Jumat, 23 Januari 2009

Babak Baru AS, Obama Dan Teroris


Oleh Prayitno Ramelan - 21 Januari 2009 - Dibaca 610 Kali -

Malam tadi kita menyaksikan sebuah acara spektakuler pelantikan presiden sebuah negara “super power” Barack Hussein Obama yang secara luas disiarkan keseluruh dunia. Pelantikan yang dihadiri sekitar dua juta orang dan milyaran pasang mata diseluruh dunia dikemas dengan sangat megah dan antusias. Seorang artis melukis foto Obama dan menuliskan sebuah kata “hope” dibawahnya. Hope adalah harapan, harapan yang sangat besar rakyat Amerika dalam menyongsong masa depan, yang juga harapan dari banyak negara didunia, kini terletak dipundak Obama.

Obama menjadi presiden ditengah situasi yang memburuk yang memukul AS dan mengimbas keseluruh dunia. Dia mengingatkan rakyat AS bahwa tantangan yang dihadapi tidak mudah, dia mengajak seluruh bangsa untuk selalu penuh harapan dan meminta seluruh rakyat untuk memikul tanggung jawab pribadi dan bersiap-siap menghadapi masa-masa sulit ke depan. Obama akan lebih mencurahkan perhatian pada masalah ekonomi selama 16 bulan ke depan.

Selain ekonomi, Obama juga akan menutup kamp tawanan di Guantanamo Bay, Kuba, mengurangi pasukan di Irak, serta menambah pasukan di Afghanistan. Dalam pidato pelantikan yang telah dipersiapkan, Obama menekankan “tantangan yang dihadapi oleh AS adalah nyata” dan “tidak akan dapat dituntaskan dalam waktu dekat.” Namun, presiden kulit hitam pertama di AS ini menekankan “masalah itu tetap akan dituntaskan.”(kompas.com 21/1). Selanjutnya dikatakan “Bagi dunia Muslim, AS akan menempuh cara menciptakan hubungan baru secara langsung melalui hubungan saling menghormati dan mengedepankan kepentingan bersama,” kata Obama. “Bagi para pemimpin dunia yang berupaya menabur konflik atau menyalahkan keterpurukan masyarakatnya kepada Barat - ketahuilah bahwa masyarakat kalian akan menilai dari apa yang kalian bangun, bukan yang kalian rusak,” tegas Obama.

Dilain sisi masalah terorisme, ini akan menjadi perhatian yang serius. Sebelum pelantikan, Presiden terpilih Barack Obama Rabu (14/1) mengatakan bahwa Al-Qaeda dan Osama bin Laden tetap ancaman nomor satu bagi keamanan AS, setelah sebuah rekaman suara baru muncul dari Osama. “Kami akan melakukan apa saja semampu kita untuk meyakinkan bahwa mereka tidak dapat menciptakan tempat berlindung yang aman yang dapat menyerang Amerika. Itulah garis dasarnya,” Obama menambahkan.

Kini Obama dihadapkan pada dua masalah pokok yaitu masalah dalam negerinya memperbaiki perekonomian dan kebijaksanaan politik luar negerinya yang pada delapan tahun terakhir banyak diwarnai kekuatan keras atau militer (hard power). Kebijakan politik luar negeri presiden Bush khususnya dalam memerangi terorisme dinilai menjadi tidak produktif, banyak mengorbankan nyawa, harta dan nama baik AS. Kini Obama akan mengambil langkah tegas dengan menarik pasukannya dalam 16 bulan dari medan tempur yang sia-sia di Irak. Obama akan memfokuskan palagan tempurnya di Afganistan dimana sel-sel teroris sebagai musuh besarnya berada. Pentagon terlihat sudah menyetujui untuk menambah 30.000 pasukan untuk digelar di Afganistan.

Calon menteri luar negeri AS, Hillary Clinton, pada 12 Januari 2009 telah memaparkan pemikiran-pemikiran kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, dia memaparkan smart power (kekuatan pintar) dalam kebijakan-kebijakan luar negeri negara adidaya tersebut. Strategi ini memiliki prospek yang baik untuk memenangkan hati komunitas internasional.
Dalam konteks mengatasi ancaman dan perseteruannya dengan kelompok teroris internasional, nampaknya Obama menyadari betul bahwa ancaman teror terhadap AS harus diselesaikan dengan gabungan smart dan hard power. Obama akan melakukan tekanan lebih serius terhadap kelompok-kelompok teroris di Afganistan dan dia akan menetralisir pengaruh terorisme di negara-negara muslim.

Osama Bin Laden adalah produk budaya yang memperkuat rasa permusuhan, rasa tidak percaya dan dan kebencian mereka terhadap Barat khususnya AS. Budaya ini tidak mendewakan terorisme tetapi menyalakan fanatisme yang sudah ada dihati mereka. Masalahnya bukanlah Osama Bin Laden yakin kalau ini adalah perang suci melawan Amerika, masalahnya adalah jutaan orang di negara-negara Islam kelihatannya setuju (Fareed Zakaria). Inilah sebenarnya masalah yang harus diselesaikan oleh AS. Kini AS dibawah Obama memasuki babak baru dalam membuat negaranya aman dan tenteram. Ancaman teroris harus dinetralisir segera karena teroris memang ancaman utamanya yang nyata dan tak terduga, pernah mengharu birukan AS dengan meruntuhkan menara World Trade Center.

Kekuatan militer akan difokuskan di palagan bergunung Afganistan, membungkam Al-Qaeda, sementara dilpomasi pintarnya akan lebih diutamakan khususnya kepada negara-negara muslim. Bila AS dapat membantu negara-negara Islam dan negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam seperti Indonesia memasuki kehidupan yang lebih maju, bermartabat dan penuh dengan kedamaian, maka hasilnya akan dirasakan oleh Amerika jauh lebih besar dari pada hanya sekedar mengatasi ancaman terorisme. Nampaknya memang jalan ini yang akan ditempuh oleh AS dibawah kepemimpinan Obama. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar didunia, Indonesia harus menempatkan rasa percaya diri yang lebih besar dan pintar dalam berhubungan dengan anak menteng yang kini menjadi penguasa dunia. Mampukah kita memanfaatkan peluang tersebut?

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.

Tidak ada komentar: