Sabtu, 20 Desember 2008

Intelijen, Presiden dan Keputusan

Oleh : Prayitno Ramelan -
Sumber : www.kompasiana.com 16 Desember 2008 - Dibaca 268 Kali -

Kaitan antara presiden, Intelijen dan sebuah keputusan sangatlah erat. Di sebuah negara yang memiliki badan intelijen negara, maka keputusan yang akan diambil oleh pimpinan nasional sebaiknya dilakukan selain atas dasar pertimbangan pembantu presiden, juga pertimbangan khusus oleh badan intelijen. Badan intelijen bertugas melakukan kegiatan pengumpulan bahan keterangan dari sembilan komponen intelijen strategis yang kemudian diolah, dianalisa, dikonfirmasikan sehingga menjadi sebuah bahan matang yang bernama “intelijen”, disajikan kepada “user” atau pimpinan nasional. Bahan itulah diantaranya yang dipakai presiden dalam mengambil keputusan. Sebuah kesalahan informasi intelijen yang dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan ditingkat nasional ataupun internasional jelas akan membawa sebuah dampak negatif yang luas dan dapat menimbulkan kerugian baik moril, materiil maupun korban jiwa.

Berita mengejutkan beberapa waktu lalu disampaikan oleh Presiden George Walter Bush yang akan turun dari “tahta” sebagai presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 2009, untuk pertama kalinya mengakui kegagalan intelijen terhadap Irak adalah “penyesalan terbesarnya” selama delapan tahun pemerintahannya, demikian yang disampaikan kepada ABC TV. Amerika Serikat adalah sebuah negara besar, disebut sebagai polisi dunia, negara “super power”, siapa yang tidak mengetahui kehebatan dan kecanggihan intelijennya. Tetapi pengakuan Bush tentang kegagalan intelijennya perlu mendapat perhatian khusus, sebagai sebuah pelajaran bagi kita agar dapat lebih hati-hati dalam mencapai cita-cita bangsa.

Dikatakannya, banyak orang yang mempertaruhkan reputasnya bahwa senjata penghancur massal (SPM) adalah salah satu alasan untuk menggulingkan Saddam Hussein. Penyerbuan ke Irak yang dilakukan oleh AS didukung pasukan koalisi 20 negara dan suku Kurdi di Utara Irak mulai dilakukan pada tanggal 20 Maret 2003, dengan tujuan melucuti senjata pemusnah massal Irak, mengakhiri dukungan Saddam Husein kepada terorisme dan memerdekakan rakyat Irak. Pada 1 Mei 2003 Saddam Hussein dan Partai Baath berhasil digulingkan. Perang sia-sia tersebut telah mengorbankan nyawa lebih dari 4.229 prajurit AS, 6.669 jiwa pasukan Irak era pemerintahan Saddam serta 4.895-6.370 nyawa pasukan Irak era Saddam. Anggaran yang dikeluarkan AS smencapai USD 576 miliar, hingga kini masih terdapat sekitar 150.000 pasukan AS yang didisposisikan di Irak.

Setelah Irak diduduki, ternyata laporan intelijen tentang senjata pemusnah massal terbukti keliru, kekeliruan yang fatal. Kemudian munculah pemberontak Irak yang mengakibatkan timbulnya tindak kekerasan antar kelompok dan memunculkan pembunuh-pembunuh brutal dan berani mati yang menimbulkan korban sipil yang luar biasa. Tentara AS dan koalisi mulai merasakan sulitnya beroperasi melawan gerilya pemberontak yang kadang melakukan serangan bom bunuh diri. Banyak pasukan koalisi yang menjadi trauma menghadapi medan berat, fanatisme gerilya dan kondisi cuaca yang berat.

Presiden Bush pada kunjungan terakhirnya tanggal 14 Desember 2008 menyatakan bahwa AS akan menarik pasukannya dari Irak pada akhir tahun 2011. Pada saat konperensi pers, kembali terjadi kegagalan intelijen walau dalam skala kecil, Presiden Bush dilempari sepatu sebanyak dua kali oleh wartawan televisi Al.Baghdad Muntazer Al-Zaidi, 29. Di Irak lemparan sepatu dianggap sebagai sebuah penghinaan. Walaupun lemparan meleset, kejadian tadi jelas mencoreng nama baik presiden AS sebagai institusi yang harus dilindungi.

Jadi itulah sepenggal kisah tentang kesalahan pengambilan keputusan seorang presiden sebuah negara yang disebabkan kesalahan badan intelijennya memberikan informasi intelijen terhadap hal yang sangat penting dan nilainya strategis. Kita telah melihat betapa besar kerugian AS baik harta, nyawa maupun kehormatan. Jatuhnya popularitas presiden Bush dan Partai pendukungnya terutama disebabkan karena masalah tersebut.

Kalau AS saja sebagai negara yang super power saja bisa salah mengambil keputusan, bagaimana dengan Indonesia? Dimasa lalu banyak sekali keputusan strategis yang dinilai kurang tepat dan mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah besar.

Kasus sepatu, kiranya perlu mendapat perhatian bagi pasukan pengaman presiden, kalau di Irak dilempar sepatu adalah penghinaan, maka di Indonesia dilempar “telur busuk” adalah penghinaan, perlu kewaspadaan, karena disini banyak yang suka terinspirasi dan meniru, orang nekatnya juga banyak. Tolong hati-hati pak, menjelang pemilu orang bisa menjadi sangat fanatis dan nekat.

8 tanggapan untuk “Intelijen, Presiden dan Keputusan”

eepkhunaefi,
— 16 Desember 2008 jam 9:20 am

Bush mestinya dianggap sebagai “Penjahat Perang”. Mahkamah Internasional harus berani menyidangkannya. Hukum tetap harus dijalankan, apalagi nyata-nyata ia telah mengakui kekeliruannya tentang senjata pemusnah massal. Bicara maaf itu gampang, tapi bagaimana dengan ribuan orang yang mati sia-sia. Belum lagi, negara (baca: Irak) yang sudah hancur. Menurut saya, salah satu citra AS akan naik kembali adalah ketika Bush ini sudah dihukum dengan seadil-adilnya. Sebab, berbagai lembaga penelitian menunjukkan bahwa masyarakat AS sendiri sudah geram dengannya. Artinya, ketika Bush dihukum maka banyak pihak yang sudah dipuaskan, termasuk warga AS sendiri. Otomatis, penghargaan orang lain terhadap warga AS pun akan semakin tinggi.

Rukyal Basri,
— 16 Desember 2008 jam 10:12 am

Seorang presiden, adalah memang user tunggal lembaga intelejen negaranya. Permasalahan timbul bila sang presiden punya ‘keinginan’, dan lembaga intelejen-baik dengan sukarela atau abs, maupun karena tekanan , melakukan serangkaian debut ‘mengkondisikan’ keadaan dengan segala kemampuannya. Dalam kasus Iraq, misalnya, pengkondisian ini sudah sama kita ketahui dari banyak pengakuan, diantaranya Colin Powel sendiri. Permasalahannya kemudian, karena Bush adalah pemimpin resmi AS, dan sebagai user sah lembaga intelejennya, maka keputusan yang diambil Bush itu masuk domain politik. Politik luar negeri. Itulah perlindungannya. Karena masuk domain politik, maka tentu ‘pengadilan’nya juga politik. Artinya, ya, pemilu, merosotnya suara partai republik pada pemilu sela 2006, dan rontoknya Mc Cain oleh Obama November lalu. Termasuk lemparan 2 sepatu oleh zaidi itu, ya pak Pray. Sekiranya Barack bisa menangkap Osama dan dia ngoceh tentang rumor yang mengatakan bahwa sesungguhnya Bush ada dibelakangnya, maka keinginan sdr eep diatas mungkin spontan maknyuus hasilnya.

prayitno ramelan,
— 16 Desember 2008 jam 11:04 am

Mas Eep, bisa saja saya kira kalau nanti setelah tidak menjabat sebagai Presiden, Bush dituntut oleh masayarakatnya sendiri atau oleh amnesty internasional sebagai apalah namanya terhadap kesalahan dan keputusan yang keliru atas okupasi Irak. Kini dia masih sebagai Mr President yang secara institusi secara penuh dilindungi oleh negara AS. Tks tanggapannya>Pray.
Pak Rukyal, terima kasih tanggapannya, memang ada dua kekuatan dalam pengambilan keputusan disebuah negara “key formal” dan “key informal”. Saya kok berfikir bahwa apa yang diputuskan ada pengaruh kuat dari key informal tadi. Presiden Bush sebagai institusi yg bapak katakan user sah lembaga negara jelas harus bertanggung jawab atas keputusannya yg masuk ke domain politik. Saya setuju maka resiko politik harus ditanggung baik terhadap dia maupun partai pendukungnya. Saya sedang menulis tentang resiko seorang pimpinan nasional…nanti ya dibaca, sebagai gambaran penguat atas kasus diatas. Tks pak Rukyal, Salam>Pray.

Pepih Nugraha,
— 16 Desember 2008 jam 4:01 pm

Satu pertanyaan saya yang mungkin tidak terkait dengan artikel di atas, Pak Pray, yaitu: mengapa RI memiliki banyak lembaga intelijen? Ada BIN, BIA, belum lagi di POLRI, masing-masing angkatan dan seterusnya? Apakah di negara lain juga seperti RI yang punya banyak lembaga intelijen? Apakah mereka (lembaga-lembaga intelijen) itu saling tergantung (dependen) atau saling terkait? Siapa diantara lembaga itu yang menjadi koordinasinya kalau itu saling terkait? Tahun lalu saya baca sejarah BIN, tetapi jawaban atas pertanyaan saya itu belum saya temukan di buku itu. Semoga Pak Pray bisa membantu, mungkin dengan sebuah artikel khusus di Kompasiana ini. Terima kasih.

timur,
— 16 Desember 2008 jam 5:53 pm

Pemerintahan Bush Junior ini hanya menjalankan rencana tertunda dari Bush Senior, dendam dan ambisi era 90-an direalisasikan di thn 2003.Inilah negeri 1001 malam, Hujan bom di irak cukup dibalas dengan sepatu butut untuk menutup rapor merah pemerintahan Bush Junior. sepanjang jaman orang akan mengenang kejadian ituhe he he…………… Abunawas mau dilawan????!!!!!!

prayitno ramelan,
— 16 Desember 2008 jam 7:49 pm

@Mas Pepih, terima kasih tanggapannya. memang sebuah badan/organisasi intelijen dibuat sesuai dengan kebutuhan organisasi bersangkutan, demikian juga dengan lingkup tanggung jawabnya sesuai dengan kedudukan organisasi tersebut. Ada yg bersifat strategis, dan ada yg taktis. Sebagai contoh Badan Intelijen Negara yang langsung bertanggung jawab kepada kepala negara, ada badan intelijen militer (Bais TNI) bertanggung jawab kepada Panglima TNI ada Badan Intelijen Angkatan,Intelijen Polri, Kejaksaan Agung, Intelijen Kodam,Polda, Koopsau, Koarmada dll. Intinya mereka adalah mata, telinga dan hidung para user masing2. Kordinasi dilakukan sesuai dengan kodal masing2, untuk posisi tertinggi jelas dipegang oleh BIN. Mungkin benar juga suatu saat saya menulisnya, coba saya pelajari dahulu ya mas, karena ini kan organisasi yang terbatas (tidak terbuka penuh). Tks Mas. Btw ada 2 guest blogger baru nij !!
@He,he,he,Timur, …ikut tertawa deh, memang lihat di Teve, dua kali dilempar, pelempar kurang jago tidak kena, dan Presiden Bush memang gesit bisa menghindar. Tapi….saya heran kemana itu para bodyguardnya yg sangat terkenal rapi, kok sampai lolos dari pengamatan, kalau sampai sepatu mampir dimuka beliau, wah betapa malunya ya…memang patut dikenang. Jatuhnya seorang pimpinan ditutup dengan 2 sepatu butut, untung tidak ditutup dengan bombing.

mahendra,
— 17 Desember 2008 jam 2:55 pm
intelejen amerika itu sebebarnya hanya sentimen saja dengan irak karena juga mungkin perbedaan keyakina juga sangat berpengaruh. jadi alasan utk menyerang irak itu hanya mengada-ada.coba kalo sepatunya kena muka bush ya? bonyok2 dah itu muka.

Prayitno Ramelan,
— 17 Desember 2008 jam 3:51 pm
Mas Mahendra, iya kadang kita tidak jelas kenapa mereka memberikan informasi yg tidak tepat kepada Presidennya…Maklum lah pada perang tersebut terdapat berapa ratus kontraktor. Bisnis besar juga itu….ttg sepatu….paspampersnya Bush yg malu tuh, untung tidak kena mukanya kalau kena, wah malunya ya.

Tidak ada komentar: