Selasa, 20 Januari 2009

Januari, Bulan Penting Dan Kritis Bagi Sultan


Oleh Prayitno Ramelan - 18 Januari 2009 - Dibaca 671 Kali -

Tadi malam penulis menghadiri undangan seorang sahabat dalam acara yang berjudul MEOK (Makan Enak Omong Kosong), makan nasi uduk dan ribs yang enak sekali dan cerita-cerita omong kosong. Pada acara tersebut penulis bertemu dengan Guntur Soekarnoputra yang menyanyikan sebuah lagu dari Afrika Selatan, dan yang hebatnya Mas To, begitu Guntur biasa disapa masih mampu memainkan gitar dengan piawai.

Penulis saat diberi kesempatan naik panggung, sebelum menyanyikan sebuah lagu dengan judul “There Goes My Everything” , menyampaikan sedikit analisa kepada Mas To, bahwa secara personal saat ini memang elektabilitas SBY berada diatas Mega. Akan tetapi begitu kedua tokoh tersebut dipasangkan dengan cawapres tertentu, apabila Mega mampu memilih pendampingnya yang tepat peluangnya masih besar untuk menang. Meok tadi malam ternyata berlanjut didalam sebuah renungan hingga menjadi sebuah artikel yang merupakan perkembangan dari Mega-Buwono.

Pagi ini banyak diberitakan oleh media massa bahwa tokoh PDIP Taufik Kiemas, suami Mega pada hari Jumat (16/1) telah melakukan pertemuan empat mata selama dua jam dengan Sri Sultan di Sleman, Yogya. Pihak PDIP menjelaskan melalui Effendy Simbolon bahwa pertemuan berlangsung saat kedua tokoh tersebut menghadiri acara temu Alumni dan Dies Natalis UII Yogya. Effendi menjelaskan mahwa pertemuan empat mata itu juga memperbincangkan tentang rencana kedepan terkait hubungan Megawati dengan Sri Sultan dalam Pilpres 2009. Pembicaraan lainnya terkait dengan pemahaman bersama tentang bagaimana melihat keutuhan bangsa dan negara serta pemahaman sejarah masing-masing.

Baik TK maupun Sultan berdiskusi dengan visi masing-masing serta adanya “sharing” masalah yang membelit bangsa ini. Langkah kearah duet Megabuwono dikatakannya sudah semakin mengerucut, walaupun belum dideklarasikan. “Pak Taufik berpesan agar Sultan tetap berada di Partai Golkar, dan ini semacam tahapan finishing touch saja, tanpa mengabaikan calon-calon yang lain” kata Effendi Simbolon. Selanjutnya dikatakannya bahwa Ibu Mega dan Sultan memiliki jiwa kebangsaan yang kuat, cara pandang mereka sama tentang pemerintahan saat ini yaitu pemerintah yang sekarang sudah tidak bisa diandalkan lagi.

Pertemuan antara TK dengan Sultan tidak akan berhenti sampai disitu saja, tetapi akan terus dilakukan dengan intensif. PDIP dikatakannya akan tetap melakukan pertemuan dan menjalin komunikasi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk dengan tokoh-tokoh yang dinilai memiliki potensi sebagai pendamping Mega. PDIP ingin tetap mencari figur yang ideal. Selain Sultan dikatakan oleh Effendi bahwa ada banyak tokoh lain yang masuk daftar buruan PDIP untuk menjadi pendamping Mega. Diantaranya Hidayat Nur Wahid, Akbar Tanjung, Jenderal (Purn) Ryamizard Ryakudu, Jimly Ashiddiqie dan Din Syamsuddin.

Dilain sisi, kubu pelangi sebagai pendukung Sultan, melalui Franky Sahilatua sebagai anggotanya, mengatakan pertemuan hanya membicarakan kondisi kebangsaan dan bagaimana memperbaiki bangsa ini. Dalam pertemuan tidak dibahas soal kemungkinan duet Mega-Sultan, karena Sultan tetap berkomitmen untuk membahas soal cawapres usai pemilu legislatif. Diakuinya akan ada pertemuan selanjutnya.

Dari penjelasan kedua belah pihak, terlihat bahwa nampaknya PDIP mencoba mendapatkan pandangan langsung dari salah satu cawapres yang dibidiknya. Sri Sultan walaupun masih sebatas figur tanpa dukungan kuat parpol besar kini dengan elektabilitasnya yang cukup tinggi merupakan tokoh yang diburu oleh beberapa elit parpol. Setelah Sukmawati yang mencoba mendekatinya, maka kini PDIP yang nampakya “dikejar waktu” akan Rakernas akhir Januari ini mencoba mendekatinya. TK sebagai ujung tombak terdepan PDIP dalam urusan cawapres telah mencoba turun langsung melobi Sultan, nampaknya akan ada pertemuan selanjutnya. Melihat penjelasan anggota tim pelangi Franky Sahilatua, ada sedikir “barrier” dipihak Sultan yang dikatakannya bahwa Sultan akan membicarakan soal cawapres seusai pemilu legislatif.

Dengan demikian, nampaknya Sultan akan melihat hasil pemilu legislatif dari beberapa parpol besar, menengah ataupun Partainya Golkar, khususnya posisi yang menguntungkan pihaknya. Disamping itu Sultanpun kelihatannya akan terus menaikkan elektabilitasnya. Apabila nanti seusai pemilu dan menjelang pilpres posisinya tidak memungkinkan untuk tetap menjadi capres, Sultan kelihatannya akan menurunkan posisi politiknya menjadi cawapres.

Dari hitung-hitungan politik, sebenarnya akan lebih menguntungkan bagi Sultan apabila kini menerima “pinangan” PDIP sebagai cawapresnya Mega. Karena gambaran beberapa hasil survei, kemungkinan besar pada pilpes nanti yang maju hanya dua capres SBY dan Mega. Parpol lain yang berpeluang mengajukan capres adalah Golkar. Apabila ingin menggunakan kendaraan Golkar, Sultan harus mampu dahulu mengalahkan dominasi faksi pendukung JK. Ini berarti medan tempurnya menjadi dua, ditubuh Golkar dan kemudian di Pilpres, enersi yang dibutuhkan akan sangat besar.

Sementara ini posisinya di Golkar dinilai kurang begitu kuat. Bulan ini adalah bulan yang kritis bagi Sultan, beliau harus memutuskan segera, karena PDIP akan membahas dengan serius pendamping Mega pada akhir bulan, bahkan akan memutuskan. Dalam sebuah pertarungan perebutan simpati rakyat, parpol, para capres dan cawapres sebaiknya jangan berspekulasi, kalkulasi sebaiknya dilakukan dengan dasar elektabilitas, hindari informasi “semu” tidak berdasar yang justru sering menjerumuskan. PDIP sebaiknya tidak mengambil Cawapres yang elektabilitasnya rendah, terlebih yang belum mempunyai nilai elektabilitas. Hasil beberapa Lembaga survei sebaiknya dijadikan sebagian dasar pertimbangan, khususnya dalam pengambilan keputusan, karena itulah sarana terbaik dari sebuah pilpres.

Maka, alternatif terbaik Sultan adalah bergabung dengan Mega, dengan tetap menjadi tokoh di Golkar. Artinya, apabila nanti Golkar lepas dari Partai Demokrat dan tidak mengajukan capresnya sendiri, maka besar kemungkinan Golkar akan berpaling ke Sultan. Apabila Sultan bersama Mega, peluang Mega-Buwono sangat besar akan memenangkan pilpres. Pilpres bukanlah persaingan partai, partai adalah kendaraan pengusung dalam memenuhi persyaratan UU Pilpres, inti dari pilpres adalah penilaian publik terhadap figur capres dan cawapres. Dari hasil survei Lembaga Survei Nasional pada tanggal 10-20 Desember 2008 , didapat data bahwa Mega-Buwono apabila pilpres dilakukan bulan Desember mampu mengalahkan pasangan SBY-JK dengan angka 44,8% - 39,1%. Data ini sebuah awal yang sangat baik bagi Mega-Sultan.

Apabila keduanya gagal disandingkan, maka terdapat dua calon yang sudah siap sebagai calon alternatif yang dinilai terbaik sebagai pendamping Mega, yaitu Hidayat Nur Wahid, Prabowo. Keduanya sudah memiliki elektabilitas dan didukung parpol yang kemungkinan akan berada dipapan tengah. Jadi kesimpulannya apabila peluang dari PDIP diambil, PDIP dan Sultan akan sama-sama untung, apabila peluang ditolak, Sultan mungkin tidak akan mendapat apa-apa pada Pilpres nanti. Oleh karena itu bulan ini dapat dikatakan sebagai bulan yang sangat penting, kritis dan harus dihitung benar oleh ”Ngarso Dalem” dan Tim Pelangi. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.

Tidak ada komentar: