Sumber : Seputar Indonesia - Monday, 16 June 2008
*Prayitno Ramelan (Analis Lembaga INDSET)
Keputusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang memenangkan Muhaimin Iskandar dalam kasus pemecatannya sebagai Ketua Dewan Tanfidz DPP PKB cukup banyak menarik perhatian.
Menarik karena ”lawan” yang dikalahkannya adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur),Ketua Dewan Syura PKB, pamannya, mantan Presiden RI,dan satu-satunya tokoh yang berani membela Ahmadiyah. Tokoh kita ini juga sangat ter-kenal karena sering membuat pernyataan kontroversial dan frase yang identik dengan dirinya,”gitu aja kok repot”.
Begitu kalah, Gus Dur langsung membuat dua orang Menteri Kabinet Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa tidak enak badan karena dituduh mengintimidasi hakim yang mengadili kasus tersebut.Kedua menteri itu pun langsung dan terpaksa repot membuat sanggahan.Namun seperti biasa,siapa pun yang terlibat masalah dengan Gus Dur, kebanyakan tidak mau menempuh jalur hukum,entah mengapa.
Sejak awal perseteruan pamankeponakan ini semakin menggambarkan bahwa tidak ada kesetiaan dalam dunia politik di Indonesia.Yang mengemuka adalah murni kepentingan. Kepentingan individu, kepentingan kelompok,kepentingan partai,mungkin baru kepentingan negara. Muhaimin sebagai politisi muda berontak karena akan disingkirkan. Ini karena kepentingannya di PKB tidak sesuai dengan kepentingan Gus Dur.
Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syura pemegang kekuasaan tertinggi di PKB langsung memecat Muhaimin hanya melalui rapat pleno.Dalam dua kasus perseteruan terdahulu antara Gus Dur dengan Pak Matori dan Alwi Shihab, Gus Dur menang pada upaya hukum terakhir,kasasi. Kedua lawannya adalah profesional, tokoh politik, berpengalaman.
Kalau diukur kekuatan dan kemampuan mereka juga tinggi.Namun keduanya mempunyai kerawanan, bukan kerabatnya. Begitu Mahkamah Agung memenangkan dan mencoba membuat keputusan arif untuk kemelut PKB,Gus Dur dengan mudah langsung mengontrol PKB. Bagaimana kini? ”Lawan”Gus Dur adalah kerabatnya, keponakannya sendiri.Walau PN Jaksel telah memenangkan gugatan Muhaimin atas pemecatan dirinya sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB, kemelut akan dilanjutkan di Mahkamah Agung (MA) yang diperkirakan akan diselesaikan dalam waktu 30 hari dalam proses kasasi.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary berharap sengketa dapat selesai sebelum waktu pengajuan daftar calon legislatif (caleg) yang akan dimulai pada tanggal 5 Agustus 2008. Dalam kasus kasasi di MA,apabila kubu Gus Dur yang menang,masalah kemelut PKB akan selesai karena sudah terbentuk kepengurusan baru dengan Ketua Umum Dewan Tanfidz Ali Masykur Musa, Sekjen Yenny Wahid, serta Gus Dur tetap kukuh sebagai Ketua Umum Dewan Syura.
Nah, masalah besar akan timbul apabila Mahkamah Agung memenangkan kubu Muhaimin.Tidak bisa terbayangkan bagaimana PKB akan memberlakukannya. Jelas Gus Dur tetap sebagai Ketua Umum Dewan Syura,Yenny Wahid sebagai sekjen, lalu—secara hukum—Cak Imin (Muhaimin) kembali duduk sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.Jelas organisasi partai ini tidak akan berjalan,semua manajemen dan gerakan partai akan terhambat.
Walau PKB tetap berhak sebagai peserta pemilu, PKB jelas akan kesulitan menentukan calegnya. Entahbagaimanacaraberpikirelite PKB? Duduknya kembali Cak Imin mau tidak mau harus mengikuti AD/ART PKB, bukan berarti PKB lantas menjadi milik kelompok Muhaimin.
Kubu Gus Dur juga nanti akan masuk di wilayah ”bingung”. Ketua Umum Dewan Syura tetap Gus Dur, bekas seterunya akan memiliki wilayah Tanfidz.
Di sinilah manusia akan diuji. Dasar berpikir dan budaya pesantren Nahdlatul Ulama harus memutuskan perilaku dan kepentingan politis dan dalam konteks situasi seperti itu,jelas sulit untuk disambungkan serta membutuhkan waktu lama. Jadi bagaimana menyelesaikannya? Kunci penyelesaian berada di tangan Gus Dur,Cak Imin,dan mereka yang berada di sekitar Gus Dur.Yang sulit kini adalah menjelaskan kepada Gus Dur terhadap kemungkinan kalah di kasasi.
Kubu Gus Dur terlalu yakin akan menang di kasasi, yang belum tentu juga terjadi.
Jelas kerugian secara keseluruhan akan berada di PKB,bukan di perseorangan. Kita bersama mengetahui sudah lama terjadi conflict of interest antara Gus Dur di satu sisi dengan para kiai sepuh di lain sisi. Dari kemelut dua kasus terdahulu hal itu sudah terlihat terjadi. PKB dengan basis kaum nahdliyin adalah kaum yang selalu menjunjung tinggi keikhlasan,kekerabatan,saling hormat-menghormati, berzikir dan berdoa bersama membaca Alquran.
Para santrinya diajari untuk selalu membersihkan qolbu.Kini kemelut ini harus disudahi karena partai ini berangkat dari jaringan pesantren di mana para kiai khos selalu mengajarkan bahwa memaafkan adalah keputusan terbaik dari seseorang. Perlu disadari bahwa banyak orang menjelang Pemilu 2009 sangat suka apabila PKB terus berkonflik.
Konstituen PKB bakal jadi ikan-ikan gemuk yang merangsang partai politik lain. Kiranya kini sudah saatnya Ketua PBNU, para kiai khos, Cak Imin, Lukman Edy bersama-sama duduk semeja dengan Gus Dur,berdamai,membicarakan masa depan PKB.Kalau tidak dimulai kini dan menunggu keluarnya keputusan kasasi,dapat diperkirakan PKB akan tambah kacau dan semakin tercerai berai.
Yang sakit hati akan bertambah. Tentu ini menjadi hal yang amat disayangkan! Kalau boleh mengimbau, Gus Dur sebagai tokoh yang sangat spesial sudah waktunya menyatukan kembali PKB. Rata-rata kaum nahdliyin sangat mengharapkan kebesaran dan keikhlasan dan pemberian maaf panjenengansebagai tokoh yang mereka hormati dan muliakan.Bersedia Gus? (*)
*Prayitno Ramelan (Analis Lembaga INDSET)
Keputusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang memenangkan Muhaimin Iskandar dalam kasus pemecatannya sebagai Ketua Dewan Tanfidz DPP PKB cukup banyak menarik perhatian.
Menarik karena ”lawan” yang dikalahkannya adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur),Ketua Dewan Syura PKB, pamannya, mantan Presiden RI,dan satu-satunya tokoh yang berani membela Ahmadiyah. Tokoh kita ini juga sangat ter-kenal karena sering membuat pernyataan kontroversial dan frase yang identik dengan dirinya,”gitu aja kok repot”.
Begitu kalah, Gus Dur langsung membuat dua orang Menteri Kabinet Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa tidak enak badan karena dituduh mengintimidasi hakim yang mengadili kasus tersebut.Kedua menteri itu pun langsung dan terpaksa repot membuat sanggahan.Namun seperti biasa,siapa pun yang terlibat masalah dengan Gus Dur, kebanyakan tidak mau menempuh jalur hukum,entah mengapa.
Sejak awal perseteruan pamankeponakan ini semakin menggambarkan bahwa tidak ada kesetiaan dalam dunia politik di Indonesia.Yang mengemuka adalah murni kepentingan. Kepentingan individu, kepentingan kelompok,kepentingan partai,mungkin baru kepentingan negara. Muhaimin sebagai politisi muda berontak karena akan disingkirkan. Ini karena kepentingannya di PKB tidak sesuai dengan kepentingan Gus Dur.
Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syura pemegang kekuasaan tertinggi di PKB langsung memecat Muhaimin hanya melalui rapat pleno.Dalam dua kasus perseteruan terdahulu antara Gus Dur dengan Pak Matori dan Alwi Shihab, Gus Dur menang pada upaya hukum terakhir,kasasi. Kedua lawannya adalah profesional, tokoh politik, berpengalaman.
Kalau diukur kekuatan dan kemampuan mereka juga tinggi.Namun keduanya mempunyai kerawanan, bukan kerabatnya. Begitu Mahkamah Agung memenangkan dan mencoba membuat keputusan arif untuk kemelut PKB,Gus Dur dengan mudah langsung mengontrol PKB. Bagaimana kini? ”Lawan”Gus Dur adalah kerabatnya, keponakannya sendiri.Walau PN Jaksel telah memenangkan gugatan Muhaimin atas pemecatan dirinya sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB, kemelut akan dilanjutkan di Mahkamah Agung (MA) yang diperkirakan akan diselesaikan dalam waktu 30 hari dalam proses kasasi.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary berharap sengketa dapat selesai sebelum waktu pengajuan daftar calon legislatif (caleg) yang akan dimulai pada tanggal 5 Agustus 2008. Dalam kasus kasasi di MA,apabila kubu Gus Dur yang menang,masalah kemelut PKB akan selesai karena sudah terbentuk kepengurusan baru dengan Ketua Umum Dewan Tanfidz Ali Masykur Musa, Sekjen Yenny Wahid, serta Gus Dur tetap kukuh sebagai Ketua Umum Dewan Syura.
Nah, masalah besar akan timbul apabila Mahkamah Agung memenangkan kubu Muhaimin.Tidak bisa terbayangkan bagaimana PKB akan memberlakukannya. Jelas Gus Dur tetap sebagai Ketua Umum Dewan Syura,Yenny Wahid sebagai sekjen, lalu—secara hukum—Cak Imin (Muhaimin) kembali duduk sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.Jelas organisasi partai ini tidak akan berjalan,semua manajemen dan gerakan partai akan terhambat.
Walau PKB tetap berhak sebagai peserta pemilu, PKB jelas akan kesulitan menentukan calegnya. Entahbagaimanacaraberpikirelite PKB? Duduknya kembali Cak Imin mau tidak mau harus mengikuti AD/ART PKB, bukan berarti PKB lantas menjadi milik kelompok Muhaimin.
Kubu Gus Dur juga nanti akan masuk di wilayah ”bingung”. Ketua Umum Dewan Syura tetap Gus Dur, bekas seterunya akan memiliki wilayah Tanfidz.
Di sinilah manusia akan diuji. Dasar berpikir dan budaya pesantren Nahdlatul Ulama harus memutuskan perilaku dan kepentingan politis dan dalam konteks situasi seperti itu,jelas sulit untuk disambungkan serta membutuhkan waktu lama. Jadi bagaimana menyelesaikannya? Kunci penyelesaian berada di tangan Gus Dur,Cak Imin,dan mereka yang berada di sekitar Gus Dur.Yang sulit kini adalah menjelaskan kepada Gus Dur terhadap kemungkinan kalah di kasasi.
Kubu Gus Dur terlalu yakin akan menang di kasasi, yang belum tentu juga terjadi.
Jelas kerugian secara keseluruhan akan berada di PKB,bukan di perseorangan. Kita bersama mengetahui sudah lama terjadi conflict of interest antara Gus Dur di satu sisi dengan para kiai sepuh di lain sisi. Dari kemelut dua kasus terdahulu hal itu sudah terlihat terjadi. PKB dengan basis kaum nahdliyin adalah kaum yang selalu menjunjung tinggi keikhlasan,kekerabatan,saling hormat-menghormati, berzikir dan berdoa bersama membaca Alquran.
Para santrinya diajari untuk selalu membersihkan qolbu.Kini kemelut ini harus disudahi karena partai ini berangkat dari jaringan pesantren di mana para kiai khos selalu mengajarkan bahwa memaafkan adalah keputusan terbaik dari seseorang. Perlu disadari bahwa banyak orang menjelang Pemilu 2009 sangat suka apabila PKB terus berkonflik.
Konstituen PKB bakal jadi ikan-ikan gemuk yang merangsang partai politik lain. Kiranya kini sudah saatnya Ketua PBNU, para kiai khos, Cak Imin, Lukman Edy bersama-sama duduk semeja dengan Gus Dur,berdamai,membicarakan masa depan PKB.Kalau tidak dimulai kini dan menunggu keluarnya keputusan kasasi,dapat diperkirakan PKB akan tambah kacau dan semakin tercerai berai.
Yang sakit hati akan bertambah. Tentu ini menjadi hal yang amat disayangkan! Kalau boleh mengimbau, Gus Dur sebagai tokoh yang sangat spesial sudah waktunya menyatukan kembali PKB. Rata-rata kaum nahdliyin sangat mengharapkan kebesaran dan keikhlasan dan pemberian maaf panjenengansebagai tokoh yang mereka hormati dan muliakan.Bersedia Gus? (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar