Sabtu, 06 Desember 2008

Golkar Mulai Membaca Gerilya PKS

Oleh Prayitno Ramelan - 6 Desember 2008 - Dibaca 1725 Kali
Sumber : Kompasiana.Com

Momentum reformasi politik dan demokrasi di Indonesia terjadi setelah dilaksanakannya Pemilu pada 1997. dengan kondisi politik yg ada, maka pemilu yang seharusnya dilaksanakan lima tahun lagi diajukan pada 7 Juni 1999. Peserta pemilu terdiri dari 48 parpol, 34 diantaranya berasas Pancasila, 10 parpol berasas Islam dan 4 parpol berasas lainnya. Pada pemilu 1999 maka PDIP berhasil menjadi partai pemenang dengan 153 kursi, Golkar 120, PPP 58, PKB 51 dan PAN 34 kursi. Pada pemilu ini Partai Keadilan sebagai partai baru tidak memenuhi “electoral treshold”, sehingga tidak bisa mengikuti pemilu selanjutnya pada 2004.

Pada pemilu yang dilaksanakan 5 April 2004, parpol peserta pemlu berjumlah 24 buah. Dari 24 parpol, tercatat ada 7 parpol yang mendapat perolehan suara cukup besar berdasarkan jumlah perolehan kursi dan lolos dari electoral treshold (ambang batas pemilihan). Golkar menduduki peringkat pertama memperoleh 128 kursi, PDIP 109, PPP 58, Partai Demokrat 57, PAN 52, PKB 52 dan PKS 45.

Dari kedua pemilu tersebut terlihat bahwa Partai Golkar dan PDIP adalah parpol papan atas, hanya saling bertukar tempat. Yang menarik pada pemilu 2004 terdapat dua parpol dengan nama baru yang mampu masuk dalam kelompok parpol papan tengah yaitu Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Partai Demokrat menjulang tinggi karena ada “SBY” sebagai daya tarik utama, sementara PKS sebenarnya Partai Keadilan yang berubah wajah menjadi Partai Keadilan ditambah Sejahtera. Partai yang berasas Islam ini unik, tidak mempunyai tokoh “pemeran utama”, tapi mampu meyakinkan konstituen dengan menjual programnya. Belajar dari kegagalan pada pemilu 1999 PKS dengan cerdik mampu masuk dijajaran elit di papan tengah. Langkahnya yang mendukung SBY untuk maju pada pilpres 2004 diantaranya yang menjadikan SBY menjadi presiden.

PKS yang konon didukung banyak Doktor didalamnya dengan cerdik dan “nekat” mencantumkan beberapa tokoh nasional dalam materi iklannya menjelang pemilu 2009. PKS memasang tokoh-tokoh nasional seperti Bung Karno, KH Hasyim Asy’ari, Ahmad Dahlan, M Natsir, Muhammad Hatta, Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Yang paling “nekat” PKS juga memasang foto Pak Harto. Di akhir tayangan iklan muncul suara “Terima kasih Guru Bangsa, terima kasih pahlawan, kami akan melanjutkan langkah bersama PKS”.

Dari iklannya yang oleh banyak pihak diprotes dan kemudian menjadi kontroversi, muncul tuduhan bahwa PKS mau menunjukkan, semua kelompok akan diakomodasi, dari orde lama, orde baru, hingga orde reformasi, juga termasuk kelompok nasionalis maupun Islam. Kini, langkah “berani lanjutan” PKS diantaranya akan memberikan PKS Award kepada putri mendiang Pak Harto, Siti Hardiyati Rukmana (Mbak Tutut). Lengkaplah strateginya yang mencoba menarik para pengikut Soeharto agar bersimpati. Selama ini keluarga Cendana selalu ditekan, persoalannya tidak pernah ada kata putus terhadap status hukum Pak Harto. Semua pihak takut bersuara, takut dihujat. Maka langkah PKS ini adalah langkah yang sangat strategis, langsung menusuk kedalam kantong-kantong dan jantung konstituen Golkar.

Mempertimbangkan kondisi tersebut, Ketua Umum Golkar bereaksi dan mengatakan bahwa tidak masalah PKS masuk kedalam lingkungan keluarga Cendana lewat program penghargaan kepada Mbak Tutut. “Namanya kampanye, ingin merebut hati orang, kalau tidak begitu bukan kampanye” katanya. Diakuinya, metode kampanye PKS positif, namun berisiko. Sebaliknya, JK mengatakan Golkar yang menghormati jasa-jasa besar almarhum Soeharto, mengucapkan terima kasih kepada PKS yang juga berpandangan sama dengan partainya. “Kita berterima kasih. Baguslah itu supaya ada kawan yang menghormati Pak Harto, jadi kita berterima kasih juga kepada PKS” katanya.

Didalam dunia perpolitikan, ungkapan seorang Ketua Umum Partai adalah gambaran dari partainya. Kalau yang menyatakan seorang ketua DPP saja, belum tentu itu merupakan pernyataan partai. Dari apa yang dikatakan JK, kita bisa menafsirkan dua hal, pertama Golkar “agak” khawatir dengan langkah “brilian” PKS tersebut. Ada istilah dalam golf yang mungkin tepat dipakai dalam dunia blogger “Lengbet”, artinya kalau tidak waspada maka Golkar kalau “meleng” akan disabet konstituennya oleh PKS. Golkarpun selama ini sebagai bekas “anak buah” Pak Harto kurang berani secara eksplisit masuk diwilayah ini. Sejatinya sejak jaman terbentuknya dahulu Golkar selalu identik dengan Pak Harto. Langkah sang Ketua Umum ini lebih terlihat merupakan usaha dalam menjaga kadernya yang “Soehartois” agar tidak lari kepelukan PKS. Memang tajam “intuisi” bapak yang satu ini.

Yang kedua, JK secara halus mengisyaratkan, persetujuannya atas langkah strategi PKS yang penulis sebut “gempur di semua lini”, dalam bahasa politik kira-kira diartikan “langkahnya bagus, kita bisa sejalan dan mungkin nanti bisa berkoalisi”. Isyarat-isyarat seperti ini jelas akan menyejukkan para tokoh keras Golkar seperti Surya Paloh yang menginginkan Golkar maju sebagai presiden. Mungkin mulai terpikirkan Golkar akan berkoalisi dengan PKS nampaknya.
Memang sangat sulit bagi parpol Islam untuk menggerus suara dari parpol nasionalis, beberapa pemerhati mengatakan parpol Islam disarankan tidak terjebak dalam politik identitas yang hanya mengedepankan simbol keagamaan.

Menurut Direktur riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi, bahwa perubahan perilaku pemilih masyarakat sangat cepat. Mayoritas pemilih Indonesia beragama Islam, namun dalam menentukan piihannya, mereka tidak terlalu perduli dengan identitas parpol. Pemilih muslim lebih mengutamakan pertimbangan rasional dibandingkan perintah agama. “Karena menggunakan pemikiran rasional, partai-partai non-Islam yang dinilai lebih mampu menjaga rasionalitas akan mendapat dukungan besar dari pemilih muslim maupun pemilih non-muslim”.
Parpol besar benar-benar harus mewaspadai langkah rasional yang “hebat dan nekat” PKS ini, PKS kini mencoba masuk ke wilayah nasionalis, parpol yang paling lemah dan rawan adalah Golkar, lemah karena Golkar tidak mempunyai tokoh sentral, “patron” pengikat, juga rawan karena terdapat beberapa faksi didalamnya.

Berbeda dengan Partai Demokrat dan PDIP yang memiliki SBY dan Mega. Kalau kurang hati-hati, salah-salah nanti PKS akan mengimbangi perolehan suara dari Partai Golkar. Maaf, ini hanya sebuah analisa seorang blogger tua pak, belum tentu benar juga. Hanya membaca situasi dan kondisi yang berkembang. PRAY.

26 tanggapan untuk “Golkar Mulai Membaca Gerilya PKS”

mahendra99,
— 6 Desember 2008 jam 5:05 pm
pks memang partai yang sedikit lebih maju dari partai2 lain, dan mereka siap menerima perubahan dengan cepat dan bisa beradaptasi dengan cepat, mereka juga mengetahui “market” apa yang dibutuhkan dalam pemilu 2009 nanti. karena pks mempunyai kader2 yang benar2 militan. mereka tahu benar aspirasi dari bawah seperti apa. tapi sayangnya pks kadang lebih memperhatikan masalah2 yang berkaitan dengan “keislaman” saja, tidak menyentuh masyarakat secara umum (berbagai macam lintas agama) jadi cuma terkesan partai islaminya sangat kentara sekali. bukan bersikap sebagai partai umum yang mengedepankan kepentingan secara umum.

Rukyal Basri,
— 6 Desember 2008 jam 8:13 pm
Strategi ‘desa’ mengepung ‘kota’. Atau teory ulat memakan daun, pak Pray? Siapa sangka, suatu waktu dapat batangnya, dan memitik buahnya. Tapi jangan panjat beringin melalui batangnya, gunakan akar yang menjuntai menyentuh tanah. Namun waspada juga, buahnya agak paiiiiit, hanya burung tertentu yang mampu ‘memakannya’.

Nanang DP,
— 6 Desember 2008 jam 9:22 pm
Pakde Pray..menarik sekali memang Golkar ini,Sebagai partai yang pernah dihujat dan bangun lagi, Golkar memang menjadi penentu dalam pilpres 2009 mendatang. Ini dikatakan sendiri oleh mantan ketua umum Golkar, Akbar Tanjung sendiri. Akbar menyatakan Golkar sebenarnya berpeluang memunculkan calon presiden alternatif pada 2009 mendatang selain pilihan SBY atau Mega. Ini terjadi karena Golkar diprediksi masih bisa meraih 15 persen suara. Sayangnya, Golkar sampai saat ini masih belum menentukan sikap soal siapa capresnya, mengingat JK masih wait and see soal ini karena diduga masih ingin paket SBY-JK dilanjutkan. Akbar secara pedas menyebut langkah JK ini sebagai langkah pedagang karena bisa menguburkan cita-cita politik Golkar sendiri. Kalau keputusan siapa bakal capres Golkar baru ditentukan setelah putaran pertama (pemilihan caleg) selesai, maka jelas capres dari Golkar (yang terpilih) hanya memiliki waktu 2 setengah bulan untuk mengejar ketertinggalan dari capres lainnya. Apakah pakde bisa memprediksi, dalam waktu sesingkat itu si capres itu bisa mengejar dengan taktik pencitraan dllnya?PKS sendiri memungkinkan untuk meraih kader Golkar jika soal capres ini tidak segera diatasi. Soalnya, faksi-faksi di Golkar sendiri kemungkinan akan pecah jika sikap ini tidak jelas-jelas jua. Tapi saya sendiri salut dengan langkah Sri Sultan, yang melalui harian Kompas, Sabtu, 7 Desember ini menyatakan maju sebagai capres. Nah, persoalannya, Golkar apa mau mencalonkan Sultan?Salam ya Pakde Pray…mohon kami terus diberi pencerahan…

edwin,
— 6 Desember 2008 jam 10:25 pm
PK Sejahtera atau PKS memang salah satu contoh partai “mutiara terpendam” di tengah-tengah membanjirnya partai-partai lain yang belum tentu sebersih dan seperduli PKS, apalagi partai-partai yang baru “nongol” yang selama ini para pengurusnya terlibat aktif dalam arus lumpur orde baru di bawah kendali Soeharto. Golkar perlu meniru keteladanan PKS dalam memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara agar bisa disejajarkan dengan PKS dalam arti yang sebenarnya, seperti dalam hal pembinaan kader-kadernya agar ikhlas berjuang demi kejayaan bangsa dan negara Indonesia.

siska,
— 6 Desember 2008 jam 11:40 pm
wah pak pray…anda telat nulis ini…saya lebih dahulu yang mengungkapkannya di milis panyingkul. maaf pak pray.

Prayitno Ramelan,
— 7 Desember 2008 jam 6:18 am

@Mas Mahendra, pendukung PKS nih…iya ini partai unik, tidak punya tokoh yg sangat kuat, maka capresnya ada 8 orang. Salam>Pray.

@Pak Rukyal, sudah di Ohio ini masih ingat sama pepatah2 itu, “buah mangga buah kedondong, pendapat anda benar dong!”. Salam ya.

@Mas Nanang, iya tuh, pak JK sekarang lagi konsentrasi ke pemilu legislatif dahulu, karena kalau sampai perolehan suaranya golkar turun, agak repot juga ya. Herannya para tokoh2 itu kan pada punya pengikut, belum lagi ada yg ikut pak Wiranto, Prabowo, Sri Sultan, kini digerilya PKS, wah lama2 menipis juga. Oleh karena itu mereka belum menentukan siapa yg mau maju jadi capres, kalau cawapres ya pak JK yg elektabilitasnya tinggi. Gt ya.Salam.

@Mas Edwin, pendukung PKS nih, boleh saja kok mendukung partai yg mana, dalam tulisan yg lalu saya menulis PKS agar jangan terlalu “over confidence”, jangan terlalu percaya pada analisa pilkada. gitu ya,Salam.Pray.

@Mbak Siska, wah tidak tahu nih bahwa anda sudah nulis dan mengungkapkannya di panyingkul hal serupa, yg penting sebuah tulisan bukan plagiat kan ya, bukan copy paste, namanya juga analisa, kebetulan instink kita sama kali ya. Saya belum pernah buka panyingkul, nanti saya lihat. Anda penulis politik juga?Kenapa kok tidak nulis di kompasiana, kan bisa menambah wawasan. Salam.Pray.

siska,
— 7 Desember 2008 jam 8:25 am
kalau saya gak PD gabung dgn penulis senior seperti pak pray di kompasiana ini,…hormat saya kepada bpak pray.

Eep Khunaefi,
— 7 Desember 2008 jam 9:26 am
Saya setuju dengan analisa Bapak. Dengan langkah-langkah brilyan tapi penuh resiko ini, PKS bisa “dimungkinkan” meringsek ke tiga besar dalam pemilu nanti. Menurut saya, jika Golkar ingin kuat harus berani menggadang Sultan Jogya untuk menjadi calon presidennya. Soalnya, saya dengar di berita kalau Golkar belum ada inisiatif untuk mengambilnya sebagai capres, sehingga Sultan Jogya itu sudah siap-siap diri untuk jadi capres alternatif. Sebab, saya lihat tokoh kuat yang memiliki integritas moral tinggi dari Golkar sejauh ini hanya Sultan itu. Ada yang lainnya, tapi sudah mencar ke mana-mana alias bikin partai sendiri. Tapi, saya lihat JK kayaknya agak keberatan. Soalnya, (maaf) JK sendiri sepertinya ingin menjadi capres dari Golkar. Bukan begitu Pak De! Sekali lagi, saya setuju dengan analisa Bapak yang demikian itu.

Prayitno Ramelan,
— 7 Desember 2008 jam 10:56 am

@Sisca, wah jangan begitu, ayo sudah buat saja artikel, kirim ke pengelola, tidak apa2 kok Sis. Ini indie media yang bebas kok. Saya ini disebut senior….. kan karena sudah tua ya…he,he,he…sixty one years old. Ok deh, terima kasih ya Sisca.Salam juga

Andreas,
— 7 Desember 2008 jam 5:28 pm
Pak Pray,Saya setuju dengan PKS kalau mereka menjadi orang partai yang tidak berplatform agama, karena saya kebetulan bukan muslim. Memang saya lihat, PKS sedang bagus saat ini, dan apa salahnya kalau menjadi penyeimbang, untuk memberi shock terapi kepada partai2 yang sudah “mapan” seperti Golkar, PDIP, dan PPP. Karena dengan adanya dobrakan baru, mereka itu akan berbenah, yang hasil akhirnya akan positif terhadap perpolitikan negeri ini.Namun, melihat platform mereka selama ini, mereka masih berasaskan Islam, yang mana saya yang bukan muslim tidak terakomodasi di dalamnya. Itulah sedikit dilema bagi keompok (partai) yang berideologi kelompok (agama). Saya harap akan ada sebuah partai politik yang benar-benar berjuang untuk negara ini, lepas dari sekat-sekat SARA. Memajukan bangsa ini jauh lebih penting karena kalau tidak, negara kita akan habis ditelan bangsa lain, kita akan jadi hamba/budak di negera kita sendiri.

Prayitno Ramelan,
— 7 Desember 2008 jam 6:24 pm
Mas Andreas, terima kasih tanggapannya, wah kalau PKS disuruh merubah asas partai kemungkinannya sangat kecil ya, memang kelihatannya banyak orang yang jenuh dengan parpol2 yang ada, sehingga mencari parpol baru demi untuk perbaikan bangsa ini. Kita tunggu barangkali ada yg dari PKS bisa menjawab pertanyaan anda. Partai nasionalis bisa mewadahi aspirasi politik yang lepas dari pembatasan dibidang agama. Tapi bagus juga pemikirannya bahwa sebagai sebuah bangsa kita harus maju kalau tidak mau jadi budak di negaranya sendiri. Semoga pemimpin2 kita lebih bekerja keras berbuat demi bangsa ini ya Andreas. Salam>Pray.

ary ts,
— 8 Desember 2008 jam 12:46 pm
Iya, saya sangat setuju dengan Andreas, sampai saat ini memang PKS masih merupakan partai yang bersih. Seandainya PKS adalah partai nasionalis, pasti akan lebih banyak lagi mendapatkan suara, bahkan akan menjadi pemenang. Karena asas agama bila dipakai untuk politik, atau “asas” dari suatu partai / negara, akan menimbulkan dilema. Karena agama adalah hak pribadi setiap manusia. Golkar sedang mengalami krisis PD, tidak berani mencalonkan presiden, tetapi hanya ingin menjadi “wakil” saja. Bangkitlah Golkar!! Partai besar jangan kalah dengan partai kecil… Utamakan kepentingan rakyat maka pastilah kepercayaan rakyat akan kembali.

Prayitno Ramelan,
— 8 Desember 2008 jam 4:35 pm
Ary, memang banyak yang berfikir bahwa membuat partai di Indonesia sebaiknya dengan asas Islam, karena kan mayoritas orang Indonesia beragama Islam, tapi ternyata kini masyarakat banyak yang menggunakan pemikiran rasionalis tadi, nah parpol papan atas di Indonesia terbukti dikuasai oleh parpol nasionalis. itulah dilema parpol2 Islam. Pendapat anda dan Andreas kiranya perlu juga direnungkan oleh petinggi2 PKS nih, yg saya pernah tahu Gus Dur faham mengenai masalah ini dan lewat PKB telah mencoba juga menampung konstituen yg non-muslim…Ttg Golkar yg belum berani mencalonkan diri, kalau ada waktu tolong dibaca artikel saya terbaru “Siapa Capres Dari Partai Golkar”, mudah2an menambah sedikit informasi tu Ary. Terima Kasih tanggapannya.Salam>Pray.

ary ts,
— 8 Desember 2008 jam 7:04 pm
Betul Pak Pray, saya paham dengan kondisi partai Golkar sekarang. Justru itu saya komentari kalo Golkar sedang krisis PD. Hanya Sultan saja yg masuk sebagai capres menurut hasil survey. Sedang JK sangat tinggi di Cawapres. Kondisi Golkar tidak sekuat dulu, meskipun kuat secara partai tetapi tidak punya calon yg cukup kuat sebagai capres dari internal mereka. Golkar masih wait and see… karena memang tidak yakin dengan apa yg dipunyainya sebagai nomor satu, hanya yakin sebagai nomor dua. Modal Golkar hanya tingginya bargaining power karena menguasai parlemen. Tetapi itulah realita, dimana SBY yang hny dari partai kecil, bargaining powernya lemah, jadi seakan akan tidak mempunyai ketegasan. Beda dengan JK. Politik, memang harus bermain cantik…

prayitno ramelan,
— 8 Desember 2008 jam 9:34 pm
Wah kelihatannya Mas Ary ini political member ya atau pengamat juga sepertinya faham sekali dengan kondisi Golkar, iya nanti kalau hasil pemilu seperti hasil survei yg dilansir LSN maka Demokrat memiliki bargaining power yg lebih besar dan sebagai partai penentu ya, begitu kira2 menurut saya ya, Salam.Pray.

Indra,
— 9 Desember 2008 jam 7:04 am
@Bang Andreas, mungkin ini bisa menjawab uneg-uneg abang tentang PKS. Saya ambil dari ANTARA News:
(ANTARA News) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menganut asas yang terkandung dalam “Piagam Madinah” (The Constitution of Medina) yang berisi penghormatan terhadap kebhinekaan yang ada di masyarakat.
“Meski teguh menjalankan agama, tetapi dalam Piagam Madinah semua agama dan keyakinan harus dihormati. Itu budaya politik PKS,” kata Presiden PKS, Tifatul Sembiring, dalam Dialog Kepemimpinan Nasional di Medan, Sumut, Jumat malam.
Menurut dia, ada tiga poin penting yang harus dipahami dalam Piagam Madinah, yang sangat bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Poin pertama menganjurkan adanya jaminan dan penghormatan terhadap masyarakat untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing.
Hal itu dipraktikkan Nabi Muhammad SAW ketika menjadi pemimpin di Madinah yang tetap membiarkan penganut lain, seperti Nasrani, Yahudi dan lain-lain untuk hidup tenang dan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya.
Kemudian, adanya komitmen bersama untuk menghormati dan menerima penerapan dan penegakan hukum yang sama bagi seluruh lapisan masyarakat.
Sedangkan poin ketiga adalah adanya komitmen bersama untuk membela kepentingan dan martabat bangsa dari serangan pihak luar.
Dengan asas dalam piagam Madinah, maka nasionalisme kader PKS tidak perlu diragukan, meski selalu teguh dalam menjalankan syariat Islam.
“Dalam agama, PKS selalu berprinsip `lakum dinukum waliyadin` (agamamu untukmu, agamaku untukku), namun tetap menghormati agama lain yang ada,” katanya.
Ia menambahkan, sikap nasionalisme PKS itu dibuktikan ketika memberikan bantuan kemanusiaan terhadap korban gempa bumi di Nabire, Papua, pada November 2004 meski mayoritas penduduknya beragama Nasrani.
“Dengan sikap nasionalisme itu, banyak warga Nabire yang simpatik terhadap PKS, meski mereka beragama Nasrani,” katanya

prayitno ramelan,
— 9 Desember 2008 jam 7:21 am
Terima Kasih Mas Indra ya, mudah2an informasi ini bermanfaat bagi Andreas dan yg lainnnya. Salam>Pray

Dicky Saputra,
— 9 Desember 2008 jam 10:00 am
Salam sejahtera bagi semua pen-CINTA Indonesia
PKS adalah sebuah partai yang mapan dalam menerapaka Idoeloginya. Atas dasar ideologi tersebutlah yang membuat dia punya identitas jelas dan terang serta menjadi REL atau patron bagi setiap keputusan yang diambil.
Tapi terus terang saya menjaga hak ini sebagai sebuah hak identitas sebuah kelompok atau partai dari pada hampir semua partai yang ada punya nama identitas atau ideologi baik itu “nasionalis”, “Islamis nasionalis”, “nasionalis relijius”, nasionalis relijius pancasilais”, “pancasilis” atau apa aja namanya yang menurut saya “mereka” sendiri bingung dengan idoelogi yang dibuatnya sendiri apalagi kita yang orang luar. Seharusnya kita menghargai ke Bhinnekaan yang ada dibumi nusantara ini. Jangan ditakuti, jangan dimusuhi, jangan dicuragai dan jangan dimacam-macamkan agar kesempatan anak bangsa menunjukan identitas, visi dan misinya dalam membangun negeri adalah hak setiap orang.Sampai saat ini terlalu naif (menurut saya) kalo kita masih mempertentangkan sebuah ideologi dari sebuah partai, apalagi ideolagi Islam yang merupakan salah satu ideologi dunia. Jangan kita perkecilkan atau mempersempitkan ideologi tersebut.Dengan hadirnya PKS sebagai sebuah partai yang berideologi Islam maka kita bisa melihat bagaimana Islam dapat memecahkan suatau masalah atau bagaimana Islam bisa menjadi pilihan “alternatif” sebagai solusi membangun negeri ini walau kita bukan seorang yang Islam.Dengan begitu ada kesempatan bagi agama atau ideologi lain juga berkompetisi dalam memberi laternatif-alternatif pilihan dalam membangun negeri yang kita cinta ini.
Yang saya ketahui, Islam itu agama rahmat bagi seluruh alam dan Islam mengakui adanya agama lain dimuka bumi ini.Saya ingin menyampaikan kepada semua pen-CINTA Indonesia, mari bersama sebagai komponen anak bangsa membangun negeri ini bersama-sama tanpa melihat dari mana diberasal, bendera apa yang diabawa, anak siapa dia dana lain sebaginya. Karena itu akan menghilangkan ke-BHINNEKAAN yang diwarisi untuk kita oleh seluruh pendidiri negeri ini.O..ya! Ada satu lagi yang mungkin patut kita renungkan bersama. Dalam sejarah berdiri dan berjalannya negeri ini ada sejarah-sejarah yang salah dan dia merupakan sebuah episode sejarah dan kita punya pilihan untuk tidak mengikutinya kembali tanpa melupakan karya yang telah diukir oleh mereka yang telah berbuat.
Sebagai penutup saya mengambil selogannya PKS yang membuat saya sadar dan kembali punya harapan terhadap negeri yang saya (moga-2 kita semua) cintai ini. “Bangkitlah Negeriku, Harapan itu Masih Ada”
Harapan anak negeri Ujung Barat Indonesia (Aceh)

prayitno ramelan,
— 9 Desember 2008 jam 12:05 pm
Bang Dicky Saputra,Terima Kasih informasinya, yang menambah wawasan bagi para pembaca Kompasiana, semoga bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Salam.Pray.

Andreas,
— 9 Desember 2008 jam 10:59 pm
Terima kasih atas semua tanggapannya.
Jika yang lama sudah sedemikian buruk, yang baru, walapun buruk, tetapi masih lebih baik daripada yang lama dan sudah sedemikian buruk akan jadi pilihan yang lebih baik. Atau dengan kata lain, “lebih baik meilih yang fifty-fifty kemungkinannya baik atau buruk daripada memilih yang sudah pasti buruk”.Semoga yang sedang bangkit ini bisa lebih baik daripada yang sudah mapan dan bobrok. Terlalu menyedihkan karena ternyata bahkan negeri tetangga kita yang serumpun pun menganggap kita hanya seperempat (tak lagi sebelah) mata karena miskinnya rakyat negeri kita.

Rhodepp,
— 10 Desember 2008 jam 2:43 pm
kok pemilu di negara tercinta ini, terkesan ingin menjadi penguasa dan memajukan partainya masing2 ya? bukannya ingin memajukan dan menyejahterakan orang2 yang masih makan nasi dan garam, tiap musim hujan kebanjiran, dan sgala macem penderitaan yang malah jadi bahan jualan buat persiapan pemilu…..mau jadi apa bangsa ini…hhhhhhhhhhhhhhhhhh

Adhy,
— 10 Desember 2008 jam 3:05 pm
Dalam strategi perang klasik mengatakan bahwa kalau kita kita harus mengetahui betul medan pertempuran agar bisa menang. hubungannya dgn Politik, agar bisa menang kita harus mengetahui realitas-relaitas baru dalam politik Indonesia. Di antara realitas yang sangat penting itu adalah:- Realitas demografi, bahwa tren pertumbuhan masyarakat berusia muda —antara 17 tahun hingga 45 tahun– populasinya mencapai 65 %.- Perbandingan kaum urban-rural. Menurut data dari BPS, perbandingan ini akan mengalami titik balik pada tahun 2010 di mana perbandingannya menjadi sekitar 54% urban dan 46 rural.- Distribusi informasi yang semakin merata karena peran media.- Tidak ada lagi asimetris informasi. Karena konektifitas, maka disparitas antara desa dan kota dalam soal informasi tidak relevan.
Realitas baru perpolitikan di Indonesia tersebut, akan menyokong terjadinya proses transformasi besar-besaran dalam tradisi perpolitikan itu sendiri. Setidaknya ada empat macam transformasi yang akan terjadi:- Pertama, Transformasi dari politik aliran menuju politik kemanusiaan. Orang nanti tidak melihat ideologi itu sebagai soal benar salah, tapi bagaimana idelologi itu membangun kemanusiaan, dan terasa nyata hasil kerjanya. Dulu orang berbicara nasionalisme, karena nasionalisme adalah padanan dari anti kolonialisme. Karena nasionalisme adalah alat untuk melawan imperialisme.- Kedua, Transformasi dari politik pencitraan menuju politik konten. Karena itu iklan-iklan politik sekarang mengalami inflasi. Kata-kata dalam iklan itu menjadi sangat artifisial, karena yang ingin dilihat orang adalah artikulasi yang bersifat live, nyata.- Ketiga, Transformasi dari tokoh kharismatik kepada tokoh kinerja. Akan ada transformasi bahwa masyarakat semakin mengutamakan tokoh yang berbasis kinerja dari pada tokoh yang berbasis kharisma. Dan, ini merupakan salah satu perspektif penting dalam komunitas urban. Karena itu di sini ikatan-ikatan primordial seperti suku bisa jadi tidak relevan.- Keempat, Transformasi dari orientasi kekuasaan kepada orientasi kepemimpinan. Bahwa politik tidak bisa lagi dipersepsi sebagai sarana untuk mengejar ambisi kekuasaan. Itu tidak akan mendapat tempat di masyarakat, seiring dengan realitas-realitas baru. Kepemimpinan & kekuasaan itu berbeda.Contohnya, Golkar di pemilu 98 turun drastis. ini menandakan 30 tahun Golkar hanya berkuasa, tapi tidak memimpin negeri ini. PKB, sempat punya presiden, tapi cuma bertahan 21 bulan, setelah itu selesai, dan sekarang pecah. Begitu juga PDIP, justru ketika terdzalimi suaranya naik 34%, ketika berkuasa suaranya menurun menjadi 19%.
Berdasarkan realitas tadi saya percaya bahwa partai yang akan memenangankan pemilu mendatang bukan lagi partai yang canggih dengan operasi politiknya, duit banyak. tetapi partai yang hadir dengan gagasan yang inovatif dan solutif, fresh idea, yang dapat membangun kembali rasa cinta dan bangga setiap warga negara kepada bangsa dan tanah air.
Ide-ide yang inovatif dan solutif itu adalah ide-ide tentang the next Indonesia. Siapa yang bisa memiliki ide-ide tentang Indoneisa masa depan, dialah yang akan memimpin Indonesia.
Melihat fenomena PKS. Agenda PKS 5 tahun terakhir, dan khususnya dari mulai peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke 100 smp sekarang, memperlihatkan bahwa PKS sadar betul realitas-realitas tadi. Dan PKS mempunyai semuanya sebagai partai masa depan. kalau partai-partai besar tidak berubah mengikuti relitas zaman, PKS memimpin Indonesia hanya soal waktu, mau 2009 / 2014.
Tulisan Om Pray (boleh saya menyebut Om?) menggambarkan bahwa singa-singa baru terbangun dan kaget bahwa si rubah cerdik PKS sudah melangkah jauh mengejar dan menghabiskan buruan mereka.

luthfie,
— 11 Desember 2008 jam 8:02 am
Pak Pray yang terhormat,
Saya rasa, langkah2 PKS ini masih belum selesai, masih termasuk strategi yang panjang sampai masuk 2009. Kita nantikan saja “kejutan2″ berikutnya dari PKS, dan kita lihat benang merahnya. Saya melihat ini semua awal dari langkah2 cerdas PKS berikutnya.
Soal platform PKS, bisa dilihat di situsnya, http://www.pks.or.id/ , saya melihat, asas Islam yang diyakini dan dipraktekkan PKS bukan lah mengambil Islam secara formal, tapi lebih kepada menerapkan nilai2 Islam dalam semua aspek kehidupan. Istilah PKS, mungkin, sebagai Rahmatan lil alamin.
Soal kebhinnekaan Indonesia, tidak perlulah dibenturkan dengan ideologi Islam, sama halnya antara Nasionalisme dengan Islam. Kalau bisa diharmoniskan, kenapa harus dibenturkan?

Prayitno Ramelan,
— 11 Desember 2008 jam 12:28 pm

Rekan2 penanggapa yth, saya mohon maaf karena sejak tgl 10 ada urusan keluarkota dan baru saja mendarat sampai dirumah, jadi sangat terlambat menanggapi, mudah2an tidak mengecewakan anda semua dalam kita mendiskusdikan tulisan yg saya buat :

@Rhodepp, tidak usah kecewa, ya memang begitu tahapan para parpol, masih belajar berjuang untuk menang, bayangkan dengan banyaknya pesaing ya, kini masih mikir diri dahulu, nanti mikir kelompok, mudah2an nanri juga mikir rakyat setelah pemilu. Kita positif thinking saja ok.Pray

@Adhy, terima kasih tanggapannya, wah saya suka sekali dengan data2nya, jelas menambah lengkapnya artikel tersebut. Saya sedang menulis ttg peran media yg menurut anda penting. Nah kalau perbandingan penduduk yg berumur 17-45 tahun urban-rural berubah pada 2010 menjadi 54%-46% , akan terjadi titik balik partai2 yang kuat di urban untuk menjadi pemenang pada 2014, nanti say coba ikut mencari data tersebut sbg ref tulisan selanjutnya. Data2 lainnya saya suka juga tuh. Dan betul istilahnya banyak yg kaget dan khawatir atas gerakan PKS, walaupun belum tentu menang secara significant, tapi ini adalah langkah politis yg maju. Salam>Pray.

@Iya Luthfie, saya percaya apa yg diampaikan anda, kita tunggu langkah PKS terus….ya saya buat ulasan lagi, jadi enak nih ada bahan diskusi ya….Eh, sudah lihat tulisan saya “Langkah Berani PKS” yg saya posting di KOmpasiana, diposting juga di Situs PKS tsb…wah yg baca 6500 lebih…..ternyata banyak akivis PKS mengakses internet. Tks Salam Pray.

Asihon Siallagan,
— 11 Desember 2008 jam 4:22 pm
Saya baru pertama kali membaca milist ini, kata-kata ataupun informasi yang disajikan sangat membangun. Dilain pihak para komentatornya nampak sekali berpendidikan, jauh dari kata2 yang tidak senonoh. Saya pendatang baru disini mencoba memberi pendapat” Bagaimana semua partai mencontoh kebaikan-kebaikan Partai PKS dan membuang kejelekan-kejelekannya dan Diharapkan semua Parpol jangan terkesan hanya merebut jabatan”.Untuk Pak Prayitno senang berkenalan dengan bapak..

Prayitno Ramelan,
— 11 Desember 2008 jam 6:15 pm
Bang Asihon, syukur kalau anda suka setelah menemukan kompasiana, pertama selamat datang, atas nama pribadi, the kompasiana’s bloggers dan para pengelola (maaf mas Pepih…), juga para sahabat yg buuuuuanyak sekali disini. Nah anda yg penting baca2 dulu tulisan Mas Pepih, pengelola situs ini, biar tambah asyik. Pendapat2 anda sangat saya hargai dan juga dibaca oleh rekan2 lainnya. Ok itu dulu, selamat kenalan juga. Salam>Pray.

Tidak ada komentar: