Oleh : Prayitno Ramelan
12 Desember 2007
Pada tahun 1963 Presiden Soekarno mengadakan kunjungan kenegaraan ke RRC. Saat pertemuan itu Mao Tse tung menyampaikan, pemerintah RRC sedang melakukan program mobilisasi, wajib militer terhadap warga negaranya. Amerika Serikat menyampaikan rasa tidak sukanya dengan keputusan tersebut, karena dipandang RRC sedang mempersiapkan perang dan mengancam akan membom nuklir kalau program tersebut diteruskan. Apa jawaban Mao Tse Tung?. Dikatakannya kalau AS menyerang dan membom memang dalam tiga hari dapat dengan mudah memasuki RRC.
Tetapi mereka hanya bisa masuk, setelah itu tidak ada satupun tentara AS yang bisa keluar dari RRC, Mao Tse Tung menegaskan. Mereka mudah dikenali, bermata biru, akan dihabisi satu persatu. Setiap warga RRC yang dewasa dilatih ilmu kemiliteran, walau non kombatan akan diperintahkan jadi kombatan untuk menghabisi tentara AS. Tidak dapat dibayangkan berapa ratus juta wamil yang harus dihadapi pasukan Amerika, belum lagi kekuatan Angkatan Bersenjatanya. Dalam perang infanteri, rumusnya bila penyerang satu batalyon, yang ideal pasukan yang mempertahankan adalah tiga batalyon.
Jadi berapa pasukan AS yang akan dikirim ke RRC kalau warga RRC menyerang balik. Mao Tse Tung meneruskan programnya dan ternyata AS tidak menyerang RRC. Jelas disini faktor jumlah sumber daya manusia yang diperhitungkan. Lihat saja perang Vietnam, AS dengan persenjataan modern, sulit menghadapi tikus tanah Vietnam, banyak korban jatuh dipihak tentara AS. Sulit melawan rakyat Vietnam yang terlatih. Kesempatan hidup seorang letnan muda yang baru saja diterjunkan dalam medan perang Vietnam hanyalah 8 menit. Demikian juga penyerbuan ke Irak, sudah lebih 3200 pasukan AS jadi korban karena menghadapi rayat Irak yang terlatih guirella warfare dan suicide bombing.
Belum lagi operasi AS mengejar kelompok Al-Qaeda di Afghanistan, korban sudah banyak yang jatuh dipihak AS tapi tokoh teroris Osama bin Laden masih juga hidup dan entah dimana. Bagaimana dengan Indonesia?. Pada saat perang kemerdekaan, dengan persenjataan ala kadarnya, TNI yang dipimpin Panglima Besar Sudirman mampu membuat repot dan menekan Belanda dan sekutunya. Tapi yang jelas, rakyat non kombatan dengan semangat pantang menyerahlah yang memegang peran sangat penting dalam merebut kemerdekaan, dengan intinya TNI.
Departemen Pertahanan memang sudah tugasnya memikirkan jauh kedepan, bagaimana mempertahankan Negara. Menurut buku putih Pertahanan Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan, Indonesia belum akan terlibat didalam suatu peperangan, mencermati kecenderungan perkembangan strategis, ancaman invasi atau agresi militer Negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Upaya diplomasi, peran PBB dan opini dunia internasional menjadi faktor yang akan mencegah atau membatasi Negara lain untuk menggunakan kekuatan bersenjatanya terhadap Indonesia.
Departemen Pertahanan memang sudah tugasnya memikirkan jauh kedepan, bagaimana mempertahankan Negara. Menurut buku putih Pertahanan Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan, Indonesia belum akan terlibat didalam suatu peperangan, mencermati kecenderungan perkembangan strategis, ancaman invasi atau agresi militer Negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Upaya diplomasi, peran PBB dan opini dunia internasional menjadi faktor yang akan mencegah atau membatasi Negara lain untuk menggunakan kekuatan bersenjatanya terhadap Indonesia.
Dengan perkembangan situasi dunia dan kebijakan politik dan pertahanan Negara maju, dikaitkan posisi Indonesia yang demikian penting, mereka tidak ingin kepentingannya di wilayah Asia Barat dan Asia Tenggara terancam. Mereka akan menggunakan pendekatan diplomasi, politik, budaya dan kalau perlu penggelaran kekuatan militernya dalam menjaga kepentingannya. Contoh sudah banyak, begitu kepentingan AS terganggu, pengerahan militer dilakukan, di Afghanistan, di Irak.. Bagaimana peran PBB?, ternyata PBB dapat diabaikan. Bahkan PBB memberikan sangsi kepada perang teluk.
Artinya diplomasi Amerika Serikat berhasil di kawasan Negara-negara teluk Persia, dan legimitasi internasional membantunya. Bagaimana posisi dikawasan Asia Tenggara?. Australia masih bergabung dengan AS dalam pakta ANZUS, walaupun New Zealand tidak aktif lagi karena kasus penolakan merapatnya kapal perang nuklir AS di NZ. Setiap tahun dilakukan pertemuan tingkat Menhan kedua Negara yang membahas masalah pertahanan dan ekonomi. Singapura dan Malaysia sejak 1971 tergabung dalam FPDA (Five Power Defence Arrangement) bersama Australia, Inggris dan New Zealand, yang akan berkonsultasi bila Singapore dan Malaysia diserang Negara lain.
Singapura juga memberi akses docking AL AS, sekaligus sebagai payung pertahanan. Ada Skadron F-16 milik RSAF dititipkan di AS, tempat latihan pilot-pilot tempurnya. Brunei, untuk keamanan dalam negerinya saja dijaga oleh dua batalyon Gurkha dari Inggris. Phillipina, jelas mempunyai ikatan erat dengan AS, dulu Pangkalan AU Clark dan pangkalan laut Subic Bay bukti eratnya kerjasamanya. PNG adalah keluarga besar Australia, perekonomian dan pertahanannya di support Australia. Timor Leste adalah anak angkat Australia, bahkan tentara dan polisi Australia sebagai penjaga keamanan dalam negeri.
ASEAN dimana Indonesia bergabung bersama 9 Negara lainnya sejak 8 Agustus 1967 adalah sebuah organisasi yang menitik beratkan kerjasama dibidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Pertemuan Menhan kesepuluh Negara anggota pada bulan Mei 2006 hanya menitik beratkan peningkatan keamanan secara umum dalam memerangi terorisme dan bajak laut. Jadi sebenarnya Negara-negara disekeliling Indonesia sudah terikat dalam pakta pertahanan dengan dua super power dunia Inggris dan Amerika Serikat
Tujuan utama kebijakan luar negeri dan pertahanan Amerika Serikat saat ini adalah kampanye melawan terorisme global. Intinya melenyapkan teroris Al Qaeda di Afghanistan atau dinegara lain yang ada unsur teroris yang memusuhinya. AS membangun koalisi internasional dengan beberapa Negara agar mendapatkan akses udara dan pangkalan bagi kekuatan udara dan docking bagi kapal perangnya. Dengan posisi diatas, maka bagi Indonesia dituntut kemampuan menempatkan dan memposisikan diri dalam diplomasi dan pergaulan internasional dengan politik bebas aktifnya. Kita memang tidak perlu bergabung dalam suatu Pakta Pertahanan, tetapi juga tidak harus perang dengan Negara yang tergabung dalam suatu pakta pertahanan
Kita harus lebih cerdik, pandai dan realistis membaca situasi. Jangan emosi yang dikedepankan. Masa kini situasi kadang sulit diramalkan, tidak ada kawan yang abadi. Kalau sampai terjadi pengerahan kekuatan militer, jelas posisi akan sulit. Jangankan untuk perang, Bank dunia saja mengatakan 49% rakyat Indonesia masih miskin. Indonesia harus mempunyai program pertahanan jauh kedepan. Komponen cadangan yang konsep RUU baru dibuat oleh Menhan, jelas tidak mungkin dalam waktu dekat dapat dilaksanakan.
Kekuatan dan kemampuan TNI masih terbatas, keuangan Negara masih diprioritaskan kepada masalah alutsista. Konsep-konsep tetap harus dibuat disesuaikan dengan keterbatasan yang ada. Mari kita hargai usaha Departemen Pertahanan tersebut. Dalam sistem demokrasi, warga Negara bebas mengutarakan pendapatnya, disini ada yang keberatan. Kelihatannya masalah ini perlu disosialisasikan lagi, untuk menyamakan persepsi, ini adalah kepentingan bersama. Kita tidak perlu berdebat terus, terpancing dan jadi obyek iklan media elektronik, dibelakang ditertawakan dan dicibir rakyat.
Sulit mencari suatu kebenaran yang hakiki, dalam konteks ini yang perlu dikedepankan adalah kepentingan nasional Indonesia. Mari kita bersama berfikir positif. Paling tidak dengan dimilikinya komponen cadangan disuatu negara, merupakan salah satu unsur detterent yang akan diperhitungkan oleh negara lain, seperti apa yang pernah dikatakan Mao Tse Tung.
12 Desember 2007
Pada tahun 1963 Presiden Soekarno mengadakan kunjungan kenegaraan ke RRC. Saat pertemuan itu Mao Tse tung menyampaikan, pemerintah RRC sedang melakukan program mobilisasi, wajib militer terhadap warga negaranya. Amerika Serikat menyampaikan rasa tidak sukanya dengan keputusan tersebut, karena dipandang RRC sedang mempersiapkan perang dan mengancam akan membom nuklir kalau program tersebut diteruskan. Apa jawaban Mao Tse Tung?. Dikatakannya kalau AS menyerang dan membom memang dalam tiga hari dapat dengan mudah memasuki RRC.
Tetapi mereka hanya bisa masuk, setelah itu tidak ada satupun tentara AS yang bisa keluar dari RRC, Mao Tse Tung menegaskan. Mereka mudah dikenali, bermata biru, akan dihabisi satu persatu. Setiap warga RRC yang dewasa dilatih ilmu kemiliteran, walau non kombatan akan diperintahkan jadi kombatan untuk menghabisi tentara AS. Tidak dapat dibayangkan berapa ratus juta wamil yang harus dihadapi pasukan Amerika, belum lagi kekuatan Angkatan Bersenjatanya. Dalam perang infanteri, rumusnya bila penyerang satu batalyon, yang ideal pasukan yang mempertahankan adalah tiga batalyon.
Jadi berapa pasukan AS yang akan dikirim ke RRC kalau warga RRC menyerang balik. Mao Tse Tung meneruskan programnya dan ternyata AS tidak menyerang RRC. Jelas disini faktor jumlah sumber daya manusia yang diperhitungkan. Lihat saja perang Vietnam, AS dengan persenjataan modern, sulit menghadapi tikus tanah Vietnam, banyak korban jatuh dipihak tentara AS. Sulit melawan rakyat Vietnam yang terlatih. Kesempatan hidup seorang letnan muda yang baru saja diterjunkan dalam medan perang Vietnam hanyalah 8 menit. Demikian juga penyerbuan ke Irak, sudah lebih 3200 pasukan AS jadi korban karena menghadapi rayat Irak yang terlatih guirella warfare dan suicide bombing.
Belum lagi operasi AS mengejar kelompok Al-Qaeda di Afghanistan, korban sudah banyak yang jatuh dipihak AS tapi tokoh teroris Osama bin Laden masih juga hidup dan entah dimana. Bagaimana dengan Indonesia?. Pada saat perang kemerdekaan, dengan persenjataan ala kadarnya, TNI yang dipimpin Panglima Besar Sudirman mampu membuat repot dan menekan Belanda dan sekutunya. Tapi yang jelas, rakyat non kombatan dengan semangat pantang menyerahlah yang memegang peran sangat penting dalam merebut kemerdekaan, dengan intinya TNI.
Departemen Pertahanan memang sudah tugasnya memikirkan jauh kedepan, bagaimana mempertahankan Negara. Menurut buku putih Pertahanan Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan, Indonesia belum akan terlibat didalam suatu peperangan, mencermati kecenderungan perkembangan strategis, ancaman invasi atau agresi militer Negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Upaya diplomasi, peran PBB dan opini dunia internasional menjadi faktor yang akan mencegah atau membatasi Negara lain untuk menggunakan kekuatan bersenjatanya terhadap Indonesia.
Departemen Pertahanan memang sudah tugasnya memikirkan jauh kedepan, bagaimana mempertahankan Negara. Menurut buku putih Pertahanan Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan, Indonesia belum akan terlibat didalam suatu peperangan, mencermati kecenderungan perkembangan strategis, ancaman invasi atau agresi militer Negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Upaya diplomasi, peran PBB dan opini dunia internasional menjadi faktor yang akan mencegah atau membatasi Negara lain untuk menggunakan kekuatan bersenjatanya terhadap Indonesia.
Dengan perkembangan situasi dunia dan kebijakan politik dan pertahanan Negara maju, dikaitkan posisi Indonesia yang demikian penting, mereka tidak ingin kepentingannya di wilayah Asia Barat dan Asia Tenggara terancam. Mereka akan menggunakan pendekatan diplomasi, politik, budaya dan kalau perlu penggelaran kekuatan militernya dalam menjaga kepentingannya. Contoh sudah banyak, begitu kepentingan AS terganggu, pengerahan militer dilakukan, di Afghanistan, di Irak.. Bagaimana peran PBB?, ternyata PBB dapat diabaikan. Bahkan PBB memberikan sangsi kepada perang teluk.
Artinya diplomasi Amerika Serikat berhasil di kawasan Negara-negara teluk Persia, dan legimitasi internasional membantunya. Bagaimana posisi dikawasan Asia Tenggara?. Australia masih bergabung dengan AS dalam pakta ANZUS, walaupun New Zealand tidak aktif lagi karena kasus penolakan merapatnya kapal perang nuklir AS di NZ. Setiap tahun dilakukan pertemuan tingkat Menhan kedua Negara yang membahas masalah pertahanan dan ekonomi. Singapura dan Malaysia sejak 1971 tergabung dalam FPDA (Five Power Defence Arrangement) bersama Australia, Inggris dan New Zealand, yang akan berkonsultasi bila Singapore dan Malaysia diserang Negara lain.
Singapura juga memberi akses docking AL AS, sekaligus sebagai payung pertahanan. Ada Skadron F-16 milik RSAF dititipkan di AS, tempat latihan pilot-pilot tempurnya. Brunei, untuk keamanan dalam negerinya saja dijaga oleh dua batalyon Gurkha dari Inggris. Phillipina, jelas mempunyai ikatan erat dengan AS, dulu Pangkalan AU Clark dan pangkalan laut Subic Bay bukti eratnya kerjasamanya. PNG adalah keluarga besar Australia, perekonomian dan pertahanannya di support Australia. Timor Leste adalah anak angkat Australia, bahkan tentara dan polisi Australia sebagai penjaga keamanan dalam negeri.
ASEAN dimana Indonesia bergabung bersama 9 Negara lainnya sejak 8 Agustus 1967 adalah sebuah organisasi yang menitik beratkan kerjasama dibidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Pertemuan Menhan kesepuluh Negara anggota pada bulan Mei 2006 hanya menitik beratkan peningkatan keamanan secara umum dalam memerangi terorisme dan bajak laut. Jadi sebenarnya Negara-negara disekeliling Indonesia sudah terikat dalam pakta pertahanan dengan dua super power dunia Inggris dan Amerika Serikat
Tujuan utama kebijakan luar negeri dan pertahanan Amerika Serikat saat ini adalah kampanye melawan terorisme global. Intinya melenyapkan teroris Al Qaeda di Afghanistan atau dinegara lain yang ada unsur teroris yang memusuhinya. AS membangun koalisi internasional dengan beberapa Negara agar mendapatkan akses udara dan pangkalan bagi kekuatan udara dan docking bagi kapal perangnya. Dengan posisi diatas, maka bagi Indonesia dituntut kemampuan menempatkan dan memposisikan diri dalam diplomasi dan pergaulan internasional dengan politik bebas aktifnya. Kita memang tidak perlu bergabung dalam suatu Pakta Pertahanan, tetapi juga tidak harus perang dengan Negara yang tergabung dalam suatu pakta pertahanan
Kita harus lebih cerdik, pandai dan realistis membaca situasi. Jangan emosi yang dikedepankan. Masa kini situasi kadang sulit diramalkan, tidak ada kawan yang abadi. Kalau sampai terjadi pengerahan kekuatan militer, jelas posisi akan sulit. Jangankan untuk perang, Bank dunia saja mengatakan 49% rakyat Indonesia masih miskin. Indonesia harus mempunyai program pertahanan jauh kedepan. Komponen cadangan yang konsep RUU baru dibuat oleh Menhan, jelas tidak mungkin dalam waktu dekat dapat dilaksanakan.
Kekuatan dan kemampuan TNI masih terbatas, keuangan Negara masih diprioritaskan kepada masalah alutsista. Konsep-konsep tetap harus dibuat disesuaikan dengan keterbatasan yang ada. Mari kita hargai usaha Departemen Pertahanan tersebut. Dalam sistem demokrasi, warga Negara bebas mengutarakan pendapatnya, disini ada yang keberatan. Kelihatannya masalah ini perlu disosialisasikan lagi, untuk menyamakan persepsi, ini adalah kepentingan bersama. Kita tidak perlu berdebat terus, terpancing dan jadi obyek iklan media elektronik, dibelakang ditertawakan dan dicibir rakyat.
Sulit mencari suatu kebenaran yang hakiki, dalam konteks ini yang perlu dikedepankan adalah kepentingan nasional Indonesia. Mari kita bersama berfikir positif. Paling tidak dengan dimilikinya komponen cadangan disuatu negara, merupakan salah satu unsur detterent yang akan diperhitungkan oleh negara lain, seperti apa yang pernah dikatakan Mao Tse Tung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar