Selasa, 02 September 2008

GOLKAR DAN CALON PRESIDEN

Oleh : Prayitno Ramelan
14 November 2007


Hidup ini pilihan, karena itu kita harus memilih, memilih harus hati-hati, karena pilihan itu akan menentukan hidup kita. Kalimat diatas akan popular nanti Tahun 2009 dimana rakyat Indonesia akan memilih pimpinan nasional. Kalau parpol dan konstituennya salah memilih calon pemimpin, dapat berakibat menyusahkan negara, partai dan rakyat. Walau pemilu dan pilpres masih dua tahun lagi, situasi politik mulai menghangat dan ramai. Pertama-tama masing-masing parpol harus kerja keras menjaga konstituennya sendiri tidak lari agar dapat tercapai “electoral treshold”.

Selain itu juga jauh-jauh hari parpol harus memikirkan siapa calon presiden yang akan dijagokannya, termasuk wapresnya, calonnya sendiri atau mendukung calon lainnya. Sudah sejak lama ilmu pengetahuan intelijen dapat digunakan untuk menilai sesuatu kejadian atau masalah, termasuk politik. Intelijen mempunyai kemampuan membuat sebuah perkiraan terhadap sesuatu yang belum terjadi, walau bersifat ramalan/perkiraan, tetapi dapat dipertanggung jawabkan. Ramalan/perkiraan intelijen didasarkan kepada kejadian-kejadian masa lalu (“the past”), masa kini (“the present”), setelah dianalisa secara komprehensif, maka akan dapat diramalkan bagaimana kedepan (“the future”).

Sebagai contoh sederhana tanpa melalui proses analisa mendalam kita lihat Partai Golkar. Dimasa lalu Golkar pada masa pemerintahan orde baru adalah partai pemerintah, setelah kejatuhan Pak Harto, dengan susah payah Golkar dapat terus survive karena dikenal para reformis sebagai partainya Orde Baru. Dalam perjalanan waktu reformasi dan konsolidasi demokrasi upaya kerasnya untuk memperbaiki citra, membalik opini negatif, berhasil, dan memenangkan pemilu legislatif 2004. Kelebihan Golkar ini karena sudah tertatanya jaringan yang selama lebih 32 tahun sampai keseluruh pelosok tanah air, ini salah satu jasa Pak Harto yang kadang sulit untuk diakui, juga jasa tokoh-tokoh Golkar yang eksis antara tahun 1998-2004

Sumber daya manusianya luas tersebar baik di birokrasi, masyarakat, ulama, cerdik pandai, pengusaha, petani, buruh dll. Kekuatan dukungan dananya juga sulit dilawan. Kejadian masa kini, Golkar sebagai Partai pendukung pemerintahan Presiden SBY/JK, walau beberapa tokohnya menilai terlalu sedikit diberikan kursi di Kabinet Indonesia Bersatu, keberatan yang diajukan dinilai masih dalam toleransi dan kepantasan. Gaya kepemimpinan Ketua Umumnya (Jusuf Kalla), yang lugas, sederhana, tidak muter-muter, ditambah munculnya beberapa tokoh muda yang terpelajar, simpatik, pandai, menjadikan partai ini kelihatannya akan lebih disukai kalangan terpelajar karena tidak kampoengan.

Agung Laksono tokoh Golkar yang berpengalaman, sebagai Ketua DPR juga termasuk symbol kepantasan orang Golkar dalam menduduki jabatan penting. Tokoh Surya Paloh ketua Dewan Pembina Golkar, terlihat sebagai peloby ulung, yang berani masuk kesarang competitor kuatnya (PDIP). Walau terdapat beberapa faksi didalam, yang muncul sementara ini baru ambisi perorangan, kepentingan masing-masing kelompok bisa terakomodir dalam Partai, teredam, tidak mencuat keluar terlebih sampai ke pengadilan. Mantan Ketua Umumnya Akbar Tanjung walau tersingkir, masih bersikap sebagai politikus ulung, tidak dengan ngamuk-ngamuk, walau yang dirasakannya mungkin sangat menyakitkan.

Yang agak mengganggu hanya kasus Lumpur Lapindo, dimana kesan masyarakat, Aburizal Bakri (Ical) sebagai salah satu tokoh Golkar terlibat didalamnya dan mau cuci tangan. Hal ini perlu segera dituntaskan secepatnya, potret rakyat sengsara dapat menurunkan citra. Kesimpulannya, ini partai masih hebat. Diperkirakan pada pemilu legislatif 2009 perolehan suaranya tidak akan jauh bergeser dari perolehan pada pemilu 2004, bahkan dapat bertambah. Kecuali kalau ada masalah serius yang mencederai konstituennya. Walau kemungkinan memenangkan pemilu legislatif 2009 cukup besar, dari pengalaman 2004 belum tentu calon presiden yang berasal dari internal Golkar akan menang.

Bukan ambisi tapi realitas, dan bukan rivalitas tapi kompetisi yang dikedepankan, itu kira-kira yang harus diperbuat para petinggi partai. Golkar harus realistis, masih besar keinginan rakyat dalam pilpres 2009 dengan komposisi militer-sipil atau sebaliknya, jadi jangan dipaksakan pasangan yang hanya disukai beberapa orang kuat di Golkar saja. Golkar mempunyai peluang besar merebut kekuasaan pada 2009, atau paling tidak membentuk koalisi permanent tidak perlu dengan banyak Partai. Menempatkan kader-kadernya mayoritas di Kabinet, sehingga adanya kesatuan tindak para pejabat dalam mendukung Presiden.

Sebagai sebuah partai besar, mapan dan terpelajar, sudah waktunya Golkar lebih memikirkan dan menolong bangsa ini untuk lebih maju kedepan, tidak hanya memikirkan kepentingan internal Partai saja. Yaitu dengan menguasai legislatif dan kabinet, memilih pimpinan nasional yang bermanfaat untuk bangsa, negara dan rakyat, cukup pendidikan, pengalaman dan kepribadiannya baik. Bangsa kita sangat besar, karena itu dalam masa transisi ini kita butuh pemimpin besar dan hebat dalam mengantisipasi perkembangan dan ancaman dunia.

Militer (TNI) selalu mempersiapkan calon-calon pimpinannya. Leadership adalah ilmu yang diajarkan dipendidikan TNI, selain sebagai ilmu, juga didatangkan para senior yang pernah sukses sebagai pemimpin, Menteri, Panglima, Kepala Staf Angkatan dan juga ahli-ahli dalam pengetahuan kepemimpinan. Sense of leadership melekat selalu pada diri tiap perwira. Bagaimana sebaiknya melihat kepemimpinan nasional kedepan?.Menurut Dr.Blaine Lee yang mendapat dua kali penghargaan sebagai pemuda berprestasi Amerika (Outstanding Young Men of America), setiap teori kepemimpinan memiliki nilai masing-masing.

Seorang pemimpin tidak akan berhasil membangun pengikutnya jika tidak berhasil melihat suatu masalah yang sedang terjadi. Semua perubahan berawal dari suatu kepekaan atau kesadaran. Dia harus mempunyai visi, dan harus diuji apakah selama ini visinya diikuti masyarakat. Pemimpin sekarang tidak dilengkapi dengan GBHN, maka visi, misi dan programnya yang akan dinilai rakyat. Pemimpin harus bisa menghargai orang yang dipimpinnya dan mampu mengendalikan diri. Banyak pemimpin yang merasa sebagai “boss” dan tidak mendengarkan orang lain sehubungan dengan apa yang telah dilakukannya.

Pemimpin harus memulai dari diri sendiri, bertanya kepada orang lain apa pendapat mereka tentang dirinya. Juga harus belajar dari teguran orang lain kepada dirinya. Golkar sebaiknya mencari pemimpin nasional yang mencintai rakyat, bangsa dan negaranya, selalu berfikir demi untuk kepentingan nasional Indonesia dan NKRI. Bukan hanya memikirkan diri atau kelompoknya saja. Kalau Golkar dan Partai Demokrat menilai komposisi SBY-JK memang yang terbaik dan terkuat untuk capilpres 2009, kenapa tidak. Persiapkan pasangan ini dari sekarang, tidak perlu ragu atau takut jadi sasaran tembak. Bukankah tiap hari pasangan ini juga sudah ditembaki?.

Jangan hanya bertahan, tapi menyerang, kemenangan harus direbut. Dengan demikian Golkar dan Partai Demokrat bisa lebih konsentrasi kepada pemilu legislatif. Untuk membangun, menjaga dan meningkatkan citra calon, diserahkan saja kepada SBY/JK, masih ada waktu dua tahun, kalau keduanya bersatu, sukses dalam sisa pemerintahannya, siapa yang bisa melawan?. Kalau dinamika politik ditubuh Golkar menghendaki lain, dan tidak menghendaki maju bersama SBY, maka Golkar sebaiknya tetap mengambil calon dari Mantan TNI.

Bila Pak JK akan menjadi Capres, ada beberapa calon wapres dari TNI yang mulai muncul di arena politik. Opsi diatas dalam strategi perang dinilai sangat menghemat energi dan dana, lebih efektif dan efisien, istilahnya membagi kekuatan sesuai dengan kebutuhan medan tempur. Bangsa Indonesia sudah sama-sama letih, lelah, susah. Kita sudah merdeka 62 tahun rakyat masih banyak yang menderita, miskin, susah. Siapa yang mau dan bisa menolong, ya harus kita sendiri. Sebagai sebuah Partai hebat dan besar, apa bisa Golkar menjadi harapan?. Ini hanya perkiraan dan masukan saja.

Tidak ada komentar: