnya bukan mati suri ya jadi tidak bisa diceriterakan sebenarnya yang penting kita tahu bahwa Tuhan penyayang umatnya spt lagunya Titik Puspa, kita dikandung ibu 9 bln dan lahir ke dunia kita tidak ingat/merasa sakit atau tidak senang atau tidak pada waktu itu baik selama dlm kandungan maupun saat lahir dan menangis kita tidak tahu juga arti tangisan yang sebenarnya, demikian juga klo kita mati nantinya bagaimana hanya Tuhanlah yang maha tahu .
Prayitno Ramelan,
— 24 Januari 2009 jam 7:10 am
Mas Palawija…iya benar, cerita mati suri memang sudah beberapa tertulis, seperti kisah yang diposting Yulyanto diatas, tapi kalau yang mati benaran dan hidup lagi saya juga belum pernah membacanya. Dan emmang itu hanya menjadi rahasia dan Tuhanlah yang maha Tahu. Jadi Mas, ya sudah kita jalankan saja perintah ibadah dan menjauhi larangan2 dari agama yg kita anut, terus berdoa, selama hidup harus berbuat baik, membersihkan hati, menolong mereka yang susah, beramal, mencintai keluarganya, santun, tidak memfitnah, berbakti kepada bangsa dan negara…dan banyak lagi ya kalau mau disebut. Intinya jadi orang baik, kira-kira begitu ya. Begitu ya Mas.Salam Hangat>Pray.
Kepada para teman, sahabat yang merayakan, Selamat Tahun Baru Imlek 2560/2009, “GONG XI FAT CHOI”, semoga semua sukses dan berhasil usahanya dan Rukun keluarganya. Salam Hangat…Prayitno Ramelan
TITAH SOEBAJOE,
— 24 Januari 2009 jam 7:23 am
Saya seneng Cak, sampeyan nulis segala macem, mulai politik sampai mati. Tapi yang saya heran itu banyak orang berbicara mati, tapi belum pernah mengalami mati. Lha yang sudah mati tidak pernah mau bicara pengalamannya. Kenapa itu Cak. He,he,he, sepuarne Cak
Prayitno Ramelan,
— 24 Januari 2009 jam 10:39 am
Mas Bajoe….iya ini iseng buat sharing idea saja, kan memang mati itu rahasia kan ya, yang banyak disiskusikan banyak orang yg belum pernah mati, ada beberapa mati suri, menakuitkan ya cak, coba baca postingannya Yulyanto itu dalam tanggapannya diartikel ini…menakutkan sekali. Kalau sudah tua.lama2 memang takut juga ya..tapi benernya kalau orang mati kan tidak urut umur kan ya…kita pasrah saja deh…..Selamat liburan ya.
Darmanto,
— 24 Januari 2009 jam 2:26 pm
Semalam Kick Andy di Metro TV membahas tentang kematian juga, dimana dibahas mengenai seseorang yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya sudah ‘divonis’ tidak akan berumur panjang lagi oleh dokter. Yang sangat menarik adalah mereka tetap semangat dan berjuang untuk tetap hidup hingga ajal menjemput dan dalam sisa hidup yang masih ada mereka melakukan sesuatu untuk dapat terus dikenang oleh yang masih hidup….sangat menarik & inspiratif sekali.
Prayitno Ramelan,
— 24 Januari 2009 jam 10:49 pm
Itu sebuah contoh kepasrahan yang luar biasa ya Mas Darmanto, biasanya kalau seseorangmendapat vonis tentang sisa umur maka langsung akan “down”, panik, tidak tahu harus bagaimana, umumnya semangatnya akan drop, tidak ada gairah, stres berat hingga depresi, tapi ada orang-orang tertentu yang dengan pasrah bisa menerimanya. Ini yang harus kita kagumi, tekanan yang dialami sebenarnya jauh lebih berat dibandingkan dengan mereka yang mengalami kejenuhan atau tekanan ekonomi, tapi karena imannya kurang kuat, kadang yang sudah divonis tidak akan berumur panjang jauh lebih tenang dan mampu semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Begitu ya. Salam>Pray.
yulyanto,
— 24 Januari 2009 jam 11:07 pm
Okay Pa’ Pray…
Suatu hari nanti saya juga berharap bisa seperti P’Pray, blog utamanya, kerja hobby-nya…. he…he…he… semoga…
Oh iya, happy birthday buat Grandson-nya ya pa, dan salam juga buat keluarga…..
Keep Blogging http://www.yulyanto.com
Prayitno Ramelan,
— 25 Januari 2009 jam 6:14 am
Yul, kalau sudah tua kan tidak harus kerja nine to five terus, wah capek deh…saya sudah 35 tahun begitu…kemana-kemana lagi tugasnya, nah disaat usia senja ini kerjanya Golf, Ngeblog, dan hobinya kerja sedikit2. Dan terima kasih ucapan birthday untuk my grandson Dewo. Salam juga untuk keluarga ya Yul. Pray.
Julius Cesar Hassan,
— 30 Januari 2009 jam 8:07 pm
Selamat Malam Pak Pray,Terima kasih atas artikel yang sangat menyentuh ini,Untuk menghadapi Kematian disarankan Bagi Umat Islam agar mendatangi Orang yang Wafat / Meninggal,sebagai peringatan bagi yang Hidup, bahwa Ia akan seperti itu.Jika kita Mati suatu hari kelak, jangan Lupa yang akan dihisab ALLAH adalah NIAT Kita. Jika kita Melakukan sesuatu, Apakah yang menjadi NIAT Kita ? Kalau Niat nya Baik, itu Belum Cukup, Apakah juga dilakukan secara Baik dan inipun Belum Cukup, Apakah Dengan Menggunakan kata – kata yang Baik pula. Jika semuanya ini sudah Baik, maka InsyaAllah akan mendatangkan Hal –hal yang Baik pula, jadi Tidak Usah Takut selama Kita masih Hidup….., Kesempatannya selalu Tersedia. Walaupun Kita tidak Tahu kapan Malaikat Maut akan menjemput Kita.Allah bukanlah Zat yang senang menghukum hambanya, yang menghukum hamba allah atau kita adalah perbuatan – perbuatan Buruk yang kita lakukan sendiri pada saat kita Hidup di Dunia ini. Semoga jika kita harus menghadap yang Maha Kuasa alias Mati nanti dalam Keadaan Baik dan dikenang sebagai Orang Baik. Aaammmiiieeennn…
Prayitno Ramelan,
— 30 Januari 2009 jam 11:09 pm
Mas Julius, terima kasih telah menanggapi dan memberikan pendapatnya. Saya sependapat, kalau kita “melayat” orang meninggal, seharusnya kita disadarkan bahwa siapapun juga hanya tinggal menunggu waktu dan giliran ya. Dan terima kasih tentang penjelasannya, jelas akan bermanfaat bagi kita yang membaca. Kita swemua memang kalau bisa meninggal dalam keadaan baik, meninggalkan suatu kebaikan yang bermanfaat bagi yang ditinggakan. Begitu ya…Salam>Pray.
Julius Cesar Hassan,
— 31 Januari 2009 jam 9:51 am
Jika kita sebagai Hamba Allah, mendapatkan atau dipertemukan dengan Peristiwa yang Kurang Baik / Tidak Baik, Kita perlu berpikir sejenak bahwa Peristiwa ini terjadi karena ada salah satu dari 3 Hal diatas yang Belum Baik , ( Niat – Cara Cara– Kata Kata )…..
Apakah dengan Peristiwa – Peristiwa Di Dunia saat ini, termasuk Peristiwa diTanah Air Kita ( Wabah Penyakit, Gunung Meletus , Gempa sampai dengan Tsunami, Pertikaian antara kelompok Ras, Suku dan Agama ), berhubungan dengan 3 Hal – Hal Baik diatas ? Hanya Allah Yang tahu…..
Marilah mulai saat ini, Kita sebagai anggota masyarakat untuk berintrospeksi, demi Hidup dan Kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara yang lebih Baik, lebih Aman dan lebih Sejahtera.
Prayitno Ramelan,
— 31 Januari 2009 jam 11:42 pm
Julius, bagus pendapatnya tentang Niat, cara dan kata…..awalnya ada dihati, pelaksanannya dipikirkan oleh otak…mulutlah yang menheluarkan kata-kata…ada nasehat “hati-hatilah dengan mulutmu, karena mulutmu adalah harimaumu, apabila tidak hati2 maka harimau itu akan memakanmu”…karena itu dalam berkampanye para elit agar menjaga dan mengendalikan mulutnya…begitu ya.>salam.Pray
evy,
— 18 Februari 2009 jam 2:18 am
saya senang sekali bisa membaca tulisnnya, saat ini memang saya sedang mengalami ancaman yang diberikan oleh satu keluarga karena sakit hati ( menurutnya ) saya sangat shock apalagi sudah menyebutkan anak - anak saya. akhirnya saya berpasrah saja kepada yang maha kuasa, dan saya terus melakukan apa yang ada di dalam tulisan ini. semoga saya mendapatkan apa yang saya inginkan yaitu dapat mengahdapi ancaman ini dengan legowo, boleh takut tapi bukan ketakutan, boleh santai tapi tidak lengah, tetap waspada bukan curiga dan tetep berdo’a. terimakasih pak…
Prayitno Ramelan,
— 18 Februari 2009 jam 5:04 am
Mbak Evy, terima kasih dengan tanggapannya. Saya faham anda sebagai seorang wanita telah shock mendapat tekanan berupa ancaman dari sebuah keluarga karena sakit hati. Manusia itu didalam hidupnya akan sellalu mendapat ujian dan cobaan, kini tinggal terserah bagaimana dia mensikapi semuanya itu. Selain itu hal yang terpenting adalah bagaimana anda mengambil keputusan, kini dalam menghadapi ancaman, hadapi masalah itu, dudukan dulu hati anda pada posisi jangan takut. Anda didunia ini takutlah pada Tuhan, jangan pada manusia. Kan Evy tinggal dinegara hukum jadi orang tidak bisa berbuat semaunya, mengancam, mau berbuat kekerasan, tinggal lapor polisi. Kalau bisa anda cari keluarga yg sangat berpengaruh, minta dia menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah. Langkah yg anda lakukan dalam menghadapi ancaman itu sudah benar, tidak usah tertekan batin itu, yg rugi diri sendiri, tidak usah terlalu membenci, yg rugi kan juga diri sendiri, mereka yg dibenci enak2 tidur, kita yg membenci membawa gambaran orang itu setiap saat. Begitu ya Evy, tetap bersemangat!! Jangan lupa terus berdoa.Semoga bermanfaat. Salam>Pray
taufik,
— 2 April 2009 jam 8:36 am
assalamu ‘alaikum, innalillahi wa inna ilaihi ra’jiun “sesungguhnya kita berasal dari tuhan dan akan kembali ke tuhan”bagi orang yang sudah syahadatain/menyaksikan wujud tuhan ruhnya akan moksa/ kembali ke tuhan tetapi bagi orang yang belum syahadatain ruhnya akan gentayangan/ menjadi jin makanya bijaksana sekali orang jawa dahulu selalu menyajikan sesuguhan apa yang disukai orang yang sudah meninggal dari keluarganya agar supaya bisa kembali berkumpul walaupun sudah berbeda wujud dan tidak gentayangan kesana kemari dan keluarganya selalu berdo’a agar bisa segera dibangkitkan kembali dan tidak berlama lama dialam barzakh.terimakasih dan wassalamu ‘alaikum
Prayitno Ramelan,
— 2 April 2009 jam 12:30 pm
Mas Taufik, Walaaikumsalam, terima kasih tanggapannya. Terima kasih juga informasinya itu, mudah2an kalau dipanggil nanti ruh kita sudah syahadatain ya, sehingga akan kembali kepada Tuhan. Dan memang keluarga yang ditinggalkan sebaiknya selalu mendoakan mereka yang telah mendahului. Salam ya>Pray
Vicky Laurentina,
— 25 April 2009 jam 8:09 am
Mati roh, tidak bisa dicegah. Roh yang pergi tidak bisa kembali lagi.Mati biologis, menjengkelkan. Nyawa masih ada, tapi badan tidak berfungsi. Tidak ada yang bisa dilakukan selain berdoa supaya berlanjut jadi mati roh sesegera mungkin.Mati psikologis, hanya layak dikasihani, tapi tidak perlu terus diratapi. Kalau badan masih berfungsi, bisa jadi alat untuk mengembalikan jiwa yang sedih, karena otak masih bisa diprogram untuk berpikir positif.Jangan mati..! (kalau Tuhan memang belum mau kita mati roh..)

Jumat, 23 Januari 2009

Babak Baru AS, Obama Dan Teroris


Oleh Prayitno Ramelan - 21 Januari 2009 - Dibaca 610 Kali -

Malam tadi kita menyaksikan sebuah acara spektakuler pelantikan presiden sebuah negara “super power” Barack Hussein Obama yang secara luas disiarkan keseluruh dunia. Pelantikan yang dihadiri sekitar dua juta orang dan milyaran pasang mata diseluruh dunia dikemas dengan sangat megah dan antusias. Seorang artis melukis foto Obama dan menuliskan sebuah kata “hope” dibawahnya. Hope adalah harapan, harapan yang sangat besar rakyat Amerika dalam menyongsong masa depan, yang juga harapan dari banyak negara didunia, kini terletak dipundak Obama.

Obama menjadi presiden ditengah situasi yang memburuk yang memukul AS dan mengimbas keseluruh dunia. Dia mengingatkan rakyat AS bahwa tantangan yang dihadapi tidak mudah, dia mengajak seluruh bangsa untuk selalu penuh harapan dan meminta seluruh rakyat untuk memikul tanggung jawab pribadi dan bersiap-siap menghadapi masa-masa sulit ke depan. Obama akan lebih mencurahkan perhatian pada masalah ekonomi selama 16 bulan ke depan.

Selain ekonomi, Obama juga akan menutup kamp tawanan di Guantanamo Bay, Kuba, mengurangi pasukan di Irak, serta menambah pasukan di Afghanistan. Dalam pidato pelantikan yang telah dipersiapkan, Obama menekankan “tantangan yang dihadapi oleh AS adalah nyata” dan “tidak akan dapat dituntaskan dalam waktu dekat.” Namun, presiden kulit hitam pertama di AS ini menekankan “masalah itu tetap akan dituntaskan.”(kompas.com 21/1). Selanjutnya dikatakan “Bagi dunia Muslim, AS akan menempuh cara menciptakan hubungan baru secara langsung melalui hubungan saling menghormati dan mengedepankan kepentingan bersama,” kata Obama. “Bagi para pemimpin dunia yang berupaya menabur konflik atau menyalahkan keterpurukan masyarakatnya kepada Barat - ketahuilah bahwa masyarakat kalian akan menilai dari apa yang kalian bangun, bukan yang kalian rusak,” tegas Obama.

Dilain sisi masalah terorisme, ini akan menjadi perhatian yang serius. Sebelum pelantikan, Presiden terpilih Barack Obama Rabu (14/1) mengatakan bahwa Al-Qaeda dan Osama bin Laden tetap ancaman nomor satu bagi keamanan AS, setelah sebuah rekaman suara baru muncul dari Osama. “Kami akan melakukan apa saja semampu kita untuk meyakinkan bahwa mereka tidak dapat menciptakan tempat berlindung yang aman yang dapat menyerang Amerika. Itulah garis dasarnya,” Obama menambahkan.

Kini Obama dihadapkan pada dua masalah pokok yaitu masalah dalam negerinya memperbaiki perekonomian dan kebijaksanaan politik luar negerinya yang pada delapan tahun terakhir banyak diwarnai kekuatan keras atau militer (hard power). Kebijakan politik luar negeri presiden Bush khususnya dalam memerangi terorisme dinilai menjadi tidak produktif, banyak mengorbankan nyawa, harta dan nama baik AS. Kini Obama akan mengambil langkah tegas dengan menarik pasukannya dalam 16 bulan dari medan tempur yang sia-sia di Irak. Obama akan memfokuskan palagan tempurnya di Afganistan dimana sel-sel teroris sebagai musuh besarnya berada. Pentagon terlihat sudah menyetujui untuk menambah 30.000 pasukan untuk digelar di Afganistan.

Calon menteri luar negeri AS, Hillary Clinton, pada 12 Januari 2009 telah memaparkan pemikiran-pemikiran kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, dia memaparkan smart power (kekuatan pintar) dalam kebijakan-kebijakan luar negeri negara adidaya tersebut. Strategi ini memiliki prospek yang baik untuk memenangkan hati komunitas internasional.
Dalam konteks mengatasi ancaman dan perseteruannya dengan kelompok teroris internasional, nampaknya Obama menyadari betul bahwa ancaman teror terhadap AS harus diselesaikan dengan gabungan smart dan hard power. Obama akan melakukan tekanan lebih serius terhadap kelompok-kelompok teroris di Afganistan dan dia akan menetralisir pengaruh terorisme di negara-negara muslim.

Osama Bin Laden adalah produk budaya yang memperkuat rasa permusuhan, rasa tidak percaya dan dan kebencian mereka terhadap Barat khususnya AS. Budaya ini tidak mendewakan terorisme tetapi menyalakan fanatisme yang sudah ada dihati mereka. Masalahnya bukanlah Osama Bin Laden yakin kalau ini adalah perang suci melawan Amerika, masalahnya adalah jutaan orang di negara-negara Islam kelihatannya setuju (Fareed Zakaria). Inilah sebenarnya masalah yang harus diselesaikan oleh AS. Kini AS dibawah Obama memasuki babak baru dalam membuat negaranya aman dan tenteram. Ancaman teroris harus dinetralisir segera karena teroris memang ancaman utamanya yang nyata dan tak terduga, pernah mengharu birukan AS dengan meruntuhkan menara World Trade Center.

Kekuatan militer akan difokuskan di palagan bergunung Afganistan, membungkam Al-Qaeda, sementara dilpomasi pintarnya akan lebih diutamakan khususnya kepada negara-negara muslim. Bila AS dapat membantu negara-negara Islam dan negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam seperti Indonesia memasuki kehidupan yang lebih maju, bermartabat dan penuh dengan kedamaian, maka hasilnya akan dirasakan oleh Amerika jauh lebih besar dari pada hanya sekedar mengatasi ancaman terorisme. Nampaknya memang jalan ini yang akan ditempuh oleh AS dibawah kepemimpinan Obama. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar didunia, Indonesia harus menempatkan rasa percaya diri yang lebih besar dan pintar dalam berhubungan dengan anak menteng yang kini menjadi penguasa dunia. Mampukah kita memanfaatkan peluang tersebut?

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.

Selasa, 20 Januari 2009

Januari, Bulan Penting Dan Kritis Bagi Sultan


Oleh Prayitno Ramelan - 18 Januari 2009 - Dibaca 671 Kali -

Tadi malam penulis menghadiri undangan seorang sahabat dalam acara yang berjudul MEOK (Makan Enak Omong Kosong), makan nasi uduk dan ribs yang enak sekali dan cerita-cerita omong kosong. Pada acara tersebut penulis bertemu dengan Guntur Soekarnoputra yang menyanyikan sebuah lagu dari Afrika Selatan, dan yang hebatnya Mas To, begitu Guntur biasa disapa masih mampu memainkan gitar dengan piawai.

Penulis saat diberi kesempatan naik panggung, sebelum menyanyikan sebuah lagu dengan judul “There Goes My Everything” , menyampaikan sedikit analisa kepada Mas To, bahwa secara personal saat ini memang elektabilitas SBY berada diatas Mega. Akan tetapi begitu kedua tokoh tersebut dipasangkan dengan cawapres tertentu, apabila Mega mampu memilih pendampingnya yang tepat peluangnya masih besar untuk menang. Meok tadi malam ternyata berlanjut didalam sebuah renungan hingga menjadi sebuah artikel yang merupakan perkembangan dari Mega-Buwono.

Pagi ini banyak diberitakan oleh media massa bahwa tokoh PDIP Taufik Kiemas, suami Mega pada hari Jumat (16/1) telah melakukan pertemuan empat mata selama dua jam dengan Sri Sultan di Sleman, Yogya. Pihak PDIP menjelaskan melalui Effendy Simbolon bahwa pertemuan berlangsung saat kedua tokoh tersebut menghadiri acara temu Alumni dan Dies Natalis UII Yogya. Effendi menjelaskan mahwa pertemuan empat mata itu juga memperbincangkan tentang rencana kedepan terkait hubungan Megawati dengan Sri Sultan dalam Pilpres 2009. Pembicaraan lainnya terkait dengan pemahaman bersama tentang bagaimana melihat keutuhan bangsa dan negara serta pemahaman sejarah masing-masing.

Baik TK maupun Sultan berdiskusi dengan visi masing-masing serta adanya “sharing” masalah yang membelit bangsa ini. Langkah kearah duet Megabuwono dikatakannya sudah semakin mengerucut, walaupun belum dideklarasikan. “Pak Taufik berpesan agar Sultan tetap berada di Partai Golkar, dan ini semacam tahapan finishing touch saja, tanpa mengabaikan calon-calon yang lain” kata Effendi Simbolon. Selanjutnya dikatakannya bahwa Ibu Mega dan Sultan memiliki jiwa kebangsaan yang kuat, cara pandang mereka sama tentang pemerintahan saat ini yaitu pemerintah yang sekarang sudah tidak bisa diandalkan lagi.

Pertemuan antara TK dengan Sultan tidak akan berhenti sampai disitu saja, tetapi akan terus dilakukan dengan intensif. PDIP dikatakannya akan tetap melakukan pertemuan dan menjalin komunikasi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk dengan tokoh-tokoh yang dinilai memiliki potensi sebagai pendamping Mega. PDIP ingin tetap mencari figur yang ideal. Selain Sultan dikatakan oleh Effendi bahwa ada banyak tokoh lain yang masuk daftar buruan PDIP untuk menjadi pendamping Mega. Diantaranya Hidayat Nur Wahid, Akbar Tanjung, Jenderal (Purn) Ryamizard Ryakudu, Jimly Ashiddiqie dan Din Syamsuddin.

Dilain sisi, kubu pelangi sebagai pendukung Sultan, melalui Franky Sahilatua sebagai anggotanya, mengatakan pertemuan hanya membicarakan kondisi kebangsaan dan bagaimana memperbaiki bangsa ini. Dalam pertemuan tidak dibahas soal kemungkinan duet Mega-Sultan, karena Sultan tetap berkomitmen untuk membahas soal cawapres usai pemilu legislatif. Diakuinya akan ada pertemuan selanjutnya.

Dari penjelasan kedua belah pihak, terlihat bahwa nampaknya PDIP mencoba mendapatkan pandangan langsung dari salah satu cawapres yang dibidiknya. Sri Sultan walaupun masih sebatas figur tanpa dukungan kuat parpol besar kini dengan elektabilitasnya yang cukup tinggi merupakan tokoh yang diburu oleh beberapa elit parpol. Setelah Sukmawati yang mencoba mendekatinya, maka kini PDIP yang nampakya “dikejar waktu” akan Rakernas akhir Januari ini mencoba mendekatinya. TK sebagai ujung tombak terdepan PDIP dalam urusan cawapres telah mencoba turun langsung melobi Sultan, nampaknya akan ada pertemuan selanjutnya. Melihat penjelasan anggota tim pelangi Franky Sahilatua, ada sedikir “barrier” dipihak Sultan yang dikatakannya bahwa Sultan akan membicarakan soal cawapres seusai pemilu legislatif.

Dengan demikian, nampaknya Sultan akan melihat hasil pemilu legislatif dari beberapa parpol besar, menengah ataupun Partainya Golkar, khususnya posisi yang menguntungkan pihaknya. Disamping itu Sultanpun kelihatannya akan terus menaikkan elektabilitasnya. Apabila nanti seusai pemilu dan menjelang pilpres posisinya tidak memungkinkan untuk tetap menjadi capres, Sultan kelihatannya akan menurunkan posisi politiknya menjadi cawapres.

Dari hitung-hitungan politik, sebenarnya akan lebih menguntungkan bagi Sultan apabila kini menerima “pinangan” PDIP sebagai cawapresnya Mega. Karena gambaran beberapa hasil survei, kemungkinan besar pada pilpes nanti yang maju hanya dua capres SBY dan Mega. Parpol lain yang berpeluang mengajukan capres adalah Golkar. Apabila ingin menggunakan kendaraan Golkar, Sultan harus mampu dahulu mengalahkan dominasi faksi pendukung JK. Ini berarti medan tempurnya menjadi dua, ditubuh Golkar dan kemudian di Pilpres, enersi yang dibutuhkan akan sangat besar.

Sementara ini posisinya di Golkar dinilai kurang begitu kuat. Bulan ini adalah bulan yang kritis bagi Sultan, beliau harus memutuskan segera, karena PDIP akan membahas dengan serius pendamping Mega pada akhir bulan, bahkan akan memutuskan. Dalam sebuah pertarungan perebutan simpati rakyat, parpol, para capres dan cawapres sebaiknya jangan berspekulasi, kalkulasi sebaiknya dilakukan dengan dasar elektabilitas, hindari informasi “semu” tidak berdasar yang justru sering menjerumuskan. PDIP sebaiknya tidak mengambil Cawapres yang elektabilitasnya rendah, terlebih yang belum mempunyai nilai elektabilitas. Hasil beberapa Lembaga survei sebaiknya dijadikan sebagian dasar pertimbangan, khususnya dalam pengambilan keputusan, karena itulah sarana terbaik dari sebuah pilpres.

Maka, alternatif terbaik Sultan adalah bergabung dengan Mega, dengan tetap menjadi tokoh di Golkar. Artinya, apabila nanti Golkar lepas dari Partai Demokrat dan tidak mengajukan capresnya sendiri, maka besar kemungkinan Golkar akan berpaling ke Sultan. Apabila Sultan bersama Mega, peluang Mega-Buwono sangat besar akan memenangkan pilpres. Pilpres bukanlah persaingan partai, partai adalah kendaraan pengusung dalam memenuhi persyaratan UU Pilpres, inti dari pilpres adalah penilaian publik terhadap figur capres dan cawapres. Dari hasil survei Lembaga Survei Nasional pada tanggal 10-20 Desember 2008 , didapat data bahwa Mega-Buwono apabila pilpres dilakukan bulan Desember mampu mengalahkan pasangan SBY-JK dengan angka 44,8% - 39,1%. Data ini sebuah awal yang sangat baik bagi Mega-Sultan.

Apabila keduanya gagal disandingkan, maka terdapat dua calon yang sudah siap sebagai calon alternatif yang dinilai terbaik sebagai pendamping Mega, yaitu Hidayat Nur Wahid, Prabowo. Keduanya sudah memiliki elektabilitas dan didukung parpol yang kemungkinan akan berada dipapan tengah. Jadi kesimpulannya apabila peluang dari PDIP diambil, PDIP dan Sultan akan sama-sama untung, apabila peluang ditolak, Sultan mungkin tidak akan mendapat apa-apa pada Pilpres nanti. Oleh karena itu bulan ini dapat dikatakan sebagai bulan yang sangat penting, kritis dan harus dihitung benar oleh ”Ngarso Dalem” dan Tim Pelangi. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.

Kamis, 15 Januari 2009

Parpol Yang Mungkin Lolos PT Dan Gambaran Koalisi

Oleh Prayitno Ramelan - 14 Januari 2009 - Dibaca 734 Kali -

Mendekati pelaksanaan pemilu legislatif yang tersisa kurang dari tiga bulan, parpol-parpol peserta pemilu terlihat semakin gencar melakukan upaya kampanye dan sosialisasi ke masyarakat agar mengenal dan kemudian mengharap konstituen mau mendukung partainya. Pada pemilu 2004, posisi parpol terbagi atas tiga kelas yaitu partai papan atas, partai papan tengah dan partai papan bawah, yang disebut orang sebagai partai gurem. Bagaimana kini kita mengukur kemungkinan kedudukan partai-partai tersebut?Ukuran yang paling mungkin dan dapat dipertanggung jawabkan adalah dengan hasil survei. Walau beberapa pihak ada yang meragukan bahwa hasil survei dapat ditunggangi untuk kepentingan partai tertentu, tetapi tetap saja tokoh partai-partai”peragu” itu menggunakan lembaga survei.

Penulis mencoba mengamati hasil dari beberapa lembaga survei yang fakta-faktanya terlihat tidak jauh berbeda, dengan waktu survei yang berdekatan dan dilaksanakan pada jumlah propinsi yang sama. Dari lima Lembaga survei yang diteliti, didapat tiga Lembaga Survei yang dipandang memenuhi syarat sebagai sumber informasi dalam artikel ini. Hasil ketiganya dibandingkan dan kemudian agar lebih “fair” hasil survei ketiganya dijumlahkan dan dibagi tiga, maka didapatlah data-data (angka “average”) yang menggambarkan posisi parpol berdasarkan elektabilitasnya. Ternyata hingga bulan Desember 2008 “hanya” delapan parpol lama dan baru yang memenuhi ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu legislatif yang mensyaratkan ambang batas minimal parlemen atau “parliamentary treshold” (PT) sebesar 2,5%.

Sumber informasi pertama adalah Lembaga Survei Nasional (LSN) Pimpinan Umar Bakri, melaksanakan survei pada 10-20 Desember 2008 di 33 propinsi, jumlah responden 1225, margin of error 2,8%, tingkat kepercayaan 95%. Hasil survei elektabilitas parpol, PDIP (28,2%), Partai Demokrat (19,4%), Partai Golkar (13,5%), PKS (6,2%), Partai Gerindra (6,1%), PKB (4,5%), PAN (3,8%), PPP (2,8%).

Sumber informasi kedua adalah Lembaga Survei Indonesia (LSI) Pimpinan Saiful Mujani, melaksanakan survei pada 10-22 Desember 2008 di 33 propinsi, jumlah responden 2200, margin of error kurang lebih 2,2%, tingkat kepercayaan 95%. Hasil survei elektabilitas parpol, Partai Demokrat (23%), PDIP (17,1%), Partai Golkar (13,3%), PKB (4,8%), PKS (4,0%), Partai Gerindra (3,9%), PAN (3,4%), PPP (3,1%).

Sumber ketiga adalah Lembaga Survei LP3ES, melaksanakan survei tanggal 1-10 Desember 2008, di 33 propinsi, jumlah responden 2490, margin of error 2%, tingkat kepercayaan 95%. Hasil survei elektabilitas parpol, Partai Demokrat (24,2%), PDIP (20,2%), Partai Golkar (15,7%), Partai Gerindra (6,5%), PKS (3,9%), PAN (3,8%), PKB (3,5%), PPP (2,9%).

Dari hasil survei terhadap elektabilitas masing-masing parpol, dan apabila hasil ketiganya dijumlahkan dan dibagi tiga, maka akan didapat angka prosentase rata-rata dengan urutan dari prosentase dukungan besar kekecil. Partai Demokrat menjadi partai teratas dengan dukungan 22,2%, PDIP diposisi kedua dengan 21,8%, Partai Golkar diposisi ketiga dengan 14,2%, Partai Gerindra diposisi keempat mendapat 5,5%, PKS diposisi kelima mendapat dukungan 4,7%, PKB ditempat keenam dengan dukungan 4,3%, PAN ditempat ketujuh dengan dukungan 3,7%, dan PPP ditempat kedelapan dengan dukungan 2,9%. Untuk sementara, inilah kedelapan parpol yang mempunyai kemungkinan besar memenuhi persyaratan ambang batas minimal parlemen (PT).

Dari hasil rata-rata diatas, terlihat bahwa hingga bulan Desember 2008 Partai Demokrat masih menjadi Partai yang mempunyai harapan akan menjadi partai terkuat, posisinya berada diatas PDIP dengan selisih 0,4%, sementara Golkar berada agak jauh dibawah Demokrat dengan selisih 8%. Partai yang mempunyai harapan sebagai partai papan tengah kelihatannya akan diduduki oleh Gerindra, PKS dan PKB. Parpol-parpol lainnya tidak dimasukkan dalam pembahasan, karena sementara ini elektabilitasnya dibawah 2,5%. Parpol yang mempunyai harapan besar akan dapat memenuhi parliamentary treshold adalah Partai Hanura, yang dalam survei LP3ES mendapat 2,5%, survei LSN mendapat 2,0% dan survei LSI hanya mendapat 1,3%.

Kini, bagaimana kira-kira dengan kemungkinan koalisi?. Pimpinan “klasemen” kelihatannya dipimpin oleh Partai Demokrat dan PDIP. Apabila Golkar tetap bergabung dengan Demokrat, yang kemungkinan juga diperkuat oleh PKB, PPP dan PAN, maka kelompok Demokrat akan mengantongi 47,3% suara. Sementara PDIP apabila didukung PKS akan mengantongi angka 26,5% suara. Kedua kelompok dengan koalisi ini sudah memenuhi syarat untuk mengajukan pasangan capres-cawapres. Hasil koalisi akan menjadi sangat jelas setelah PDIP mengambil keputusan siapa pendamping Megawati, yang akan diputuskan pada rakernas PDIP di Solo yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2009.

Kemungkinan terbaik bagi PDIP hanya dua, Hidayat Nur Wahid yang membawa suara PKS (4,7%) atau Prabowo Subianto yang membawa dukungan Gerindra (5,5%). Baik Hidayat maupun Prabowo kedua-duanya sama kuat sebagai capres. Dari perhitungan psikologis, karena lawannya adalah SBY dengan latar belakang militer, mungkin lebih baik yang dipilih Prabowo sebagai pengimbang dalam memenuh keinginan konstituen (”ketegasan”). Apabila Mega memilih Prabowo, kemungkinan PKS akan bergeser ke Demokrat. Apabila Hidayat dipilih oleh PDIP maka Prabowo kemungkinan akan bergabung dengan Demokrat, dan men “down grade” hanya masuk diposisi Kabinet apabila SBY kembali menang.

Kini pertanyaannya bagaimana apabila Golkar akan maju sendiri?. Kelihatannya agak berat bagi Golkar untuk maju sendiri, karena masih dibutuhkan sekitar 10,8% suara, dimana peluangnya hanya dari PKS, Gerindra atau PAN. Golkar harus memperebutkan PKS dan Gerindra dari kubu Demokrat atau PDIP. Mungkin ada benarnya perhitungan faksi dalam tubuh Golkar yang menghendaki bergabung saja dengan Demokrat. Apabila strateginya tidak pas maka Golkar bisa menjadi parpol besar yang “mempermalukan” dirinya sendiri seperti pada pilpres 2004.
Demikianlah informasi dan perkiraan sementara situasi dan kondisi dunia perpolitikan ditanah air menjelang pemilu legislatif 9 April 2009. Fakta dan data yang disampaikan berupa sebuah persepsi publik yang kiranya dapat dipertanggung jawabkan oleh masing-masing Lembaga survei bersangkutan. Memang akurasi data sesuai tingkat kepercayaannya yaitu sekitar 95%.

Tetapi dengan data tersebut, paling tidak gambaran kasar tentang parpol dan koalisi mulai terlihat dan diperkirakan akan lebih mengkristal. Data-data yang sudah terkait tersebut sangat diperlukan bagi sebuah partai politik dan tim sukses untuk menentukan taktik dan strategi dalam memenangkan persaingan yang dirasa semakin berat. Masih tersisa waktu untuk meningkatkan citra baik parpol maupun calonnya masing-masing. Semoga bermanfaat.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.

Share on Facebook

40 tanggapan untuk “Parpol Yang Mungkin Lolos PT Dan Gambaran Koalisi”
imran rusli,
— 14 Januari 2009 jam 11:21 pm
Faktor figur tak diperhitungkan Pak? Dengan mekanisme suara terbanyak apakah partai politik masih bisa membusungkan dada sebagai pengatur negeri ini? Saya pilih sby dan hidayat deh pak, sama-sama terlihat aksinya (meski kecil) menolak korupsi, smentara yang lain masih membujuk-bujuk rakyat dengan sembako, kesejahteraan (sby sudah lakukan dengan pnpm mandiri yang terbukti jalan dibanding program serupa di rezim-rezim sebelumnya), atau program-program akan lainnya. Kalau pemilu legislatif saya golput Pak, tak ada yang pantas diberi suara ha ha, terserah MUI mau cap haram atau apa, emang gue pikirin si MUI yang tak jelas kerjaannya itu? Salaaam Pak.
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 12:14 am
Wah, mau tidur geser dari Face Book, lihat Blog kok ada Mas Imran Rusli nih…jawab dulu ah…Iya saya memang dalam artikel ini hanya membahas kekuatan dan pengaruh parpol terhadap konstituen. Faktor Figur jelas berpengaruh besar…karena artikel2 sy yg kemarin2 banyak juga membahas figur2 tsb. Ya boleh saja anda pilih SBY-HNW, pasangan kuat juga itu. Pemilu legislatif Golput krn tak ada yg pantas diberi suara…mungkin masuk Golput ideologis ya…tidaklah MUI sy kira tdk memutuskan Golput Haram. Kan Orang yg ahli agama tdk akan sekeras itu, menyarankan saja kali ya…Ok, terima kasih tanggapannya Mas Imran…sy ngantuk skl ni.Salaaaam juga>Pray
Atikah,
— 15 Januari 2009 jam 6:12 am
Ketiga Lembaga Survai di atas semakin lama semakin menunjukkan tidak kredible. Mungkin hasil surveinya sebagai tanda terima kasih dari pihak yang memberi dana. Maka itulah yang dimenangkan. Contohnya ada partai politik yang dalam survai selalu dikalahkan. Tapi hasilnya dalam PILKADAH seringkali menang. Partai apa itu? Amati sendiri !!!
Adapun koalisi Capres-cawapres. Kayaknya Hidayat Nur wahid dopasangkan dengan siapapun bakalan menang. Boleh jadi dia maju sebagai nomor 1 RI, tinggal cari aja wakilnya. OK
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 6:48 am
Mbak Atikah, terima kasih telah memberi tanggapan dan pendapatnya. Boleh-boleh saja kok seperti begitu….namanya juga dunia politik ya, kita boleh pro ke partai atau tokoh manapun juga ok. Sepertinya pendukung dari Hidayat Nur Wahid nih ya?….baguslah itu, artinya mbak Atikah bukan Golput dan akan menyukseskan pemilu dan pilpres. Ayo…digiatkan semangatnya menyukseskan siapa yg mau didukungnya. Kalau saya ya hanya membahas saja, tanpa berpihak kemana-mana. Menyampaikan faakta yg ada. Salam Mbak>Pray.
Danang,
— 15 Januari 2009 jam 8:15 am
aku sih mainya pak Hidayat Nur Wahid dan Pak Tifatul Sembiring yang menjadi capres-cawapres. Tapi sulit rasanya untuk menang.
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 8:24 am
Mas Danang, pendukung PKS memang inginnya ketua partai atu tokoh partainya yg menang, itu wajar kok, tidak apa2, tapi ya memang kalau berdasarkan hasil survei kini kelihatannya seperti anda katakan masih sulit untuk menang.Terima kasih pendapatnya.Salam>Pray.
syam,
— 15 Januari 2009 jam 8:39 am
Saya tidak sepenuhnya percaya dengan hasil survey, saya juga tidak sepenuhnya sependapat dengan “angka average” yang pak pray buat dari hasil survey tiga lembaga survey. Okelah, partai demokrat ada di puncak klasemen dan saya yakin PD akan memenangi Pemilu 2009 ini–juga Pilpres 2009–, akan tetapi untuk posisi kedua seharusnya adalah partai Golkar, bukan PDI P, kenapa Golkar diposisi 2 ? karena Golkar masih punya sisa-sisa kekuatan dan jaringan yang kokoh dan baik. Untuk posisi ketiga, PKS yang layak, baru untuk posisi ke empat dan ke lima PDI Perjuangan dan Gerindra. Kenapa jadi PKS di posisi 3 ? Ini mungkin ada yang tidak dilihat oleh banyak orang, juga elit parpol dan termasuk para ahli survey, PKS satu-satunya parpol yang memiliki kader-kader militan dan mereka terus bergerak hampir 24 jam memperkuat jaringan, mengadakan ribuan kegiatan dan door to door memperluas calon pemilih potensial… Sedangkan PDI Perjuangan hanya mengandalkan nama tenar Megawati saja, pengurus-pengurusnya pada tidur-tiduran saja, mereka tidak sadar nama Megawati tidak laku lagi untuk dijual. Untuk Gerindra, hanya besar karena iklan saja, tidak punya akar dan pemilih loyal…Bagaimana Pak Pray ?
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 8:48 am
Mas Syam, terima kasih tanggapan dan pendapatnya. Menurut saya ya tidak apa-apa kok sebuah pendapat yang tidak sesuai dengan topik bahasan dan ulasan yag dibuat. Karena jelas ada suatu perbedaan sudut pandang dan kepentingan, saya hanya mengulas dan menganalisa data dengan posisi sebagai penulis “indie”, sementara Mas Syam berada diposisi simpatisan sebuah papol. Bahkan saya pernah membaca bahwa Pak Muladi yang Gubernur Lemhannas saja juga mengatakan tidak percaya terhadap lembaga-lembaga survei yang ada, karena katanya dibiayai oleh parpol tertentu.
Sayapun pernah ikut memikirkan hal serupa, dari sisi “netral”, kenapa sih kok orang pada ribut dan tidak percaya pada sebuah hasil survei???Ternyata pernyataan banyak dibuat oleh elit parpol yang “merasa” parpolnya masih hebat, tapi kok dari hasil survei jadi dibawah. Misalnya tokoh2 Golkar mana mau menerima Partai demokrat jauh berada diatasnya…Demokrat dianggap partai baru, baru berkiprah tahun 2004, sedang Golkar sudah berapa puluh tahun berjaya dan menguasai dunia politik di Indonesia, sebagai partai papan atas pada pemilu 1999 dan 2004, eh kok hanya dalam waktu kurang dari 5 tahun rontok dibawah Demokrat.
Secara rasional dan emosional mereka jelas tidak terima. Nah, dari pengamatan saya yg kedua, apabila hasil survei mendudukan sebuah parpol pada posisi lemah, maka elit berpedapat akan menurunkan “citra”, yg jelas merugikan parpol dan tokohnya. Nah, semua geliat dalam dunia perpolitikkan di Indonesia tidak bisa hanya dilihat dan dirasakan berdasarkan sejarah atau “kira-kira” saja Mas Syam, kini terdapat sistem untuk mengukur elektabilitas ya Lembaga Survei itu. Kalau Lembaga Survei tidak valid dan tidak betul, kenapa parpol2 besar menggunakan cara ini juga, PDIP menggunakan survei untuk mengukur kepantasan dan kekuatan calon pendamping Megawati, Golkar juga sama dan kata Pak Muladi akan membuat survei sendiri.
Jadi disini terlihat cara ini yg terbaik. Secara periodik Lembaga Survei juga membuat survei dan memberikan untuk publik, maka saya yakin mereka juga tidak tidak berani main2 karena yg mereka jual adalah “kredibilitas”. Oleh karena itu saya hanya memilih tiga dari lima lembaga survei yang saya teliti hasil surveinya terhadap parpol-parpol, mirip, tidak “njomplang”. Tentang pendapatnya yang menempatkan urutan parpol sesuai keinginan atau analisa Mas Syam ya monggo saja deh. Saya hargai pendapatnya.Gitu ya.>Salam>Pray.
nda ndot,
— 15 Januari 2009 jam 9:03 am
pagi pak Pray,
sangat sulit memang untuk betul2 memetakan kekuatan partai2 politik. meski didukung dengan data dan lebih bersifat ilmiah, toh tidak sedikit orang yang meragukan hasil2 survey dari lembaga2 survey yang kredibel sekalipun. ya itu tadi.. dalam ranah politik, semua berbau politis. segala sesuatu yang memungkinkan untuk meraih simpati dan opini publik pasti tak lepas digarap.
menanggapi hasil berbagai survey, bisa dikatakan survey hanya menjangkau masyarakat menengah ke atas dalam hal intelektualitas. paling tidak terjangkau oleh media komunikasi lembga survey. masih ada lagi kelas2 masyarakat yang tidak terjangkau. dan jumlahnya banyak. sangat banyak. mereka ini cenderung tidak punya idealisme politik, tidak mengenal jago2 nya sehingga kemana suara mereka akan sulit ditebak.
saya kira terlalu dini untuk mengira-ira (wah kok susah bahasanya) partai2 mana yang akan berkoalisi. partai2 politik akan lebih bersifat pragmatis, bahkan pks sekalipun (yang ok lah bisa dikatakan partainya orang2 idealis). glenak-glenik dengan pdip beberapa waktu lalu salah satu buktinya. padahal secara idelogis maupun resouce2nya sangat sulit kedual partai ini disatukan. sikap wakil2 kedua partai ini di parlemen sering kali bertentangan. tapi ya itu kepentingan politik siapa bisa menduga. hasil pemilu legislatif nanti akan sangat menentukan pola koalisi partai2 politik.
saya kok ngenes melihat golkar. sebenarnya partai ini mempunyai infrastuktur yang paling baik dibanding partai lain. mesin politiknya kuat jika dikelola dengan benar. masanya sangat besar jika di garap dengan serius. apakah karena golkar tidak punya figur/tokoh yang mumpuni? setelah soeharto memang saya belum menemukan tokoh lain yang bisa menjadi trade mark nya golkar. berbeda dengan pks, selain memiliki mesin politik yang tangguh, masa yang solid, pks juga punya figur tokoh yang punya nama “cukup baik” di masyarakat. muda, idelais, bersih dan berani sepertinya sudah menjadi ke-khas-an tokoh2 pks. meski memang belum “battle proven”. bukannya banyak tokoh2 idealis yang relatif bersih akhirnya berakhir di jeruji besi setelah berurusan dengan kpk.
sby dan mega masih yang paling berpeluang menjadi “finalis”, tapi mesti berhati2 dengan kuda hitam prabowo. dia sudah berhasil membentuk imej di masyarakt. iklan yang mengena, dukungan dana yang besar, orang2 juga sudah lupa “dosa2″ masa lalunya. sepertinya simpati publik kian besar. wiranto masih harus bekerja keras ya. HNW ok lah.. tapi dia punya segmen yang relatif terbatas.
nda ndot
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 9:15 am
Selamat Pagi juga Nda Ndot, pagi-pagi sudah nanggapi nih…tapi ok kok, saya senang, karena politik memang harus kita diskusikan, agar kita yang mengunakan internet lebih “melek politik” daripada masyarakat pada umumnya. Kan netters itu bisa browsing dan membaca banyak hal ya. Menanggapi yg disampaikan, saya sudah mencoba menjelaskan pada tanggapan terhadap tanggapannya Mas Syam diatas, jadi tidak usah kita diskusikan lagi ya.
Menurut pendapat saya, kunci koalisi akan berada pada berapa suara yang diraih sebuah parpol. Partai Demokrat sudah sangat jelas mengatakan koalisi adalah “power sharing”, artinya siapa yang mau bergabung harus membawa suara, agar nanti kalau SBY menang, Pemerintah akan didukung sebuah kekuatan, syukur2 kekuatan koalisinya bisa mayoritas. Ini saya kira berangkat dari pengalaman SBY sebagai pimpinan eksekutif, merasa terganggu di parleman, walau sudah diupayakan membentuk koalisi mayoritas. Tapi pada kenyataannya beberapa parpol temannya kadang suka “lepas libat”, dan bahkan ada kesan agak menjegal. karena itu koalisi yang akan dibentuk dengannya harus solid.
Oleh karena itu saya mencoba masuk kewilayah ini berdasarkan rata-rata hasil survey, yang belum tentu juga valid untuk dipakai pada bulan Juli 2009 saat pilpres, karena Kita tahu hasil survei valid apabila dipakai saat dilakukan survei. Tapi paling tidak saya ingin memberikan gambaran, sebuah “estimate” berdasarkan fakta-fakta yang ada, agar parpol lebih waspada dan tidak terbuai dengan gambaran semu yg ada. Wah, sayang ya. Saya tahun 2004 pernah berbicara dan berdiskusi dengan salah satu petinggi Golkar (yg sangat tinggi) saat itu, memberikan gambaran bahwa dalam putaran kedua peluang Megawati akan kalah dari SBY, jadi saya katakan kepada teman saya agar Golkar memeberikan dukungan ke SBY dimana ada JK yang orang Golkar, tapi keputusan Partai justru mendukung Mega…terbukti kalah. Para elit berpikir kalau dua “jawara” pemilu, PDIP dan Golkar bersatu akan menang, kenyataannya hasil survei yang betul…., SBY yang menang…nah Golkar akhirnya jadi partai besar dan “gamang” kan…sayang menurut saya.
Tentang PKS yang fenomenal, kiprahnya memang banyak “menggentarkan” parpol lain, terutama parpol berbasis Islam. Saya beberapa kali menulis tentang kehebatan dan kenekatan PKS sebagai partai baru yang pintar dan berani, mampu memanfaatkan momentum. Kalau waktunya cukup baik untuk pemilu ataupun pilpres, PKS bisa menjadi partai yang harus diperhitungkan. Memang dalam kondisi masa kini, masih sulit kelihatannnya bagi parpol Islam untuk masuk kepapan tengah, pada pemilu 2004 dua partai baru Demokrat dan PKS mampu mendudukkan diri menjadi parpol papan tengah. Tapi kini dari hasil survei ini saya melihat kecenderungan yang mendapat dukungan lebih besar adalah Demokrat yang kemungkinan akan masuk menjadi papan atas, sementara PKS kemungkinan masih berada dikalangan papan tengah. Bahkan kompetitor terbarunya Gerindra terlihat sudah mulai menyalib elektabilitasnya. Kenapa? Karena yang digarap Gerindra adalah konstituen nasionalis. Sementara PKS harus berebut dengan partai-partai Islam lainnya. PKS sudah mencoba bergeser ketengah, strateginya memang baik, tapi waktu sudah demikian sempit. Ini harus segera diantisipasi. Memang sulit membentuk opini itu.
Tentang Prabowo, Wiranto dan Hidayat Nur Wahid saya kira masih agak berat untuk masa kini merebut posisi RI-1, karena SBY dan Mega sudah semakin kokoh duduk sebagai dua buah “jangkar”. Begitu ya Nda Ndot. Salam>Pray.
Rukyal Basri,
— 15 Januari 2009 jam 9:28 am
Harus diakui bahwa SBY sukses, kecuali dalam bidang ekonomi. Apalagi kalau kita kaitkan dengan ekonomi kerakyatan, khususnya petani dan nelayan, rapor SBY-JK masih merah. Melihat kecenderungan kekuatan politik PD dan SBY ( yang tentu juga akan makin pede), bukan tidak mungkin kalau sejarah dan strategi pilpres 2004 berulang. Ketika itu SBY tidak memilih cawapres dari ketua partai. Tapi justru figur, yang kemudian partai-partailah yang bergabung ke dalam koalisi PD untuk mendukung. Dulu katakanlah JK adalah figur yang tepat. Dan SBY-JK sukses, kecuali bidang ekonomi. Maka untuk menjawab tantangan peningkatan ekonomi kerakyatan dengan target mensukseskan tahap terakhir (2009-2014) bisa saja SBY akan kembali pede untuk menggandeng tokoh non ketua partai, tapi mumpuni dalam ekonomi kerakyatan.
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 9:35 am
Mas Rukyal Basri, terima kasih pendapatnya, kemana saja nih…kok baru muncul?.Memang pada pilpres 2004 itu parpol masih banyak yang belajar dalam menghadapi pilpres, banyak yang salah perkiraan, bahkan yang menangpun juga kaget. Untuk pilpres 2009, kelihatannya SBY dan partai demokrat sudah memasang harga koalisi tuh Mas, cawapres harus mempunyai elektabilitas yang cukup tinggi, harus didukung kekuatan parpol juga agar bisa membantu Demokrat di DPR, jadi menurut saya kemungkinan besar Pak SBY tidak akan mengambil langkah seperti tahun 2004, pasangan yang bukan apa2, bisa berbahaya Mas, pemilu legislatif dan pilpres sangat berbeda. Walau koalisi parpol besar…tapi pilpres akan lebih banyak ditentukan siapa tokoh yang maju. Saya pernah menulis, ada hasil survei yang menyebutkan apabila SBY berpasangan dengan JK akan kalah bila head to head dengan Mega yang dipasangkan dengan Sultan,HNW ataupun Prabowo. Ini adalah data penting bagi Demokrat, kelihatannya tidak berarti, tapi sangat berbahaya, bisa menghancurkan sebuah strategi yang dibuat dalam waktu yang lama. Nah, disinilah Mas Rukyal, saya berpendapat bahwa pada pilpres 2009 nanti peran cawapres akan besar sekali dalam memenangkan persaingan itu. Begitu ya, Salam>Pray.
prabu,
— 15 Januari 2009 jam 9:43 am
Salam kenal Pak Pray. Weleh… weleh… lembaga survei hebring pisan euy! Lembaga yang paling banyak dirujuk oleh berbagai lapisan masyarakat dalam sewindu ini. Dan juga secara bisnis merupakan usaha yang paling cepat balik modal. Dengan memasang tarif yang semakin tinggi, ternyata tak membuat nyali ciut bagi para elit politik negeri ini mengantri untuk di survei. Sementara rakyat berdesakan ngantri untuk seliter minyak tanah.
Padahal mantera quick accountnya lembaga survei itu tidak ada apa-apanya dibanding mantera trilogi pembangunannya mBah Harto. Jika lembaga survei meklaim dapat mengetahui pemenang pemilu disaat KPUD sibuk menghitung suara terakhir, sebaliknya mBah Harto bisa mengetahui siapa presiden berikutnya jauh sebelum pemilu, hehehe…. Tabik, pak Pray.
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 10:04 am
Mas Prabu, salam kenal juga…itu karikaturnya bagus sekali. Terima kasih sudah menanggapi,memang bisnis ini sangat besar, karena banyak yang perlu, kan berebut kekuasaan uang harus banyak ya, jadi makin teballah dompet para pemimpin survei itu. Namanya orang yang mampu melihat peluang Mas. Kalau jaman dulu yang anda sebut Mbah Harto itu pak Harto, ya betullah selama 32 tahun memang mampu menguasai dunia perpolitikan ditanah air…tidak usah meramal, karena aturannya ya sudah harus begitu. Gitu ya Prabu….Salam>Pray
viant,
— 15 Januari 2009 jam 10:43 am
informasi yang cukup bagus pak Pray, tapi ya itulah .. penggambaran hasil survey ini masih menunjukkan kepentingan partai, golongan, pribadi, bahkan sampai keluarga lebih no.1 ketimbang kepentingan menyeluruh rakyat, tapi ya tetap itu tadi dari rakyatnya sendiri.. apa gak belajar2 atau tersadar dari keadaan2 semacam ini yang terjadi berulang-ulang di negerinya ini.., memang kita wajib memilih / menunjuk seorang pemimpin (apalagi seorang muslim, gak ada istilah golput), tapi ya kita rakyat ini setidaknya teruslah belajar agar dapat memperbaiki keadaan negeri ini pula, jangan lagi lah terbawa hanya suasana hingar bingar pemilu ,kemudian setelah pemimpin terpilih (baik buat pemerintahan mupun parlemen / DPR) nanti gak setuju berkelahi, rakyat lagi jadi alat buat demo (ngerusak lagi..!), mau apa kita rakyat ini kalau begitu2 saja.., banyak sudah informasi mengenai si partai ini atau si partai itu (baik besar maupun kecil) kita lihat sekeliling kita dengan cara2 mereka memajukan calonnya atau tetap menjagokan pemimipinnya yang sudah terpilih, apakah hanya hingar bingar seperti itu yang rakyat mau ini (pembagian ini dan itu, hiburan ini dan itu, janji2 ini dan itu, reklame disana sini), tapi tetap.. juga rakyat ini terhipnotis dengan hal2 tersebut, mungkin gak akan pernah ada suatu parpol dengan calon pemimpinnya atau pemimpinnya yang sudah terpilh mengatakan “kalian rakyat yang mau bergabung dengan kami untuk memimpin negeri ini tidak akan merasakan kesenangan apalagi kemewahan selama rakyat yang kita pimpin tidak merasakan kesenangan dan kemewahan itu”, yang ada selalu ucapan, slogan “mari kita bangun ini dan itu, mari berjuang untuk ini dan itu, dll..”, apakah rakyat tidak bosan seperti itu.., adakah rakyat yang berbicara “parpol.. saya ingin bergabung bersama engkau, tapi saya gak mau dengan pemimpin yang kau tunjuk..” paling juga di lewati begitu saja rakyat tersebut oleh parpol tersebut, bukankah itu sudah menunjukkan bahwa parpol tersebut beserta calonnya atau pemimpin ada maunya..?, mari kita berjuang mencari, menunjuk dan mengangkat pemimpin yang sebaik-baiknya dalam memimpin nantinya agar semakin menaikkan derajat kita sebagai rakyat dan bangsa
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 11:17 am
Viant, terima kasih pendapatnya…bagus juga pendapatnya itu. Memang sulit ya manusia itu, selama dia hidup “complicated”…banyak maunya, emosi, ambisinya banyak yang besar, yang dicari kekuasaan jabatan, uang semua untuk kepentingan dia selama didunia. Banyak yang lupa bahwa hidup didunia ini tidak lama, “hanya numpang lewat”, nah kalau mau berfikir jauh, saya kira siapapun pemimpin itu dia harus mencurahkan hidupnya dalam memimpin negeri ini yang saya bilang aneh bin ajaib, banyak yang aneh2 disini. Sebagai seorang tua diusia senja sebenarnya prihatin sekali, negeri ini kaya tapi kita miskin, negeri ini berbudaya, tapi lihat kita selalu ribut, berkelahi, berintrik ria, menghalalkan cara, yah kapan mau majunya negara ini, kapan mau sejahtera rakyatnya. Saya pikir kita harus berfikir memilih pemimpin yang tegas, berani, rela berkorban, patriot, jujur, pintar, bijaksana,mengerti dan mau mendengar kesulitan rakyatnya…..tapi yang mana ya Viant. Mudah2an dia yang akan dipilih rakyat nanti menyadari bahwa dia akan mengemban amanah sebagai pemimpin negara Indonesia yang kita cintai bersama ini. Begitu ya Viant, mari kita jangan mengeluh, kita sumbangkan pemikiran, tindakan dan sikap kita agar negara kita maju.Salam>Pray.
aramichi,
— 15 Januari 2009 jam 12:10 pm
Yth bapak Prayitno Ramelan
Kalau menurut hitung2an saya sih memang masuk akal hasil survei tersebut termasuk juga proyeksi yang bapak tarik dari 3 lembaga survei. LP3ES sepertinya yang sampelnya paling banyak dan margin of errornya paling kecil 2 %. PDIP memang pendukungnya fanatiknya ya sekitar2 angka itu, berarti tidak terlalu bergeser jauh dari tahun 2004. Sementara menurut saya wajar kalau kenaikan Demokrat & munculnya Gerindra diimbangi dengan penurunan suara Golkar karena mereka bermain di ceruk yang sama, yang satu naik pasti yang satu turun sama persis dengan PKS dan PAN di tahun 2004, PKS naik dan PAN menurun karena segmennya memang sama.
Mengenai Rakernas PDIP, menurut saya terlalu berisiko apabila langsung mengumumkan cawapres pada saat itu juga . Saya rasa rakernas hanya mengukuhkan Megawati sebagai calon presiden, membuat kriteria cawapres, memberikan mandat kepada Megawati untuk memilih cawapres yang akan mendampinginya dalam pilpres. Terlalu berisiko menyebutkan nama cawapres sekarang, saat di mana para tokoh masih sibuk mencalonkan diri sebagai presiden. Saya rasa calon calon yang ditawari tersebut akan jaga gengsi sekarang ini, istilahnya jinak jinak merpati. Akan terasa sakit kalau ditolak sama seperti kalau kita menyatakan cinta eh malah ditolak dengan alasan belum waktunya
Mengenai kemungkinan Hidayat Nur Wahid dengan Megawati , terus terang saya masih ragu karena masalahnya PKS itu mekanismenya berbeda dengan partai partai lain. Kunci PKS bukan di presiden partai tapi dia Musyawarah Majelis Syuro dan mungkin sedikit yang menyadari bahwa kunci PKS adalah Ustad Hilmi Aminuddin apalagi setelah Ustad Rahmat Abdullah wafat. Jadi posisi Hidayat tentu tidak sama dengan Megawati karena Hidayat hanya bisa menjalankan perintah dari Majelis Syuro yang jumlahnya 99 orang, dan suara ketua majelis syuro akan sangat berpengaruh biasanya opsi yang disetujui oleh ketua majelis syuro itu yang didengar. Kalau saya prediksi berdasarkan sejarah dan latar belakang berdirinya PKS, mulai dari kepompong:), kok jauh ya dengan Megawati cs kecenderungan lebih ke mantan tokoh militer….atau tokoh Islam. Kalau Mega duet dengan Prabowo kemungkinannya cukup besar
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 12:14 pm
Aramichi, senang saya kalau anda menanggapi, ada hal-hal yang melengkapi analisa yang saya buat, walaupun ini sebuah analisa kecil dan ringan, tapi kalau para penanggap melengkapi, maka jadilah sebuah uraian, mungkin tidak kalah nij dengan analisa para pakar di media arus utama. Khusus utk Rakernas PDIP, kelihatannya Mas Tjahyo Kumolo sudah mengatakan bahwa mereka akan mengumumkan pendamping Mega nanti, dan Ibu Mega juga saat bersafari ke Makassar mengatakan karena saya wanita maka pendamping saya adalah pria, yang berbobot. Nah, PDIP akan mensosialisasikan pasangan tersebut justrus ebelum pemilu legislatif kelihatannya. Memang ada risikonya, dan pasti cawapres yang akan diumumkan atau dipilih oleh Mega saya kira sudah di hubungi lebih dahulu…benar sih…kalau ngelamar ditolak agak apa tuh…agak “tengsin”, maksudnya malu. Saya kira tidak deh.
Mengenai Hidayat Nur Wahid dengan Megawati, saya kira bisa saja, dalam politik apa sih yang tidak halal, yang dikejar sementara ini kan menang dan berkuasa bukan. Tapi mungkin ada masalah seperti yang anda katakan itu, PKS berfikir, kalau pemilu legislatif mendapat 20% suara akan maju sendiri. Ini artinya kan bisa saja kartu HNW dimainkan sekarang sebagai cawapres Mega, buat jaga2 kalau suara yang diraihnya tidak mencapai target. Kan bisa Kartu dimainkan seperti tahun 2004, kartu JK dimainkan diluar partainya…toh akhirnya JK juga yg jadi Wapres an jadi Ketua Partai. Ini kan terserah kepada pintar2nya para elit dan analis parpol kan Aramichi.Begitu ya…Salam>Pray
Novrita,
— 15 Januari 2009 jam 12:17 pm
Tadi pagi saya baca di koran bahwa ‘Pendukung Abdurrahman Wahid di Surabaya mengalihkan dukungannya kepada seluruh calon legislator PDI Perjuangan. Pemimpin Partai Kebangkitan Bangsa kubu Gus Dur kemarin meneken kesepakatan dengan pengurus PDI Perjuangan di Rumah Makan Taman Sari, Surabaya, Jawa Timur.’ (koran tempo, 15 Januari ‘09). Sempat saya baca juga tentang pertemuan Sri Sultan Hamengku Buwono dengan Sukmawati.Terlihat sudah mulai ada yang bergerak membentuk koalisi. Apalagi pemilu legislatif sudah semakin dekat… peta politik bergerak namun pergerakan masih belum menunjukkan pergeseran yang significant. Masih saja dari survei ke survei hasilnya adalah seperti yang sudah dirangkum pak Pray. Dan memang kenyataannya partai-partai selain yang dikemukakan di atas belum bisa membuat gebrakan yang akan membuat publik menoleh ke mereka.Ada baiknya buat partai-partai ‘kecil’ untuk membenahi dulu programnya, sehingga niat untuk menyuarakan aspirasi rakyat akan dapat terwujud dengan bisa terpilihnya mereka. Kalau hanya mendapatkan sedikit suara kan tidak mungkin mereka terpilih sebagai wakil rakyat.Saya sendiri awam tentang politik, hanya saran saya apabila programnya mengena dan pas buat rakyat..pasti rakyat akan menetapkan pilihan kepada yang ‘kena dan pas’. Ibaratnya begini, jika ada sekelompok gadis cantik,tentu kita akan bingung mau menentukan pilihan ke siapa… Untuk itu perlu gadis yang tidak sekedar cantik, tapi juga prigel, luwes, kreatif, pinter dsb.. yang pada intinya adalah gadis cantik yang punya nilai plus. Yah.. seperti itulah partai yang ‘kecil’ harus punya nilai plus agar menonjol dan menarik perhatian para pemilih.
Gimana .. apa saya sok pinter pak Pray….? Ini cuma belajar jadi pengamat aja lho…, kan saya murid pak Pray…
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 1:52 pm
Novrita, terima kasih tanggapan dan pandangannya ya. Saya pribadi terus terang salut dan kagum kepada sahabat saya ini yang rajin sekali membaca dan menanggapi setiap analisa politik. Jarang sekali ada wanita tertarik untuk berdiskusi masalah yang satu ini, kecuali yang memang bergelut sebagai caleg. Rata-rata di Face Book kalau ngobrol sama saya hanya mengatakan, aduh berat…diskusi politik, enggak nyampe! Wah padahal yg kita bahas disini adalah sesuatu yang sangat 100X penting, karena kita akan menentukan nasib kita dan nasib bangsa kita untuk lima tahun kedepan. Bagaimana kita tidak mau tahu kan, mudah2an di Forum yang baik ini, kita bisa mendapatkan (sharing idea) tentang kondisi perpolitikan dinegara kita. Saya akan berpegang teguh, kepada pengertian “indie”, tidak akan berfihak, jujur saja membahas apa adanya kan Novrita ya. Sudah tua begini, kalau “bohong-bohong” nanti dicatet malaikat…Udah serem.
Nah menanggapi apa yg disampaikan, tentang PKB, memang sayang ya, saat terpenting mau pemilu, bukannya damai tapi malah pecah kapal…dan kini Gus Dur sebagai tokoh panutan kaum Nahdliyin mulai melanjutkan “politik bumi hangus” setelah menganjurkan Golput, kini seperti yg Novri katakan “Pendukung Abdurrahman Wahid di Surabaya mengalihkan dukungannya kepada seluruh calon legislator PDI Perjuangan.” Kelihatannya benar-benar Gus Dur sudah patah arang kepada keponakannya Cak Imin. Maka senyum2lah PDIP para legislator PDIP tadi. Terus tentang pertemuan Sri Sultan dengan Sukmawati itu atas prakarsa partainya Sukmawati, yang menurut beberapa media Sukma mencoba penjajagan ke ubu Sultan.
Iya betul, parpol-parpol belum membuat gebrakan akan koalisi itu, maka saya membuat estimasi kira-kira akan seperti apa sih koalisi akan terbentuk, kalau tidak ada gebrakan lebih lanjut, ada kemungkinan yang bersaing hanya dua calon SBY dan Mega. Parpol-parpol yang kecil, agak sulit bergerak masa kini, ini sebagai imbas krisis ekonomi dunia yang juga mengimbas Indonesia. Suporter atau penyumbang dana juga mulai kesulitan. Nah yg betul seperti yg dikatakan Novri harus membuat program. Jadi kini parpol2 kecil terinjak oleh parpol besar yang mengunci permainan politik di Indonesia melalui UU Nomor 10/2008 itu tentang PT dan UU pilpres tentang syarat pengajuan capres.
Kini 10 parpol dan ratusan caleg maju ke Mahkamah Konstitusi untuk melakukan gugatan Uji Materi terhadap UU tersebut. Jadi kesimpulannya untuk apa ya membuat parpol kalau dana terbatas dan dukungan belum jelas, momentum tidak ada. Banyak ruginya dari untungnya ya Nov…tapi ada juga untungnya…lumayanlah…Ketuanya paling tidak jadi agak terkenal. Begitu ya Novrie, yang disampaikan bagus dan wajar kok, realistis dengan perkembangan yang ada. Kenapa tidak melamar jadi caleg saja, boleh juga tu, saran saya nanti 2014 maju tapi dari Partai Kompasiana. Salam>Pray
Darmanto,
— 15 Januari 2009 jam 2:14 pm
Tulisan dan analisa pak Pray menarik sekali buat dibaca & dicermati, meskipun buat pemilu kali ini saya bersama isteri & 3 anak saya memutuskan untuk tidak memilih alias GOLPUT, karena saya menilai bahwa partai politik beserta caleg yang ada di dapil saya tidak ada yang berkenan dihati sedangkan capres yang akan maju nantinya dapat dipastikan mega & sby, dimana keduanya sudah sama2 kita ketahui track recordnya selama berkuasa….jadi daripada merasa bersalah karena turut berkontribusi dengan memilih caleg ataupun capres yang tidak memihak kepada rakyat, kami sekeluarga memutuskan untuk GOLPUT.
Secara pribadi saya masih percaya dengan hasil survey dari lembaga2 survey yang pak Pray pilih & pergunakan sebagai referensi untuk membuat tulisan ini, karena mereka merupakan institusi yang sudah berdiri sejak lama dan kredibilitasnya dapat dipercaya…sedangkan anggapan bahwa mereka tidak obyektif karena dibiayai oleh parpol tertentu, menurut saya sangatlah salah karena mereka pastinya tidak ingin menghancurkan kredibilitas yang telah mereka bangun dengan memanipulasi hasil survey untuk kepentingan parpol yang membiayai survey tersebut. Lembaga2 survey tersebut memang dapat berfungsi juga sebagai konsultan politik, tapi hal tersebut dilakukan dengan memberi saran & masukan kepada parpol yg menggunakan jasanya agar dapat meningkatkan perolehan suaranya, bukan dengan melakukan ’setting’ atau manipulasi data hasil survey.
Prediksi saya mengenai hasil perolehan suara untuk pemilu nanti tidak jauh berbeda dengan hasil survey, hanya urutannya saja yang berbeda, yaitu : pdip, golkar, demokrat, gerindra. pks, pan, pkb, hanura, dan ppp….sedangkan untuk capres seperti sudah saya tuliskan diatas masih tetap sby & mega yang kembali dimenangkan oleh sby.
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 3:43 pm
Mas Darmanto, terima kasih tanggapan dan pendapatnya tentang hasil analisa, kredibilitas lembaga dan hasil survei yang saya pilih, dan juga keterusterangannya sebagai Golput…golput ideologis nampaknya ya. Dan juga terima kasih atas masukan2nya ya, serta prediksi parpol pemenang pemilu. Memang dari data yang saya olah, hanya valid hingga bulan Desember 2008, jadi bisa saja nanti terjadi perubahan posisi, tergantung aktivitas masing2 parpol serta upaya penaikan citra. Prediksinya ya boleh Mas, SBY X Mega yg menang SBY. Ok Mas Darmanto.Salam>pray.
adhy,
— 15 Januari 2009 jam 4:07 pm
saya pernah menulis agak kurang pd hasil riset. tp untuk tulisan om pray yg ini saya sangat tertarik. karena hasil analis om pray sesuai dengan tren di lapangan.
Para “RAJA” partai sekarang adalah partai demokrat & PDIP. untuk Golkar, saran saya maju saja jangan takut. coba lihat melihat manuver politik PKS. walaupun partai ini masih kecil, tp di mana-mana dengan sangat PD aktif ikut pilkada. walau banyak kalahnya, tp ke-PD-annya mendongkrak popularitasnya, kerjanya, pengalamannya, kematangannya dan kekuatannya. Golkar sebagai partai besar kalo cari aman saja, lama-lama akan kehilangan segalanya.
nah untuk papan tengah, kartu ASnya ada di PKS. Siapapun rajanya kalao ratunya gak cantik wibawanya akan hancur. dan dari beberapa ratu yg ada PKS yg tercantik.
itu dari sisi partai. kalo pun berkembang tidak akan jauh dari itu sampai 2009. untuk presiden masih terus berkembang. pengalaman pilkada, terkadang tidak ada hubungan antara partai dan figur. lihat JABAR. saya orang JABAR. di masyarakat walau hatinya MERAH/KUNING banget, tp “jatuh cinta” pd dede yusuf, ya pilihannya HADE.
gmn om???
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 4:17 pm
Adhy, terima kasih tanggapannya, dan syukur kalau suka dengan analisa yang saya buat, yah hanya itu yang bisa dibuat blogger tua ini. Masukan-masukannya jelas menambah ulassan yang saya buat. Salam ya>Pray.
aramichi,
— 15 Januari 2009 jam 4:28 pm
Yth bapak Prayitno Ramelan & Novrita
Terima kasih atas infonya nih mbak Novrita, saya sama seperti om Pray juga kagum nih terhadap mbak Novrita, selain cantik sepertinya juga punya nilai plus nih he he he he he pasti banyak parpol yang berminat meminang untuk menjadikan caleg, bukan saya gombal loh ya tapi memang kenyataan.
Mengenai Gusdur, sejak kecil saya memang suka tokoh ini, begitu piawai dan cerdas berpolitik. Saya inget dulu manuver dia mendukung Pak Matori ketika perebutan ketua umum PPP tahun 1994, terus ketika dia membentuk Forum Demokrasi dan menolak bergabung ke ICMI sebuah langkah yang tepat menurut saya, terus langkahnya menggandeng 2 srikandi kembar, mbak tutut dan mbak mega pada pemilu 1997, membentuk PKB tahun 1998, langkah dia menitipkan Saifullah Yusuf di PDIP, akhirnya bisa terpilih jadi Presiden tahun 1999 dengan memanfaatkan sokongan poros tengah dan restu kiai Langitan menurut saya itu merupakan bukti kecerdasan seorang Gusdur dalam berpolitik. Sekarang dia menggembosi PKB sama seperti yang dilakukan terhadap PPP di pemilu 1987 hanya bedanya kalau 1987 dia didukung oleh banyak kiai sepuh mungkin sekarang tidak sebanyak dulu karena ada yang sebagian ikut PKNU. Ternyata menurut hasil survei suara PKB menurun drastis hampir setengahnya kalau dulu dapet 10 % lebih sekarang hanya sekitar 4 % hal ini membuktikan bahwa pengaruh Gus Dur masih ada terutama di Surabaya dan daerah tapal kuda. Saya inget dulu memang di Surabaya pendukung Gus Dur begitu fanatik dan banyak, Gus Dur memang termasuk tokoh panutan di sana.
Langkah Gus Dur yang ternyata merapat ke PDIP tidak mengejutkan kalau menurut saya karena sepertinya Gus Dur ingin mengirimkan pesan. Tapi sebenarnya pesannya terutama bukan buat PKB tapi justru pesan utamanya untuk pemerintahan SBY-JK, Gus Dur menyimpan kekecewaan kepada pemerintah terutama menteri kehakiman dalam kemelut PKB kemarin. Jadi ini adalah langkah kuda Gus Dur yang memukul dua sasaran sekaligus yaitu pemerintah dan partai partai utama pendukungnya serta PKB. Jadi dengan memperkuat PDIP yang merupakan saingan berat partai2 pemerintah, Gus Dur secara tidak langsung menghukum pemerintah sekalian membuktikan bahwa tanpa dia PKB tidak ada apa apanya sembari berharap mungkin mendapatkan keuntungan apabila kelak PDIP berkuasa. Seperti kita tau tidak ada makan siang gratis dalam politik. Ini hanya sekedar analisis saya saja belum tentu kejadiannya seperti itu ya namanya juga hanya menebak nebak he he he he.
Novrita,
— 15 Januari 2009 jam 5:20 pm
Wah.. terima kasih mas Aramichi (eh betul mas ya…?). Saya sedang berusaha keras menahan kepala saya supaya tidak terus membesar… Kok ada yang bilang saya cantik…Jangan-jangan salah orang nih…
Btw, saya senang ada yang melanjutkan tulisan pak Pray.. Jadi lebih tahu tentang Gus Dur..Memang beliau adalah tokoh yang cerdas. Manuvernya tidak bisa diduga..
Bukan begitu pak Pray..?
aramichi,
— 15 Januari 2009 jam 6:34 pm
Yth bapak Prayitno Ramelan & mbak Novrita
mbak Novrita, beauty is in the eye of the beholder. Pak Pray kira kira bagaimana dengan faktor Gus Dur ini masih bisakah mempengaruhi perpolitikan dikaitkan dengan koalisi antar parpol maupun antar capres & cawapres karena sekalipun mungkin sekarang mutung dengan PKB tapi pengikutnya ternyata masih banyak. Terus terang saya senang akhirnya Gus Dur tidak menyerukan golput.
Prayitno Ramelan,
— 15 Januari 2009 jam 7:12 pm
Mas Aramichi, Memang Gus Dur tadinya menjadi tokoh yang sangat kuat pada saat beliau solid berada di tengah2 NU dan PKB, tapi kelihatannya kekuatan dan pengaruh beliau saya lihat sudah ter “degradasi” baik oleh pimpinan NU dan Ketua Dewan Tanfidz PKB, kini yang diandalkan adalah kharisma, yang merupakan senjatanya terakhir beliau. Pimpinan NU kelihatannya juga sudah lelah dengan konflik yang berkepanjangan di internal mereka, dahulu saat saya membantu Pak Matori Alm, gambaran perlawanan terhadap Gus Dur sebenarnya sudah nampak walau masih tersembunyi, dalam posisi ini hanya Pak Matori yang berani membawa kemeja hijau. Sejak itulah maka orang baru berani agak terang-terangan melawan Gus Dur, memang Gus Dur itu seperti yg anda katakan, agak sakit hati kepada pemerintah yang dinilainya memihak kepada Kubunya Cak imin (kubu ancol), hingga kini langkahnya ditujukan sebagai aksi protes baik kepada kubu SBY maupun Cak Imin. Sebenarnya Gus Dur secara politis sudah pernah mencoba merapat dan menawarkan posisi tawarnya ke Istana, tapi responnya dinilainya tidak baik, kini bergabunglah dia dengan lawan SBY(Mega dan PDIP). Menurut saya pengaruh Gus Dur itu masih besar, tetapi Ketua Umum PBNU juga sudah berjaga-jaga sejak lama, karena tidak menghendaki suara PKB jatuh ketitik nadir, karena walau bagaimanapun PKB adalah partainya kaum Nahdliyin yang kini dikontrol PBNU. Dari hasil survei terlihat PKB masih lumayan perolehannya, walau merosot. Kekuatan PKB adalah juga bagian dari “bargaining power” dari PBNU. Saya kira begitu ya Aramichi.Salam>Pray.
@Novrita…iya Gus Dur tokoh generasi penerus dari kiai nasab yang paling pintar dan berbobot, kita tunggu apa langkah selanjutnya dari beliau…saya juga pernah mengenal beliau Novri, paling pintar cerita yang lucu2…tapi idenya bukan main….dan berani…nekat! Salam>Pray
TITAH SOEBAJOE,
— 16 Januari 2009 jam 7:24 am
Cak, survey-survey itu apa ya benar? Saya ini awam mengenai survey. Methode yang mereka pakai itu bagaimana ya? Berapa orang yang disurvey? Mewakili siapa saja yang disurvey itu? Dalam kondisi bagaimana mereka disurvey? Lha wong sama-sama mewakili profesi, misalnya tukang jualan soto, atau sopir bajaj saja pendapatnya beragam apalagi kalangan orang sekolahan. Lebih-lebih pengusaha besar yang biasanya punya jagoan siapa saja asal menguntungkan usahanya. Kalau mau jujur, sampai saat ini, kita-kita ini tidak pernah ketiban pertanyaan untuk di survey. Bagaimana bisa ujuk-ujuk ada hasil survey yang menetapkan partai anjing 25%, partai kadal 13%, partai babi 2%, tapi tiba-tiba partai monyet naik 97%. Padahal total suara 100%. Belum lagi partai kebo yang tadinya banyak, karena bersama partai babi dan partai ayam kena potong untuk korban jadi partai gurem. Karena si Surveyor, tidak pernah lagi terima setoran dari yang bersangkutan. Setelah rakyat memberi tanggapan minor, mereka bersatu, agar ladang usahanya tidak saling menjatuhkan. Saya minta pendapat sampeyean Cak. Dan biasanya surveyor demikian anak-anak muda. Betapa sedih kita ortu yang jadul ini melihat kebohongan-2 mereka hanya untuk hidup secara hedonis. Saya masih ingat tentang cerita PAN dan Rizal atau Siapa yang belakangnya Mallarangeng itu, sampai hubungan gara-gara PAN merasa dirugikan sebagai pasien konsultan politik. Konsultan politik itu kan mendasari kegiatannya dari cerita survey. Sekali lagi mas, saya kok belum mudeng dan belum percaya tentang hasil survey. Karena cerita ramal-meramal begini kan mirip dukun kampung yang dari dulu sudah ada. Bedanya sekarang ada tujuannya dan agar ngganteng dibungkuslah ramalannya itu dengan survey. Persis tukang jual jamu, supaya banyak memikat orang, mereka pakai ular. Kalau dulu dukun ramal dikampung cari uang receh, sekarang tentu lebih canggih.Kedudukan, gaya hidup yang nikmat. Kembali lagi mas tolong diwedar dalam penjelasan yang jernih supaya rakyat ini tidak tambah mumet karena cerita survey yang membingungkan itu. Salam hangat saya, Bayu(Penyu Arema)
Prayitno Ramelan,
— 16 Januari 2009 jam 8:37 am
Mas Titah Soebajoe….yang sekarang ada tambahannnya Penyu Arema. Memang banyak orang itu cak yang “kadit” (bahasa walikan artinya tidak) percaya kok, mosok iya dengan sample hanya berapa ribu orang bisa mewakili sekian ratus juta orang, sama seperti pemikiran arek ngalam (malang) ini. Ragu-ragu begitu ya kang. Opo bener nih. Terus terang saya secara tehnis detail juga tidak tahu cara mensurvei itu, oleh karena itu para pelaku survei seharusnya menjelaskan tentang metodologinya secara detail kepada masayarakat. Tetapi ya begitu itu, rahasia perusahaan kali ya.
Begini kang, pada tahun 2004 saat akan dilaksanakannya pemilu dan pilpres, saya mengamati bagaimana membuat ukuran keberhasilan kampanye parpol dan pilpres, bagaimana posisi masing-masing. Ternyata dalam kegiatan perpolitikan ada yang namanya survei, dan survei juga umum dilakukan dinegara mana saja kalau mau pemilu. Indonesia agak ketinggalan, karena selama 32 tahun kan tidak perlu survei, dominasi Pak Harto dan Golkar mampu menguasai dunia politik kita.
Nah, saya mengikuti surveinya IFES yang dilakukan oleh Indonesian Pooling, dapat dukungan dana dari Jimmy Carter, sebagai sumbangan kepada Indonesia. Ternyata sangat menarik kegiatan tersebut…sayapun heran, sama seperti arek ngalam ini. Apa iya sampel yang diambil dari sekian ribu orang bisa mewakili sekian banyak pendapat orang. Ternyata kegiatan survei itu “ribet” Mas, jadi untuk mensurvei 33 propinsi, dibagi jatah tiap propinsi berapa target yg akan diambil pendapatnya, responden dipilih dan diteliti. Yg saya ingat, diambil ukuran pendidikan, SD,SMP,SMA hingga perguruan tinggi. Kemudian tingkatan umur, status kehidupan, kepartaian, dimana dia tinggal apa di kota, apa di desa. Nah, kepada mereka diajukan pertanyaan-pertanyaan yang cukup banyak, sesuai dengan tujuan survei tersebut, kalau tentang cawapres, maka diajukan sekian banyak nama calon, responden tadi disuruh memilih. Juga terhadap pertanyaan2 lainnya. Setelah terkumpul hasilnya kemudian dianalisa, ini bagian terpenting karena di lembaga survei ada analis2 handal, yg mampu membaca hasil.
Hasil sebuah lembaga survei disebut sebagai sebuah persepsi publik, jadi ini bukanlah hasil sebenarnya seperti hasil pemilu, karena hanya sebuah persepsi. Tapi dengan metode yang benar, pelaksanaan yang jujur, maka hasilnya rata-rata dikatakan bisa dipercaya sekitar 95%, dan disebutkan juga margin of error, yah kemungkinan melesetnya kira-kira begitu. Sebuah hasil survei yg margin of errornya kecil akan lebih baik daripada yang besar. Dan yang terpenting hasil survei hanya valid dipakai pada saat dilaksanakan survei, tidak pada masa mendatang.
Tentang masalah kejujuran, mungkin saja lembaga survei ada yg tidak jujur, akan tetapi “periuk nasi” mereka sangat-sangat tergantung pada “kredibilitas” atau kata lain kejujuran itu. Parpol juga bukan organisasi yang “naif” kan, mereka pasti akan mengikuti track record sebuah lembaga survei sebelum menyewanya. Lembaga2 itu hidupnya ya dari disewa oleh parpol atau caleg untuk kebutuhan internal macam2,pilkaa, pemilu, pilpres, akan tetapi lembaga itu juga melakukan survei sendiri, seperti hasil yg saya sampaikan diatas tentang posisi 8 parpol (bln Desember 2008), dimana di persepsikan yang lolos persyaratan pariamentary treshold yg 2,5%. Mereka rata-rata punya yayasan yg mengelola koceknya.
Nah, sayapun sebagai blogger yang mengamati dunia perpolitikan ini menggunakan hasil survei yang disiarkan lembaga-lembaga survei itu secara periodik, saya juga meneliti dan mngamati 5 lembaga survei. Kalau mereka pada periode yg sama dan hasilnya jauh berbeda kan jadi aneh, dari 5 lembaga itu saya memilih 3 lembaga yg saya pandang valid (dari kacamata saya), yg dua tidak saya pakai, karena ada sebuah parpol yng oleh 3 lembaga dikatakan elektabilitasnya rendah, eh di lembaga itu berada tinggi diatas, kan tidak wajar. Jadi demikian Cak, saya melakukan analisa ini tidak begitu saja, saya juga melakukan penelitian dan mempelajari lembaga2 itu, kalau saya menggunakan sebuah fakta yang menyimpang, kan artinya analisa saya juga menyimpang kan. Jadi data2 tersebut saya konfirmasikan dulu satu sama lainnya. Dan tidak mungkin kalau lembaga2 itu bekerja sama, karena justru diantara mereka saling bersaing, ingin membuktikan kepada publik kalau hasil surveinya yg paling tepat.
Ini hanyalah sebuah sumbang pemikiran, dengan sebuah referensi yang bisa dipertanggung jawabkan (maksudnya oleh lembaga-lembaga survei itu), tinggal saya mengolahnya kan, saya mengerjakan dengan ringan, tanpa beban, karena saya hanyalah seorang blogger kompasiana yang tidak memihak, independen, jujur….hanya itu cak modal saya. Begitu ya Mas Bajoe yg Arema, mohon maaf kalau ada penjelasan yang kurang pas, karena saya tidak expert dalam masalah Survei, saya hanya pengguna hasil survei dan mempercayainya (walau tidak semua!!). Sampun nggih kangmas. Salam>Pray
Sukma,
— 16 Januari 2009 jam 11:28 am
Maka itu, saya pikir parpol2 gurem harus menyadari positioningnua. Yang mungkin lolos PT hanya sekitar 8 sampai 12 parpol saja menurut saya. 48 parpol terlali banyak, tapi jika 3 juga terlalu sedikit.
Saya pikir hanya 9 parpol lama dan 4 parpol baru yang akan siap dari segi positioning ikut Pemilu 2009.9 parpol lama yang siap: GOLKAR, PDIP, PKS, DEMOKRAT, PAN, PKB, PPP, PDS, PBB5 parpol baru yang siap: GERINDRA, HANURA, PDP, PKNU, PMB
Darmanto,
— 16 Januari 2009 jam 2:13 pm
Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada pak Pray yang telah menjawab & menjelaskan secara detail & runut mengenai sistematik & prosedur melakukan suvey, sehingga saya yang awam & ndeso semakin bisa mengerti & yakin dengan hasil survey yang dirilis oleh lembaga survey yang profesional & akuntabel.
Wass,Darmanto
beninghati,
— 16 Januari 2009 jam 2:54 pm
Pak Prayitno ….saya pingin ikut nimbrung nih…
Saya sempat terlibat dalam survey dan masuk dapurnya LSI. Tapi sekarang hanya melibatkan diri dalam salah Litbang suatu lembaga. Mengenai sampel yang sedikit itu memang ada hitung2anya, maksud saya ada rumus dan teorinya. Sebagai contoh kalo kita mau mensurvey di Jakarta dengan penduduk sebanyak 4 juta orang (CMIIW) paling hanya butuh sampel 400 - 500 responden dg margin error 4 %. Margin Error ini juga ada teorinya lho……
Sebenarnya Metodologi ini tidak menjadi rahasia perusahaan, kalo suatu lembaga survey mengumumkan hasil surveynya ya…harus dijelaskan metodologinya. Kalo LSI biasanya menggunakan Multistage Random Sampling, disamping itu ada yang namanya Sistematic Random Sampling, juga ada Simple random.
Metodologi ini semuanya benar dan ada landasan teorinya dalam Ilmu Survey Statistik.
Nah yang menentukan perbedaan setiap lembaga survey dalam menjalankan surveynya antara lain: faktor materi survey(wawancara), Surveyor (Pewawancara) dan Penyandang Dana dari surve tsb.
saya tidak bermaksud membuka aib ya….tapi kita belajar melihat fenomena yang berkembang di jagat perpolitikan kita tentang adanya lembaga2 survey. LSI dalam menjalankan surveynya selalu membagi 2 aktivitasnya yaitu sebagai Lembaga Penelitian (Survey) dan Lembaga Pemenangan (untuk memenangkan calon /partai yang memebayar mereka). Sebagai lembaga Pemenangan LSI memberikan rekomendasi kepada pesannya bagaimana strategi/kebijakan yang harus diambil untuk memenangkan pemesannya.
Segitu dulu deh
mahendra,
— 16 Januari 2009 jam 3:12 pm
selamat sore pak pray,
kalau nantinya sesuasi apa yg menjadi perkiraan diatas, cuma ada dua pasangan copres-cawapres. mungkin ada baiknya juga, karena pemilihan presiden cuma sekali putaran saja, tidak usah ada 2 putaran atau bahkan ada babak tambahnnya lagi, bikin boros!! siapapun nantinya yg menang memang itulah pilihan rakyat. asal tidak ada gugatan2 yg berarti ke MK. biar pemerintahan sesuai jadwal, tidak molor2…tapi kalau calon nantinya yg jadi maju cuma 2 pasang saja, jangan salahkan jika para golput juga banyak, karena aspirasi mereka yang tidak tersalurkan.karena hal tersebut juga merupakan pilihan dalam berdemokrasi. bukannya sakit hati lho ya??salam
Prayitno Ramelan,
— 16 Januari 2009 jam 10:35 pm
@Mas Sukma, terima kasih sudah memberi tanggapan, iya betul, kalau berdasarkan hasil survei tersebut diatas maka apabila pemilu dilaksanakan pada bulan Desember 2008 maka parpol yang lolos PT ya hanya 8 itu. Tapi nanti pada pemilu April 2009 kelihatannya jumlahnya akan bisa bertambah, kan parpol2 belum tancap gas, nanti pada Maret 2009 baru mereka akan kampanye habis-habisan. Kita lihat saja ya, sebenarnya beberapa parpol lama yg lolos PT tahun 2004 juga ada yg diposisi bahaya. Kecuali gugatan dari 10 parpol dan para caleg terhadap materi UU No.10/2008 tentang Pemilu khususnya yang menyangkut PT dikabulkan Mahkamah Konstitusi. Ramalan anda boleh juga nanti yang kemungkinan lolos PT sekitar 13 parpol Salam>Pray.
@Mas Darmanto, sebenarnya saya mengerti benar juga tidak tentang metoda survei, hanya thn 2004 pernah ada sedikit pengalaman mengikuti survei pemilu, jadi sedikit pengetahuan dan ditambah beberapa keterangan dari beberapa tokoh survei Indonesia seperti Denny JA, Mas Qodari, Mas Umar Bakri, itulah sedikit penjelasan. Nah, pada saat membuka Kompasiana ada yg namanya “Beninghati” yang berbaik hati, pernah bekerja di Lembaga Survei LSI, mau sharing menjelaskan tentang Survei. Gitu ya Mas Dar, Salam Hangat Mas>Pray,
@Beninghati, is Takfl ur name?. Pertama-tama saya atas nama para teman dan sahabat di Kompasiana penggemar politik mengucapkan terima kasih atas kesediaannya memberi penjelasan tentang survei, yang perlu tapi masih banyak diragukan oleh banyak fihak. Akhirnya saya mencoba menjelaskan…mungkin penjelasan saya kurang pas ya Mas yg hatinya bening. Seperti penjelasan saya saat ditanya apa warna angin itu, saya jawab “merah”…ah yang betul, lihat saja kalau kerokan masuk angin kan warnanya merah. Yah begitu lah si Blogger kakek ini mencoba menjelaskan.Bagi para teman, penanggap, pembaca, yg masih ragu2 silahkan membaca penjelasan Mas Beninghati, semoga menjawab semua keraguan dihati itu. Ok Mas Kaful, kalau bisa tolonglah anda sekali-kali nulis tentang survei ini, dan dikirim ke kompasiana biar kita-kita tercerahkan begitu…Salam>Pray.
@Mas Mahendra…seneng lho membaca tanggapan anda itu. Ada rasa menyetujui tapi ada rasa mangkel juga dikit-dikit…maksud saya mangkel itu sedikit dibawah sakit hati (Maaf lho ya). Kan ini posisi bulan Desember Mas, saya berani mengatakan kalau posisinya begitu maka kemungkinan hanya akan ada dua nih yang maju jadi capres. Kita lihat saja pilkada DKI Jakarta, sekian banya parpol tapi yang maju hanya dua kubu yaitu Kubu Bang Foke Rame-rame melawan Kubu Kang Adang yang hanya didukung PKS. Jadi bisa saja nanti ada Kubu SBY Rame-rame melawan Kubu Mega yang didukung satu atau dua parpol. Karena parpol2 kan banyak juga nanti menunggu setelah pemilu,akan terjadi blok, mereka yang kurang kuat akan bergabung ke Capres yang kuat. Tapi entah ya, dengan prinsip power sharing apakah Demokrat mau menerima parpol yang hanya punya 2 atau 3 kursi di DPR? Biasalah banyak yang mau lihat-lihat situasi dahulu. Tapi menurut saya setelah pemilu nanti pasti banyak parpol yang akan “kapok” meneruskan berkiprah…ongkosnya banyak, tidak dapat apa2, salah2 punya hutang lagi. Saya perkirakan jumlah parpol setelah pemilu otomatis akan menyusut, lebih baik menyalurkan aspirasi ke prpol besar saja “It’s better”. Tentang Golput tambah banyak ya mungkin saja Mas, setelah Golput Ideologis, Golput Pragmatis, Golput Apatis…kemarin saya nonton di Teve ada lagi Golput Administratif. Iya kali ya…Salam Deh, yg sabar jangan kecewa dulu, sapa tahu jagonya tahu2 melonjak…Salam>Pray.
adhy,
— 17 Januari 2009 jam 9:44 am
mengenai Gus Dur. saya hanya mengulang komentar saya di tulisan om pray tentang manuver politik PKS (iklan Suharto). di sana saya menulis bahwa realitas-realis baru Indonesia akan menimbulkan trsformasi politik.
- Perbandingan kaum urban(kota) - rural (desa). Menurut data dari BPS, perbandingan ini akan mengalami titik balik pada tahun 2010 di mana perbandingannya menjadi sekitar 54% urban dan 46 rural.- Distribusi informasi yang semakin merata karena peran media. dampaknya tidak ada lagi asimetris informasi. Karena konektifitas, maka disparitas antara desa dan kota dalam soal informasi tidak relevan.
Realitas baru perpolitikan di Indonesia tersebut, akan menyokong terjadinya proses transformasi besar-besaran dalam tradisi perpolitikan itu sendiri, salah satunya Transformasi dari tokoh kharismatik kepada tokoh kinerja. Akan ada transformasi bahwa masyarakat semakin mengutamakan tokoh yang berbasis kinerja dari pada tokoh yang berbasis kharisma. Dan, ini merupakan salah satu perspektif penting dalam komunitas urban. Karena itu di sini ikatan-ikatan primordial seperti suku, agama bisa jadi tidak relevan.
inilah yg sedang terjadi pd Gus Dur, kharismanya mulai luntur. saya melihat dia sedang mengalami pos power syndrom.
imran rusli,
— 17 Januari 2009 jam 1:03 pm
Iya tuh Pak Pray, udah gitu Gus Dur masih saja terus mlorotin citranya sendiri, ngeyel banget dengan arogansinya, padahal udah mati pajak dan dilecehkan pona’an sendiri, weleh weleh. Btw senang baca analisis-analisis Pak Pray, wawasan jadi nambah nih, tq Pak.
Prayitno Ramelan,
— 17 Januari 2009 jam 6:40 pm
@Adhy, terima kasih pendapatnya, bagus sekali sebagai masukan bagi para pembaca…memang jaman sudah berubah, akan terjadi pergeseran nilai di negara kita, pengaruh globalisasi memang sangat besar pengaruhnya…saya setuju kalau nanti masyarakat lebih membutuhkan tokoh yang dinilai dari kinerjanya bukan kharisma, lihat saja…banyak anak yg kadang sudah mulai kurang menghargai orang tuanya. Ini mungkin yg juga sedang terjadi pada Gus Dur…diremuk redam oleh kalangannya sendiri yang relatif muda-muda. Tks.Salam>Pray.
@Imran Rusli, terima kasih dan saya bersyukur kalau anda suka dengan tulisan dan analisis yg saya buat…baca terus ya…Salam>Pray.
imran rusli,
— 30 Januari 2009 jam 9:06 pm
he he tentu Pak Pray, ibarat kuliah ini kuliah penuh gizi, dosennya enak lagi, mau 200 sks pun ditongkrongin nih
Prayitno Ramelan,
— 30 Januari 2009 jam 11:13 pm
Mas Imran….terima kasih atas kesediaannya….semoga nanti kopdar Kompasiana bisa datang, buat kenalan, kan lebih akrab dan enak ya. Salam>pray.