Senin, 01 September 2008

BAHAYA PERPECAHAN BANGSA

Oleh : Prayitno Ramelan
26 Pebrari 2008


Apa yang paling ditakuti sebuah persatuan?Jawabannya perpecahan. Berbicara tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia, apakah mungkin kita sebagai sebuah bangsa, sebagai sebuah Negara bisa pecah?Jawabannya mungkin saja.

Kalau mungkin siapa yang akan memecah? Jawabannya ada dua,pertama faktor eksternal yaitu Negara atau kekuatan diluar Indonesia yang menginginkan kita pecah, karena takut Indonesia akan menjadi Negara besar. Kedua adalah faktor internal yaitu orang kita sendiri yang tidak mempunyai rasa cinta tanah air, hanya memikirkan diri dan kelompoknya.

Contoh Negara yang pecah/dipecah sudah ada. Sebagai sebuah negara super power saja Uni Soviet akhirnya pecah menjadi 15 negara, Yugoslavia yang saat itu persatuannya mirip Indonesia pecah menjadi 6 negara, Chekoslovakia pecah penjadi 2 negara. Bagaimana Indonesia?. Salah satu sumber perpecahan yang pertama-tama harus kita waspadai adalah UUD 1945. Sebagai sebuah hukum dasar yang tertulis, maka semua perundang-undangan mengacu kepada UUD 1945.

Sejak pergerakan arus reformasi, UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali. Dari perubahan tersebut, maka berjalanlah sistem demokrasi seperti yang dirumuskan oleh para pemrakarsa dan pelaku perubahan sesuai dengan pengetahuan, keinginan, dan kepentingan masing-masing. Banyak yang menilai hingga kini pelaksanaan demokrasi banyak kacaunya, rakyat hidup tidak tenang, susah, lebih banyak protes dan berkelahinya daripada hidup tenang dan berkecukupan. Pembelaan mudah dikatakan, masih dalam konsolidasi demokrasi.

Akhir-akhir ini ada yang menarik dari hasil pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Dewan Perwakilan Daerah. Pemerintah dan DPD menggelar rapat konsultasi tentang penyempurnaan sistem ketatanegaraan, pemerintahan dan hukum dalam UUD. Pemerintah mengusulkan akan membentuk panitia atau komisi oleh mereka yang ahli ketatanegaraan dan pemerintahan, ditunjuk dari mereka tidak terlibat politik praktis.

Kewaspadaan dan tindakan pemerintah ini mungkin merupakan salah satu langkah yang akan menyelamatkan bangsa Indonesia dari sumber perpecahan. Merupakan kebutuhan pokok bangsa Indonesia dalam menyediakan pondasi konstitusi yang lebih kokoh dalam penyelenggaraan Negara. Suatu pondasi yang kokoh dan dengan pemikiran strategis (jauh kedepan) dalam penyempurnaan UUD 1945.

Hal ini sangat penting, bukan hanya dipikirkan bagaimana Negara ini berjalan dan diatur dengan sistem demokrasi yang modern, tetapi yang jauh lebih penting dipikirkan apa kira-kira ekses yang akan muncul. Salah satu contoh seperti kata Ketua DPD Ginanjar Kartasasmita, melihat pasal 18 UUD 1945, kesalahan kita adalah cara kita menjalankan sistem, bukan demokrasinya yang salah. Kerawanan-kerawanan seperti itulah yang harus dipikirkan benar apabila akan dilakukan perubahan UUD 1945. Kita tidak bisa melakukan perubahan sebuah dasar Negara dengan adanya sedikitpun perasaan emosional.

Ancaman dari luar terhadap bangsa dan Negara Indonesia kini bukanlah serangan bersenjata atau kekuatan militer lagi. Serangan ditujukan secara perlahan, profesional, wajar tetapi langsung menyerang intinya yaitu cara berfikir dan alam bawah sadar para pelaku dan elit negeri ini. Kalau dahulu yang menjadi sasaran mereka dan di “counter” pemerintah orde baru adalah SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Kini digeser targetnya kemasalah politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Dibidang politik dimasukkan ide-ide pemikiran demokrasi modern. Negara Barat selalu berusaha mempengaruhi, agar Negara non barat menggunakan sistem mereka yaitu demokrasi modern/demokrasi liberal. Dimunculkan ide keinginan mengubah NKRI menjadi sebuah Negara Federal pada tahun 2000, otonomi daerah, perubahan UUD 1945, penggeseran peran Pancasila sebagai falsafah Negara, dilakukannya pilkada langsung.

Dibidang ekonomi, perekonomian rakyat dibuat menjadi semakin sulit, belum selesainya penanganan kasus-kasus korupsi besar seperti BLBI, munculnya fanatisme kedaerahan yang besar dari hasil penerapan otonomi daerah. Dalam bidang sosial budaya, dihembuskannya ruang kebebasan dan kedaulatan rakyat dalam berdemokrasi dan memperjuangkan hak asasinya, mempengaruhi budaya hilangnya rasa saling menghormati, tidak menghormati yang lebih tua dan pemimpin, bahkan pimpinan nasional.

Dan jangan dilupakan kebebasan pers yang bebas sekali juga mempunyai pengaruh besar dalam masalah ini. Kebebasan adalah suatu kenikmatan, setiap orang kalau boleh ingin bebas, berbuat apa saja. Tapi kalau bebas yang bisa menghancurkan untuk apa?. Kalau kita amati, pelajari dan renungkan apa yang terjadi sekarang ini sebenarnya adalah sebuah design khusus. Sesuatu yang diciptakan khusus untuk rakyat Indonesia dan para elit oleh suatu konspirasi global yang bersembunyi dalam kegiatan operasi tertutup.

Rangkaian serupa juga terjadi saat terjadinya serangan bom bunuh diri yang kadang kita tidak mengerti kenapa tiba-tiba ada bom bunuh diri disini?. Dua aktor utamanya yang orang asing tetap misterius, kita tidak tahu siapa “principle agent” nya. Kita sedang dijadikan target sebuah operasi penggalangan, dengan tujuan akhir melemahkan dan memecah Indonesia. Walaupun tidak sampai dijadikan sebuah Negara gagal, kita tetap akan dipecah.

Dimulai dengan perpecahan kecil, perbedaan pendapat yang akan terus dibesarkan, arus kebebasan yang dijuruskan kepada tindakan anarkhis, diturunkannya kewibawaan pemerintah, munculnya kesulitan yang akan terus mendera rakyat. Dalam kondisi tersebut, pemerintah sulit bergerak, karena sudah dikunci kekuasaan dan kewenangannya oleh sebuah sistem.

Pimpinan, aparat dan abdi pemerintah banyak yang gamang dalam mengambil keputusan, takut salah dan takut tidak popular. Itulah sedikit gambaran bahaya yang dihadapi bangsa Indonesia dalam menapak kedepan. Kalau kita tidak hati-hati dan menyadari ancaman dan bahaya yang tertuju pada bangsa ini, maka pada masa transisi satu dua pemilu kedepan kita akan dapat pecah.

Kita jangan terbuai dengan yang namanya kebebasan. Bukan tidak mungkin akan terjadi seperti kasus pilkada sulawesi selatan yang berakhir dilapangan, dipengadilan dan Mahkamah Agung pada pemilihan Presiden 2009. Apabila terjadi stuck, kemudian masuk di Mahkamah Agung, bisa-bisa terjadi seperti kasus pemilu di Kenya yang menelan korban 800 lebih. Reformasi dan demokrasi kita akan tercederai, terus siapa yang akan ditunjuk sebagai PJS Presiden?.

Masa transisi yang baru berjalan 10 tahun dipandang belum cukup aman bagi bangsa kita untuk selamat menapak kedepan. Mayoritas pendidikan rakyat kita masih sangat rendah. Oleh karena itu para elit diharapkan berbuat yang terbaik untuk bangsa ini, terlebih bagi mereka yang masih memegang amanah. Mari kita jaga persatuan dan kesatuan kita, kalau sampai pecah akan sangat sulit mempersatukannya kembali. Semoga Allah Swt memberikan perlindungan dan ridha kepada kita.Amin.

Tidak ada komentar: