Minggu, 21 Desember 2008

Megabuwono, Megawati-Hamengku Buwono

Oleh : Prayitno Ramelan -
Sumber : http://www.kompasiana.com/ 17 Desember 2008 - Dibaca 1406 Kali -

“Megabuwono” adalah gabungan nama dari Megawati dan Sri Sultan Hamengku Buwono. Model gabungan nama tersebut setahun terakhir sangat umum dipergunakan oleh pasangan “petarung” yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah agar mudah diingat para konstituen, seperti KAJI, HADE, KARSA dan lainnya.

Kata Megabuwono disampaikan oleh Ketua Fraksi PDIP Tjahyo Kumolo pada saat peresmian prasasti telapak tangan dan kaki mantan presiden di Taman Pintar Yogyakarta. Menurut Tjahyo, berdasarkan hasil jajak pendapat internal yang dilakukan DPP PDIP akhir November 2008, Sri Sultan menempati urutan teratas sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Megawati Soekarnoputri pada Pemilihan Presiden 2009 nanti. Karena itu, menurut Tjahjo, Sultan secara khusus diundang dalam peluncuran buku “Mereka Bicara Mega” beberapa waktu yang lalu. “Kita tetap akan melihat gelagat perkembangan dan kita tunggu bagaimana sikap Sultan. Apakah beliau nanti akan punya kendaraan (partai pengusung) sendiri atau tidak,” ujarnya.

Menurut Tjahjo,respons Sultan sudah terlihat bagus dan tampak politis. Selain Sultan, jajak pendapat juga memunculkan nama-nama alternatif untuk mendampingi Megawati. Mereka adalah Hidayat Nur Wahid, Wiranto, Prabowo, dan Jusuf Kalla. Lima nama itu menyisihkan 12 nama lain yang diajukan dalam polling.

Sri Sultan Hamengkobuwono IX beberapa waktu terakhir telah melakukan langkah politis yang banyak menuai pro kontra, ketidakhadiran Sultan dalam pertemuan raja-raja Nusantara dengan Presiden SBY di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (29/11). Saat itu, Sultan mengaku tidak datang karena tidak diundang. Berikutnya Sultan juga tidak hadir pada rapat koordinasi para kepala daerah yang dipimpin Presiden SBY di Jakarta, Jumat (12/12). Saat itu Presiden SBY sempat menyindir ketidak hadiran sejumlah gubernur, diantaranya Sri Sultan dan Gubernur Aceh.
Kelima nama-nama tersebut akan dibahas pada Rakernas PDIP di Solo pada 26-28 Januari 2008, dimana PDIP akan melihat elektabilitas masing-masing calon yang disaring. ‘’Sultan lahir di Yogya,Mbak Mega juga lahir di Yogya, sehingga untuk visi Indonesia ke depan saya kira akan sangat cocok,’’ paparnya. Walaupun Sultan saat akan meninggalkan acara mengatakan belum ada pembicaraan, dan dialog, kelihatannya posisinya sudah sangat menarik perhatian PDIP.

Kini PDIP dalam langkah politisnya sebaiknya berkonsentrasi kepada pemilu legislatif,apabila perolehan suaranya bisa mencapai 20% suara nasional, maka langkah selanjutnya akan lebih mudah dilalui. Untuk pemilihan pendamping Megawati, kekuatan calon akan sangat tergantung kepada nilai elektabilitasnya, rasa suka dan tidak suka sebaiknya di singkirkan, realita harus lebih dikemukakan. Inilah politik, kelihatannya semakin hari “Megabuwono” akan mempunyai kekuatan tersendiri. Jangan disepelekan gabungan ini, karena mayoritas konstituen ada di pulau Jawa bukan. Demokrat sebaiknya lebih berhati-hati menangani pasangan ini yang apabila ditekan justru akan semakin menaikkan popularitasnya. Kini para pemilih lebih terfokus kepada personalitas dan realitas, mereka akan memilih kira-kira siapa yang akan dapat mensejahterakan mereka, itulah yang disebut kekuatan pengaruh ekonomi kerakyatan. Kita lihat perkembangan baru yang menarik ini.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.

34 tanggapan untuk “Megabuwono, Megawati-Hamengku Buwono”

Rukyal Basri,
— 17 Desember 2008 jam 7:58 am

Pak Pray, megabuwono mungkin sebuah strategi, tetapi agaknya akan jadi fatamorgana. Karena renstra tim pelangi dibawah pak sukardi rinakit memang memiliki banyak warna, dan terlihat indah seperti pelangi. Kalau keinginan pdip sih,so pasti, kepingin, tapi sri sultan tetap akan jinak jinak merpati, menghadapi kerlingan senyum ‘pilih pilih tebu’ bu mega. Dan sementara tekanan sby terhadap sri sultan, disisi lain, akan membuat sri sultan makin terkondisikan’ teraniaya’ dan suatu saat nanti, pak jk, ’sang kuncen’ pun akan luluh hatinya. Bagaimanapun sultan adalah kadernya pak jk. Mari pasang mata dan teling kemana sri sultan tanggal 1 muharram nanti, sekitar 28 desember.

prayitno ramelan,
— 17 Desember 2008 jam 8:11 am
Pak Rukyal, terima kasih, ya isa saja itu merupakan sebuah fatamorgana. Tetapi perlu dilihat oleh Sultan dan tim suksesnya dan “the man behind Sultan”, bahwa PDIP ini adalah partai papan atas. Sulit sekali seseorang walaupun dia dekat dengan PDIP kemudian masuk menjadi nominator pendamping “ratunya” itu. Saya kok berfikir bahwa Golkar masih akan tetap bertahan pada posisinya bergandeng tangan dengan Demokrat, kecuali perolehan suaranya menurun banyak, disitulah kekuasaan JK sebagai ketua umum akan digoyang, seperti kasus Akbar Tanjung. Politik tidak mengenal belas kasihan bukan, dia panglima kini, tapi politik bisa sangat kejam, hanya mikir untung rugi…he, he,he seperti kapitalis ya. Jadi Sultan menurut saya peluangnya jauh lebih besar di PDIP, kalau mau maju lewat Golkar…wah sandungannya banyak, sejarah juga berbicara bahwa yg namanya Sultan berada diposisi kedua, sebagai pengayom, penenteram, kan katanya raja jawa itu sakti bukan Pak Rukyal?Salam>Pray.

abdidalem,
— 17 Desember 2008 jam 8:45 am

Jangan cepat - cepat menarik kesimpulan,ingat kata pak Rusdini,politik itu akal akalan.Tapi saya setuju MegaBuhono,sebab Sultan selama ini belum punya cacat politik.Menurut saya,Nama Sultan lebih Populer dibanding kebesaran Golkar ( ini dimata saya lo ,maaf bila salah ). Jadi Maju terus MEGABUWONO.Saya masih yakin dengan Sultan dibanding dengan cawapres yang lain,matur nuwun.

Fadli,
— 17 Desember 2008 jam 9:39 am

Belajar dari kegagalan Mega di tahun 2004 yg berpasangan dengan Hasyim Muzadi yg relatif kuat di pulau Jawa terutama di Jawa Timur. Sekarang jika Mega memilih Sultan, saya terus terang ragu. Mungkin memang di Jogja bisa mencapai 100% perolehan suara, tetapi apakah didaerah lainpun demikian? Saya kurang yakin image Sultan mengakar di Jawa Timur misalnya apatah lagi di Jawa Barat dan Jakarta. Dan, terus terang tidak ada prestasi yg gemilang dari kepemimpinan sultan di Jogja yg bisa membuat pemilih di daerah lain tertarik. salam.

Mulyono,
— 17 Desember 2008 jam 10:22 am

Pak Pray, kalau melihat intrik ‘the man behind’ Sultan, agaknya bukan Mega Buwono yang akan maju. Sultah sendiri juga agak pilih-pilih partner untuk jadi presiden. Walaupun Tjahjo sudah ngomong demikian.
beberapa orang di balik sultan sudah mulai lirik-lirik dengan tokoh dari jawa timur untuk mendampingi sultan. setelah rusuh2 di partainya…

prayitno ramelan,
— 17 Desember 2008 jam 10:24 am

@Mas Abdidalem,kemungkinan besar anda orang yogya ya?? Abdidalem biasanya setia sekali kepada rajanya, di gaji berapapun dia tetap setia, seperti keyakinan Mas abdidalem ini terhadap Sri Sultan. Tks sudah bergabung dan memberi tanggapan…Salam >Pray.
@Mas Fadli, mengenai pilihan dari PDIP jelas tidak begitu saja diputuskan, pasti menggunakan ukuran yg realistis, yaitu survei, walaupun masih bersifat persepsi publik, dengan penyimpangan antara 2-3% maka parpol akan mempunyai pegangan dalam menentukan strategi. Tolong jangan melihat asal Sultan saja, dalam politik yg dilihat adalah nilai elektabilitasnya, ini akan menentukan perolehan suara gabungan capres dan cawapres. Kan ini juga baru dilempar ke publik oleh Mas Tjahyo Kumolo, sekaligus untuk melihat reaksi publik, Gitu ya, nanti kita ikuti perkembangannya, ini menarik karena Mega adalah pesaing SBY terdekat dan Sultan juga elektabilitasnya sudah cukup tinggi. Tks, tanggapannya, Salam>Pray.

Prayitno Ramelan,
— 17 Desember 2008 jam 11:02 am
Mas Mulyono, “the man behind Sultan” kelihatannya cenderung tuh ke arah Mega, karena kan tidak mungkin Sultan gabung dengan SBY…sudah ada perang kecil-kecilan, jadi tokoh tsb juga pasti akan memilih kekuatan kedua atau pesaing yg mungkin mengalahkan SBY kan. Sunardi Rinangkit sbg salah satu pemikir poitik tim pelangi saya kira juga berfikir demikian, untuk apa berfikir dengan ambisi terlalu besar kedepan kalau jadi orang kedua lebih pasti. Gitu Mas Mul saya kira….kok faham sekali dengan tokoh Jatim itu? Mengikuti terus ya…Salam>Pray.

Koeswinarno,
— 17 Desember 2008 jam 11:06 am

Saya kira, amat disayangkan jika Sultan menjadi Wapres, karena sebenarnya memiliki kans yang sama. Mengapa? Sebab sebenarnya Mega sudah mulai meredup, dan jika dilawankan dengan SBY ‘pasti’ kalah. Nah…manuver PDIP lah yang kemudian berupaya mengangkat nama Mega dengan ‘nama’ yang sedang bersinar. Dan begitulah politik, sehingga bicara dengan orang politik ‘hampir pasti’ tidak pernah berbicara atas dasar kejujuran, kecuali bagaimana meraih kekuasaan semata.Jika Sultan menjadi Wapresnya Mega…..kok ya hanya sebegitu Sultan? You hanya menjadi mesin suara PDIP aja. Ya toh?

Suroto,
— 17 Desember 2008 jam 11:10 am

Salam Pak Pray,Kalo saya berfikir sekarang jangan berandai andai , maksimalkan Pemilu Legislatif dulu PDIP partai yang besar harus kuasai TRIK-TRIK pemenangan Pemilu jangan sampai kecolongan seperti pada Pemilu 2004.Dalam kasak kusuk Cawapres lebih baik PDIP gandeng partai yang solid jangan dengan partai yang ECEK-ECEK,menurut saya lebih baik gandeng partai Golkar dan dikomandoi oleh Surya Paloh bukan JK.Selamat bekerja aku ikut membantumu PDIP. tks

Yusgiantoro,
— 17 Desember 2008 jam 11:18 am
Kalau sampai sultan jadi wapres amatlah bodoh…. masa raja di bawah perempuan gimana kata orang jogja

ali nurdin,
— 17 Desember 2008 jam 11:22 am

Mungkin ada baiknya kita berkaca dari pengalaman Megawati jadi presiden yg lalu saya pikir ngga ada prestasi yg gtu nonjol ,bukannya menganggap enteng tetapi saya rasa ibu mega tidak punya taring untuk dunia international.Terbukti malaisya aja berani mencaplok ambalat dari pangkuan RI.Menurutku ada baiknya ibu mega ngga mencalonkan diri deh jadi presiden,kita butuh presiden yg punya keberanian dan nyali besar untuk membangun indonesia selain itu saya mengganggap kapasitas seorang presiden secara individu harus mendukung juga dari segi keilmuan/pendidikan,visi,wibawa maupun keberanian yg tinggi.Lihat soekarno sangat diesegani diluar negeri.Bangsa ini bangsa yg besar sebenarnya karena itu kita butuh pemimpin yg mampu memperlihatkan dan mengangkat citra bangsa kita,bukan ngemis ama negara2 lain.Semua ini ibu mega tidak memiliki saya kira..masyarakat sekarang sudah pintar menilai org…Saya pribadi sangat mendambakan presiden kita nantinya berani kayak presiden iran yg sekarang…

Abi Hasantoso,
— 17 Desember 2008 jam 12:57 pm

Pak Prayit,
Sri Sultan pantas untuk kursi RI 1.
Bukan untuk RI 2.
Makanya, dia pilih jalannya sendiri karena partainya tak punya nyali.
Sri Sultan akan memilih siapa yang layak mendampinginya nanti. Pastinya bukan Ibu Mega.
Menjadi menarik, siapa yang akan menduduki kursi cawapres mendampingi capres Sri Sultan.
Indonesia, saat ini, membutuhkan perubahan. Membutuhkan pemimpin yang sangat mengerti kondisi paling nyata rakyatnya…. Bukan pemimpin yang suka tebar…paku di jalanan….
AH

mahendra,
— 17 Desember 2008 jam 2:33 pm

siapapun wakilnya kalau presidennya megawati saya tidak setuju sekali!! anda tau sendirilah megawati itu orangya seperti apa?? meskipun tadinya saya salut dengan sultan HB X tapi kalau dia berpasangan dengan megawati (cawapres), saya jadi tidak respek lagi. tapi klo dibalik (BUWONOMEGA) itu saya rasa cool!. sultan sendiri bilang katanya maunya capres, bukan cawapres, gmn nich sultan??

Prayitno Ramelan,
— 17 Desember 2008 jam 3:35 pm

Yth Para penanggap, jadi rame ya tanggapannya, wah kok jadi pada tidak terima kalau Sri Sultan jadi Cawapres? Mari kita bahas….sambil minum kopi…tapi tanpa rokok ;
@Mas Koeswinarno, kalau dilihat kasat mata, saya setuju Sultan katanya kansnya sama dengan Mega, tapi kalau dilihat dari ukuran hasil survei ttg elektabilitas, maka kedudukan Sultan berada dibawah Mega, bahkan dibawah Prabowo. Nah konsep Megabuwono ini adalah konsep dari PDIP yg dari hasil jajak yg dilakukan oleh internal Partai, dimana Sri Sultan menempati ranking teratas sebagai pendamping Mega dibandingkan Hidayat NW, Prabowo, Wiranto, JK. Itulah politik Mas Koes, kadang yg terjadi sering tidak sesuai dengan harapan banyak pihak, ini adalah masalah kekuasaan, jadi harus pinter dan harus direbut. Gitu Ya…Salam nih>Pray.
@Mas Suroto, salam balik juga. Iya betul saya juga setuju, pemilu legislatif sudah yg paling dekat, parpol harus fokus, urusan pilpres digarap paralel, tapi dahulukan pemilu. Kok bilangnya Golkarnya Surya Paloh bukan Golkar JK?? Memang ada dua Golkar…Maaf saya kurang jelas. Mungkin berkaitan dengan gerakan SP yg mendekat ke PDIP ya? Yah, kita lihat saja nanti ya. Tks tanggapannya.>Salam>Pray.
@Mas Yusgiantoro, orang Yogya ya?, tapi ini kan baru pelemparan ide dari PDIP, kita tunggu perkembangannya. Tks tanggapannya.Pray
@Mas Ali Nurdin, boleh saja kok berpendapat begitu…tapi ini panggung politik, dimana banyak warga yg mudah terhipnotis, karena itu parpol2 harus pintar menjual calon2nya>Salam>Pray
@Mas Abi Hasantoso yg anti paku…memang yg terbaik kalau setelah pemilulegislatif nanti Golkar perolehan suaranya tinggi, elektabilitas Sri Sultan juga cukup tinggi dan dipandang pantas bersaing dengan SBy, saya kira Golkar akan mencalonkan Sultan. Jadi kini bagaimana caranya tim sukses Sultan menaikkan popularitasnya, hingga rakyat berpendapat sama dengan Mas Abi, Sultan baru akan maju sebagai capres. Gitu Mas Abi. Salam dari saya yg juga anti tebar paku.Pray.
@Mas Mahendra ternyata pendukung habis Sultan nih….biar lebih ok nama gabungannya SULMEGA saja. Tks ya.

sadewo,
— 17 Desember 2008 jam 5:26 pm

Mega dan Sultan bukan product sold by itself, artinya dua-duanya butuh mesin politik. saya ngga yakin dengan mesin politik keduanya. Baik PDIP maupun Pelangi tidak terbukti mampu mengangkat citra keduanya. Apalagi bila nanti “dipaksa” berduet, pasti di lapangan nanti akan timbul banyak friksi.Dalam sebuah perbincangan dengan seniman musik yang sering menyayikan lagu tentang sultan, saya pernah usul, kalo HBX mau maju, wakilnya harus AP the president maker, tapi kalo bukan AP ya sebaiknya si Rajawali, cuma ya itu baik dengan AP atau PS yang pasti sultan hanya simbol yang memang oleh tuntutan jaman, hari ini dibutuhkan.Saya orang jogja, dan justru karena orang jogja, saya tidak yakin akan kemampuan HBX dalam konteks memanage pemerintahan. Sebagai simbol, ya saya YAKIN, tapi butuh arsitek yang harus mengerjakan tugas teknisnya. Bukan model JK hari ini yang selalu ngelak disebut the real Presiden, sementara SBY (paling ngga timya) juga melakukan pengelakan yang sama.Kalau bicara soal Mega, ya maaf seribu maaf, dari pada Taufik Kiemas jadi RI1 memang lebih baik Mega. Tapi kalau Mega biso rumongso, mending mundur tanpa kawirangan, kalah tanpo kasoran, madheg pinanditha.Tapi apapun itu, pion politik tetaplah budak dari angkara kepentingan, sehingga mari kita duduk dan perhatikan setiap langkah dan permainan para aktor sandiwara dengan lakon “PEMILU 2009″

Prayitno Ramelan,
— 17 Desember 2008 jam 7:35 pm

Mas Sadewo piyantun Yogya…terima kasih tanggapannya. memang sulit ya membahas sebuah dinamika politis, sama-sama separtai saja kadang banyak yg berbeda pendapat. Tapi saya menghargai tanggapannya, yg akan banyak dibaca oleh blogger dan pembaca Kompasiana. Barangkali nanti ada yg menanggapi, karena rata-rata yg dari suku jawa selalu mendukung Sri Sultan menjadi Nomor satu. Baru kali ini ada yg positif menolak. Tapi boleh juga kok argumentasinya, tetap didalam koridor sebagai bahan diskusi. Kalau Mega, itu keinginan Partainya, karena memang belum ada kader yg namanya bisa melebihi Mega, sehingga Mega yg menurut panjenengan sebaiknya mandheg pinanditha terpaksa kembali harus turun gunung…itulah politik. Salam>Pray.

Wong Ndeso,
— 17 Desember 2008 jam 9:09 pm
aku dukung SULTANMEGA..!!!

Wong Ndeso,
— 17 Desember 2008 jam 9:20 pm

Mas, menurutku didalam tubuh Golkar maupun rakyat, Sri Sultan lebih bisa diterima menjadi Capres daripada JK, hal ini akan diuji saat pasca pemilu legislatif. Prediksi saya Golkar akan turun perolehan suara dan posisi JK akan terdepak…so Sri Sultan lah yang akan ambil kendali partai maupun Presiden NKRI ke depan..
Saatnyalah..negara ini lepas dari ancaman disintegrasi bangsa…MERDEKA..!!!

boetje saubaki,
— 17 Desember 2008 jam 9:45 pm
saya berpendapat mungkin lebih “laku” kalau PDIP koalisi dengan PKS untuk pilpres 2009 yad tanpa menunggu hasil pemilu legislatif april 2009, karena Pak Hidayat Nurwachid adalah tokoh politik yang bersih dan pemilih PKS juga cukup potensial, coba lihat di beberapa pilkada yang diusung oleh PKS khan pada menang.

Dicky Saputra,
— 17 Desember 2008 jam 11:43 pm
Salam sejahtera untuk semua penCINTA Indonesia
Maaf kalo saya gak sepakat dengan anda semua Hitung-hitung pake kalkulator politik Indonesia sangat sulit menang Jawa-Jawa (mohon maaf bukan SARA) Bagaimanapun sentimen Jawa luar Jawa harus dipake kalo mau menang, kecuali… kematangan suatu partai or apalah namanya bisa meyakinkan orang diluar Jawa mereka akan terwakili oleh pasangan tersebut. Atau “memaksa” masyarakat untuk memilih apa yang sudah ditentukan partai.
Megabuwono bisa menjadi pasangan yang kuat jika PDIP dan Golkar bersatu dalam mendukung pasangan tersebut, jika tidak pasangan ini hanya sebagai penambah jumlah pasangan presiden yang ada (maksdunya rame-ramein)
Saya masih memprediksikan pasangan yang muncul :1. SBY - HNW2. Sultan - JK (Sesuai masukan Mas kemarin)3. Megawati - Prabowo or Wiranto
Inilah pasangan yang dalam hitungan saya lumayan memusingkan pengamat politik terlebih Lembaga Survey
Kalo bukan pasangan ini yang muncul, maka sebelum pencoblosan kita sudah tau siapa yang keluar sebagai pemenang.
Kecuali…munculnya siKUDA HITAM
Salam dari Ujung Barat Indonesia (Aceh)

Abi Hasantoso,
— 18 Desember 2008 jam 12:32 am
Bang Dicky Saputra, sulit rasanya HNW bakal jadi cawapres.
Apalagi HNW bisa jadi capres.
Di tengah masyarakat Indonesia yang tergila-gila sinetron dan telenovela, masih banyak “perempuan Indonesia yang hatinya tersakiti” dan tidak dapat menerima pernikahan kedua HNW saat makam istri pertamanya masih bertanah merah. Berapa banyak di antara kaum perempuan yang mau memilih dia? Ketua MPR RI sudah cukuplah untuk HNW.
Menurut pendapat saya, saat ini masih belum ada tokoh Islam yang kuat sekaliber Gus Dur dan diterima semua kalangan untuk menjadi pemimpin nasional.
Jadi, 2009 giliran Sri Sultan membawa perubahan…. Dan biarkan Sri Sultan sendiri yang menentukan siapa yang akan mendampingi dirinya. Tak usahlah dipaksakan dipasangkan dengan Keliek Pelipur Lara yang juga asli Yogya….
AH

prayitno ramelan,
— 18 Desember 2008 jam 6:38 am
@Wong Ndeso ini pendukung Sultan ya?. Ya boleh saja kok, tapi maunya SultanMega, wah bagaimana kan PDIP maunya Mega-Sultan ?.Terus meramal Golkar akan turun perolehan suaranya, Sultan jadi Ketum, dan jadi Presiden…terus katanya Indonesia lepas dari disintegrasi, wah boleh juga ramalannya. Begini saja deh Wong Ndeso, kita tunggu nanti pemilu April 2009 ya, siapa tahu ramalan anda benar kan. Artinya hebat tu…saya suka tu keberanian meramal di forum ini, dan khusus salam panjenengan itu MERDEKA!!!….Tks ya, Salam>Pray.
@Bang Boetje, selama ini PDIP terus berusaha mencari pendamping Mega, benar kalau PDIP juga sudah menjajaki koalisi dengan PKS, tapi kan koalisi 2 partai ribet ya, banyak yg mesti dibahas, yg agak susah koalisi awal adalah bagaimana meredam “ambisi” partai dan “gengsi”. Menurut survei PDIP seperti kata Mas Tjahyo Kumolo, Pak Hidayat NW sepertinya menduduki posisi tertinggi kedua yg pas mendampingi Bu Mega. Jadi kita lihat hasil Rakernas PDIP 26 Januari 2009 nanti okay. Salam>Pray.
@Bang Dicky yg dari Aceh, terima kasih pendapatnya, boleh kok membuat ramalan pasangan, namanya juga perkiraan ya, dari pada ngirim REG RAMAL di Teve, lebih baik meramal disini, saya akan merekam setiap ramalan penanggap tulisan saya, siapa tahu ada yg betul nanti, dengan argumennya masing2 tentunya, nanti kalau pada pilpres Juli 2009 betul…saya akan memberi selamat` dan menayangkan ramalan ybs. Hanya ttg dikotomi dalam jawa-luar jawa saya kira kini konstituen kurang memperhatikan masalah tersebut, mereka lebih cenderung melihat realitas kepantasan masing-masing calon, lebih berat dan fokus kepada personalitas calon dengan kriteria “kejujuran”, “Ketegasan”, “Integritas”, “Visioner” itu kira2 Bang ya, Selamat meramal lagi.Salam>Pray.
@Mas Abi Hasantoso, kok mendadak politik jadi urusan perkawinan? Jadi emosional kok nih Mas Abi, “banyak hati wanita tersakiti”, apa mungkin banyak ya yg membayangkan seperti itu?. Pada takut suaminya kawin lagi kalau meninggal dahulu, apa gitu yg ditangkap nih?. Nah kedepan siapa tahu Sri Sultan akan naik elektabilitasnya, jadi kuda hitam, didukung Golkar…maka tercapailah keinginan Mas Abi ini yang cinta sekali sama Sultan itu .Kita tunggu ya,Salam>Pray.

Abi Hasantoso,
— 18 Desember 2008 jam 8:07 am
Pagi, Pak Pray….
Saya pencinta perubahanan. Karena tak ada yang kekal dan abadi selain perubahan.
Dan saya berpendapat bahwa Sri Sultan adalah sang pembawa perubahan.
Jadi, saya tidak cinta sekali sama Sri Sultan. Saya hanya cinta pada perubahan.
Pak Pray suka juga perubahan? Ayo, dukung Sri Sultan!AH

togar pangaribuan,
— 18 Desember 2008 jam 11:53 am
Memang, sudah harus dilupakan soal Jawa dan non Jawa karena masyarakat kebanyakan sudah semakin “MELEK POLITIK”. Artinya, rakyat akan memilih sesuai dengan prestasi yang sudah dicapai oleh sang calon.Berdasarkan pemikiran hasil pencapaian ini, sulit bagi bu Megawati untuk menang dalam pemilihan presiden, entah sebagai Capres ataupun Cawapres. Akan lebih terhormat kalau bu Megawati menggunakan dana yang dia punya untuk kepentingan rakyat banyak, misalnya membuat Yayasan Pemberi Beasiswa seperti Habibie Center atau lembaga lain yang memberi manfaat langsung. Percuma habis dananya untuk politik sementara banyak rakyat yang tidak bisa bayar uang sekolah apalagi ke Perguruan Tinggi. Sambil mengendalikan Yayasan ini, siapkan Kadernya sehingga 1-2 periode mendatang, sang Kader ini sudah bisa dikenal rakyat dan terbukti dipercaya jadi pemimpin.Untuk Sultan HB X, saya berharap lain. Meskipun sepertinya ada masalah kecil dengan SBY saat ini, alangkah baiknya Sultan HB X (SHB) maju menjadi Cawapres pasangan dengan SBY sendiri. Untuk jadi No. 1 masih belum “cukup” lah. Jadi, pasangan SBY- SHB akan menggaet banyak pemilih dan sekaligus yang diharapkan rakyat untuk memperbaiki Indonesia ini. Trim’s.

Prayitno Ramelan,
— 18 Desember 2008 jam 3:15 pm
@He,he,he Mas Abi ngajak saya mendukung Sultan? Boleh juga deh…tapi dukung dulu sebagai raja Yogya ya, nanti istri saya marah lagi, dia asli Yogya. Tapi kalau mendukung sebagai capres nanti dulu ah Mas, kan nanti tulisan2 saya jadi tidak netral lagi, Jadi biarlah saya berada disisi netral kemana-mana okay, saya bukan tidak suka perubahan, saya lebih suka apabila negara ini tetaplah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD45, tercapai cita-citanya negara yang makmur sejahtera,gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Tapi saya sangat menghargai pendapatnya kok Mas Abi…Terima kasih ya>Salam.Pray.
@Horas…Bang Togar, baru pertama nih baca tanggapannya, terima kasih dulu ah Bang. Saya setuju kalau masyarakay sudah mulai belajar “melek politik”, artinya sudah semakin pinter kan, jadi mereka akan memilih yg dianggap akan mampu mensejahterakan mereka kan, buat apa memilih pemimpin yg hanya akan menyusahkan. Ttg bu Mega itu komentar Bang Togar sendirilah, awak mau nanggapi Sultan jadi Wakilnya SBY, ya bisa saja sih, tapi kok gambarannya kurang begitu bagus ya, mulai ada friksi, dalam skala kecil…tapi dalam politik apa sih yg tidak mungkin, begitu saya kira, kita tunggu saja perkembangannya.Salam.Pray

eepkhunaefi,
— 19 Desember 2008 jam 3:41 am
Menarik juga jika Megabuwono ini benar-benar terjadi. Saya melihat peluangnya 50%:50%. Tapi, apa benar Sultan mau jadi wakilnya Mega. Sebab, saya melihat Sultan lebih cocok jadi Presiden. Toh, selama ini ia tidak pernah menjadi wakil, tapi pemimpin terus.

Suroto,
— 19 Desember 2008 jam 11:30 am
Salam Pak Pray,Maaf Pak kalo lihat situasi begini (kondusif) tentunya saya cenderung Sri Sultan HB X saja yang jadi RI 1 dan cawapresnya mas Prabowo.mudah2an SHB X bisa merangkul semua etnis yang diluar jawa sana sehingga 50% rakyat ini bisa mendukungnya.karena tanpa dukungan dari luar jawa saya kira SHB sulit utk melaju jadi RI 1. kalau Jateng/DIY saya pikir gak masalah buat SHB dan saya bisa ikut berdoa didepan makam Mbah Kiyageng Makukuhan yang ada di Temanggung.tks

Prayitno Ramelan,
— 20 Desember 2008 jam 5:34 am
@Mas Eep, Memang kalau psangan ini jadi, akan sangat realistis, secara hitung2an politik, Mega kuat di pulau Jawa, Bali, Lampung dan Wilayah Timur, Sultan sementara ini mendapat dukungan di Jawa. Perlu diingat bahwa populasi pemilih di Jawa mencapai 60%. Menurut pengamat politik Indo Barometer M Qodari, pasangan Megabuwono juga bisa menjadi pasangan yang layak jual karena keduanya mempunyai modal sosial yang kuat.Apalagi, tingkat kepopuleran keduanya sudah tidak diragukan lagi. Masalahnya Mas, Eep tawaran koalisi datang dari PDIP, yang jelas memiliki parpol papan atas, hingga Sultan meu tidak mau harus mengikuti aturan main, lagipula saya kira tim sukses Sultan juga faham kalau menerima lamaran PDIP ya harus mau jadi cawapres. Gitu ya.Pray.
@Mas Suroto, wah kalau melihat kondisi saat ini dimana Sultan tidak memegang kendali Partai, walau beliau kader Golkar kan juga bukan Ketua umum kan, sulit menjodohkan Sultan dan Prabowo. Bisa terjadi , dengan syarat Golkar memang menghendaki demikian dan elektabilitas Sultan tinggi sekali. Begitu ya.Salam>Pray.

Abi Hasantoso,
— 20 Desember 2008 jam 9:58 am
Selamaat pagi, Pak Pray….
Lamaran PDIP ditolak saja. Dah terbukti juga, kan, tidak memberi banyak perubahaan untuk rakyat banyak saat dikasih kesempatan memimpin negeri ini? Tjahjo Kumolo dan Pramono Anung itu kan para opportunies lulusan Golkar. Mereka mah maunya gampang. Main jodoh-jodohkan pasangan dengan jagoannya, itu kerjaan mereka sehari-hari.
Sri Sultan juga tak bergantung Golkar, “partai besar bernyali kecil di tengah demokrasi yang aneh” (ini akan jadi judul blog saya untuk obrolan politik yang lagi ramai di kompasiana, tunggu saja, ya, saya sudah pesan kavling sama Mas Pepih).
Sri Sultan sudah didukung rakyat banyak, kok. Dan dukungan itu mengalir dari bawah, bukan rekayasa partai.
Justru nanti partai-partai akan beramai-ramai mendukung Sri Sultan seperti yang sudah dimulai oleh Partai Republikan.
Buat saya, dan mungkin juga kebanyakan rakyat lainnya, Ibu Mega sekali saja cukup jadi presiden. Cukuplah ia jadi pemegang rekor dan tercatat dalam sejarah sebagai presiden wanita pertama di Indonesia. Ada yang bilang dan meyakini pepatah ini, “Ayam aduan yang sudah kalah, bila diadu kembali sulit untuk menang lagi….”
Jadi, sekali lagi, Sri Sultan naga-naganya bakal menolak pinangan PDIP yang digadang-gadang Tjahjo Kumolo untuk jadi cawapres. Karena kapasitas Sri Sultan, memang, untuk kursi RI 1. Apa yang dikatakan PDIP itu cuma numpang ngetop popularitas Sri Sultan saja yang lagi meninggi menjelang pemilu nanti.
Tahun 2009 kita akan melihat presiden baru. Saya berharap Sultan yang jadi presiden untuk membawa perubahan dan harapan baru untuk Indonesia.
Pak Pray masih ragu?
AH

Prayitno Ramelan,
— 20 Desember 2008 jam 11:13 pm
Wah, Ini kata Calon Pengamat Baru nih…Iya deh Mas Abi, kan boleh saja diruang kuliah terbuka ini sebuah gagasan disampaikan, namanya juga suka-suka, iya suka saja ngomong suka politik. Hanya persoalannya Mas Abi ya, mungkin saya sudah kebiasaan membahas dan membuat sebuah bahasan berdasarkan sebuah fakta, jadi maaf saya tidak bisa berandai-andai, lah nanti apa kata teman-teman saya para analis yg jadi silent reader itu pada ngomong, sedikit saja saya keluar dari pakem kami, mereka akan menyuruh saya pindah ke Teve, disuruh bikin REG RAMAl, kan repot saya ya. Maaf lho Mas Abi. Boleh kok anda membuat ramalan bahwa Sultan sebagai yg paling top. Maaf ya, saya kurang sependapat kalau dikatakan PDIP numpang ngetop ke Sultan, karena kalau anda baca tulisan saya yg terakhir (Mega Mulai Mengimbangi SBY) , PDIP mendapat dukungan persepsi publik 31%, sementara Mega mendapat angka 40,7%, ini artinya apa?Artinya keduanya (partai dan capresnya) sudah mempunyai posisi cukup tinggi, partai PDIP posisi pertama, Capres Mega posisi kedua dibawah SBY, bargaining power-nya besar, hanya butuh mencari pendamping yg realistis mempunyai nilai elektabilitas yg tinggi. Kalau nanti Sultan menolak atau pada saat rakernas PDIP 26 Januari 2009 dipandang elektabilitasnya menurun, maka PDIP tidak akan mengambil Sultan, akan mengambil Hidayat Nur Wahid, atau Prabowo atau Wiranto. Maaf ini adalah realitas yg sedang terjadi, bukan saya tidak suka dengan Sultan, tapi fakta yg ada di saya mengatakan seperti itu. Nanti dalam berkoalisi, partai2 papan ataslah yg akan menentukan siapa yg diajak berkoalisi, sementara partai2 kecil hanya akan mengikut diajak saja kok. Begitu ya, maaf kalau ada yg kurang pas dalam pandangan kita, karena kan sama2 jadi pengamat bukan, hanya saya pengamat yg sudah tua nih, suka lupa2, kalau Mas Abi kan masih mudaan ya, he,he,he….maaaf lagi. Ok, terima kasih pendapatnya, saya sangat menghargainya.Salam>Pray.

viant,
— 24 Desember 2008 jam 8:13 am
secara pribadi saya belum melihat satu pun pemimpin dan calon pemimpin kita yang tetap mau menjadi rakyat, yang lebih tampak di negeri ini sekarang atau saat ini adalah pemimpin dan calon pemimpin semua punya kepentingan (pribadi, golongan/partai, bahkan keluarga), bagaimana yang akan dia pimpin “rakyat” ini katanya, kita rakyat memang harus memilih pemimpin (terlebih seorang muslim, gak ada istilah golput) tapi belajarlah kita untuk lebih jernih lagi dalam proses mencari pemimpin kita ini, yang menyedihkan kalau nanti terpilih pemimpin yang sama saja pada saat ini (tipenya, caranya, dst…) sama saja rakyat juga yang sedih, sakit karena apa yang dilakukan pemimpinnya, apa kita mau seperti itu terus.., tetap berjuang bersama menjadi Indonesia Raya yang santun lagi kuat dengan mencari dan memilih pemimpin yang dapat sebenar-benarnya memimpin (judul blog nya bagus sekali, mengajak membuka cara berpikir audience lebih luas, terima kasih)

prayitno ramelan,
— 24 Desember 2008 jam 9:10 am
@Mas Viant, terim a kasih tanggapannya, swaya kira memang itulah manusia dan dunia politik, selalu yg dimuka adalah masalah kepentingan individual, kelompok , baru kepentingan yg lebih bear mis Kepentingan nasional. Semohga pemimpin yg akan terpilih memang yg akan memperjuangkan kepentingan rakyat,Salam>Pray.

Darmanto,
— 24 Desember 2008 jam 11:19 am
siapapun (Mega atau SBY) yang akan jadi presiden, saya meragukan mereka akan mampu meningkatkan kesejahteraan & kehidupan rakyat. 4 tahun pemerintahan SBY tidak ada kebijakan yg memihak dan membela rakyat, baru menjelang pemilu pemerintah membuat kebijakan yg seolah2 membela & mendengarkan aspirasi rakyat. bagi pejabat, kekuasaan merupakan kebutuhan sedangkan bagi rakyat miskin, mengabdi merupakan suatu kewajiban.

prayitno ramelan,
— 25 Desember 2008 jam 7:03 am
Mas Darmanto, kok jadi pesimis nih…terus bagaimana dong, karena sementara ini kandidat yg kuat baru kedua tokoh itu. Namanya juga mau dipilih Mas, mesti mengambil langkah mengambil hati, saya kira ya rata2 begitu, kalau berani ambil langkah kontroversi seperti PKS kan menarik perhatian, kalau tidak berani ya pasang iklan dengan gaya merayu…itu lho ngelamar kan harus pintar2, terlebih mau ngelamar hati konstituen yg bebas spt jaman ini….susah. Terima kasih tanggapannya, salam hangat dihari libur ini>Pray.

Tidak ada komentar: