Senin, 01 September 2008

PEMBERANTASAN KORUPSI DAN PILPRES 2009

Sumber : KORAN SINDO - Wednesday, 11 June 2008
* Prayitno Ramelan (Analis Lembaga Indset)

Pemberantasan korupsi setiap hari terus diberitakan. Sebagai mesin pembersih korupsi, KPK dinilai semakin berani. Misinya tetap sebagai penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang antikorupsi.

Itulah kesan masyarakat dengan segala kegiatan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia. Terlepas dengan masih adanya tudingan tebang pilih, yang jelas, cengkeraman KPK membuat miris banyak pejabat dan bahkan bekas pejabat. Beberapa pejabat/mantan pejabat dijadikan tersangka, ditangkap, ditahan, dan beberapa sudah diajukan ke pengadilan.Kegiatan KPK menakutkan, karena orang yang sudah dijadikan tersangka dapat dihukum tujuh tahun dan bahkan seumur hidup.

Bayangkan, dipenjara kumpul dengan pencopet, penipu, perampok, pemerkosa, jelas mengerikan. Kini yang menjadi berita hangat di media massa tentang pemberantasan korupsi adalah wilayah operasi KPK yang semakin melebar.Kalau pada periode awal, gedung DPR yang merupakan wilayah terangker belum tersentuh, kini kantor wakil rakyat itu sudah ditembus tim penyidiknya.

Gubernur Bank Indonesia yang hebat, mempunyai bintang mahaputra, bertugas menjaga stabilitas harga dan moneter di Indonesia pun ditangkap. Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok disidak. Dan kini, KPK tengah pula mengincar Mahkamah Agung. Ini menunjukkan bahwa KPK semakin confidentdalam melaksanakan tugasnya. Presiden menyatakan mendukung penuh KPK.

Di mana saja tercium aroma korupsi,KPK sebagai panah anti korupsi dapat diluncurkan. Sejak pemerintahan Presiden SBY-JK terbentuk, orang awam sulit membedakan mana yang lebih disebut penguasa, eksekutif, atau legislatif. Setelah dilakukan amendemen UUD 1945,eksekutif lebih banyak dikontrol legislatif. DPR menjadi institusi yang menakutkan sebagai wakil rakyat.Para pejabat pemerintah kalau dipanggil ke DPR serasa diinterogasi, ditekan,dan ada yang merasa dilecehkan.

Namun, para pejabat banyak yang paham dan mengalah. Kini dengan langkah KPK yang dipimpin Antasari Azhar,keadaan mulai membalik, banyak anggota DPR yang sulit tidur.Suaranya pun terlihat menjadi agak kurang garang,dalam menyikapi kenaikan BBM,rakyat menilai DPR kurang keras bersuara. KPK membuktikan sangat serius untuk pencapaian visinya mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi.

Menunjukkan dirinya sebagai “raja tega”, tidak peduli siapa pun akan diusut dan ditangkap. Jaksa Urip yang satu korps dengan ketua KPK pun ditangkap. Juga bekas dubes,gubernur, anggota/bekas anggota DPR dan DPRD,bupati,dirjen,bekas wali kota, bekas menteri, dan banyak mantan pejabat yang diusut, ditangkap. Bahkan, KPK kabarnya akan menyelidiki dan mengusut beberapa menteri yang juga berbau korupsi. Semakin lengkaplah deretan pejabat atau bekas pejabat yang menjadi tersangka.

Pembentukan Opini

Dalam ilmu intelijen, langkah represif KPK yang dilakukan berdasarkan undang-undang antikorupsi, dapat dibaca sebagai langkah pusprop (perang urat syaraf dan propaganda). Para pejabat diingatkan, disadarkan bahwa tidak ada yang kebal hukum di negara ini.Siapa yang ketahuan melakukan tindak pidana korupsi akan diusut, ditangkap,dan dihukum.

Perang urat syaraf pada dasarnya adalah kegiatan propaganda yang disertai dengan tindakan; merupakan salah satu sarana dari intelijen penggalangan, yaitu pengondisian sasaran agar berbuat dan bertindak seperti kemauan yang menggalang. Berita pemberantasan korupsi dipublikasikan secara sistematis. Secara teori, pusproptadi diharapkan efektif dalam menimbulkan rasa takut seseorang untuk melakukan korupsi. Opini ini yang diharapkan terbentuk di benak para pejabat.

Langkah ini dinilai efisien bila dikaitkan dengan terbatasnya personel KPK dibandingkan dengan banyaknya kasus dan luasnya wilayah sasaran. Kalau diperhatikan lebih lanjut, mayoritas mereka yang ditangkap umumnya para pejabat negara/ pejabat daerah/anggota dewan ataupun mereka yang bekas pejabat. Maka tidak heran, jika di masyarakat muncul sebuah stigma ”bawah sadar” berupa opini bias.

Di kalangan masyarakat terdapat semacam penilaian bahwa pejabat atau mantan pejabat itu tak lepas dari atau setidaknya terasosiasikan dengan dugaan perbuatan korupsi. Salah satu bukti terbentuknya opini tersebut agak terbaca pada Pilkada Jawa Barat.Pasangan Ahmad Heryawan- Dede Yusuf (Hade) yang muda dan sama sekali kurang terkenal, kenapa justru menang.

Mereka mengalahkan rivalnya yang gubernur incumbent, wakil gubernur incumbent, purnawirawan jenderal, dan mantan pangdam. Yang menonjol pada pasangan Hade ini adalah nilai kejujuran, nilai pengabdian,dan kontrak politik. Dengan memilih Hade yang dianggap masih bersih, belum pernah duduk di birokrasi, mereka memimpikan akan munculnya perubahan.

Contoh ini walaupun masih abu-abu dapat dinilai sudah merupakan sebuah puncak akumulasi ketidakpuasan masyarakat akan kualitas kepemimpinan di negeri ini.Kalau pada Pilpres 2004 konstituen mengutamakan sosok persona calon, kini kejujuranlah yang diutamakan. Hasil survei Lembaga Riset Indonesia pada Mei 2008 menyebutkan bahwa konstituen cenderung menginginkan pemimpin dengan syarat kejujuran di samping ketegasan (71%),dapat dipercaya (62%).

Perubahan perilaku pemilih ini diperkirakan akan memengaruhi Pilpres 2009. Bagi calon-calon yang pernah menjabat, yang kini dinilai kuat sebagai capres/cawapres agar jangan terkejut apabila nanti dikalahkan calon yang justru hijau di dunia birokrasi pemerintahan. Hal yang sangat mungkin terjadi apabila sempat ada yang dicalonkan salah satu parpol. Kita bersama harus waspada dan lebih berpikir. Memilih presiden bukan hanya sekadar memilih dan asal menang.

Pimpinan nasional sangat menentukan hidup matinya bangsa ini di masa mendatang. Putusan terbaik tidak cukup hanya datang dari calon yang popularitas dan ilmunya tinggi. Pengalaman, kepemimpinan, dan ketegasan juga turut menentukan dalam pengambilan putusan secara arif dan bijaksana.

Jika konstituen sudah kehilangan kepercayaan kepada para sosok-sosok elite berpengalaman, tentu mereka akan lari ke calon alternatif tanpa bisa diatur jejaring partai.Alhasil,Indonesia sebagai negara yang besar harus siap dipimpin pemimpin yang belum mempunyai ilmu dan pengalaman memimpin.(*)

Tidak ada komentar: