Senin, 01 September 2008

GUS DUR, CAK IMIN, MEMBELA YANG BENAR

Oleh : Prayitno Ramelan (Analis Lembaga Indset)
Sumber : Seputar Indonesia - Thursday, 08 May 2008

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dikenal sebagai partainya kaum nahdliyin.Partai ini didirikan untuk menampung aspirasi keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) yang diperkirakan berjumlah 35 juta jiwa.

Sejak didirikan pada 23 Juli 1998, telah terjadi tiga kali konflik antara Ketua Umum Dewan Syura dengan Ketua Umum Dewan Tanfidz. Dua konflik terdahulu diselesaikan melalui jalan muktamar luar biasa (MLB) dan jalur pengadilan. PKB versi Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dapat dikatakan tetap jaya setelah ada keputusan dari Mahkamah Agung, apa pun keputusannya.

MLB dari lawan politiknya dapat dinilai tidak mempunyai pengaruh terhadap eksistensinya di PKB. Konflik yang kini terjadi antara Ketua Dewan Syura PKB Gus Dur dan Ketua Umum Dewan Tanfidz Muhaimin Iskandar (Cak Imin) merupakan konflik ketiga.

Kedua konflik terdahulu berakhir dengan turut melibatkan beberapa kiai sepuh.Konflik ketiga ini kembali coba diselesaikan melalui MLB dan jalur hukum. PKB versi Gus Dur menggelar MLB di Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor, dari 30 April sampai 1 Mei 2008, dan memilih Ali Masykur Musa sebagai Ketua Dewan Tanfidz, Gus Dur tetap pada posisi Ketua Umum Dewan Syura.

PKB kubu Cak Imin menggelar MLB di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, pada 2-4 Mei 2008.MLB ini menentukan KH Abdul Aziz Mansyur sebagai Ketua Umum Dewan Syura. Kalau dua konflik terdahulu antara sesama kaum tua, kini yang terlibat konflik adalah kaum tua dan kaum muda. Turut terlibat juga unsur kekeluargaan.

Kekuatan Gus Dur

Di kalangan kaum nahdliyin berkembang mitos tentang kedudukan Gus Dur dalam posisinya sebagai keturunan pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari. Mereka percaya di tanah Jawa ada dua keturunan darah biru,darah biru raja Jawa dan darah biru Islam keturunan pendiri NU, yaitu Kiai Hasyim Asy’ari.Keturunan pendiri NU di kalangan warga NU sangatlah dihormati. Kaum prianya dipanggil dengan nama depan ”Gus”.

Di NU terdapat dua macam kiai, yaitu ”kiai nasab” (mereka yang dipandang berdarah biru) dan ”kiai karier” (mereka umumnya orang biasa yang belajar dan menguasai ilmu Islam hingga mendapat gelar kiai).Contoh kiai nasab yang terkenal adalah Gus Dur,sedangkan contoh kiai karier yang terkenal adalah Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi.

Sebagai orang yang dikenal berdarah biru, Gus Dur di kalangan kaum nahdliyin adalah tokoh sentral yang mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang sulit dibantah. Kalau diperhatikan, Gus Dur memiliki dua pribadi yang berbeda. Sebagai tokoh masyarakat, beliau adalah demokrat, tokoh yang tidak fanatik,kadang kontroversial, selalu memihak dan memperjuangkan rakyat kecil.

Di lain sisi, di kalangan nahdliyin beliau bertindak seperti seorang raja yang tidak mau dibantah oleh bawahannya, lebih menjurus sebagai tokoh yang otokratis. Kepribadian tersebut terlihat dari ucapan dan konflik yang terjadi selama ini.Konflik dengan Cak Imin saat ini merupakan ujian legitimasi ketiga bagi Gus Dur. Pertanyaannya, akankah Muhaimin berhasil atau justru akan lengser seperti dua Ketua Umun Dewan Tanfidz PKB terdahulu?

Sejak awal PKB sudah mengatur kedudukan Ketua Umum Dewan Syura sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di partai.Kegelisahan politisi muda PKB dan beberapa kiai kembali menunjukkan pemberontakan terhadap kultur yang berlaku ini. Mereka secara tidak sadar terbawa dalam arus kehidupan politik yang penuh intrik, pengkhianatan, dan ketidaksetiaan.

KH Mustofa Bisri (Gus Mus), pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin,Rembang,Jawa Tengah,pernah mengingatkan agar para kiai tidak dimainkan dalam konflik di tubuh PKB.
Tentu sangat disayangkan jika para ”kiai khos” yang sangat dihormati turut terseret masuk dalam arena konflik. Padahal, mereka sebaiknya berperan dalam masalah kemaslahatan umat. Dalam beberapa konflik terdahulu, upaya perlawanan terhadap Gus Dur umumnya dimenangkan oleh pendiri PKB itu.

Posisinya sebagai pemilik dan penguasa di kalangan kaum nahdliyin, yang didukung dengan sistem yang diatur di PKB, sementara ini sulit ditumbangkan. Kata-katanya bertuah, bak sabda seorang raja. Memang Gus Dur tokoh kontroversial, namun biar bagaimanapun dengan darah birunya, dia tetaplah seorang raja di kalangan NU.


Melawan Gus Dur seperti melawan gunung api yang memiliki lahar panas dengan wedus gembel-nya yang mematikan.Konflik PKB kini harus diwaspadai dan disikapi secara bijak, baik oleh Cak Imin maupun pemerintah. Apabila Gus Dur ”dikalahkan” atau PKB tidak boleh ikut Pemilu 2009,bukan tidak mungkin akan terjadi geger yang berbahaya dan meluas.

Pemerintah sebaiknya jangan membiarkan konflik ini berlarut-larut, terlebih apabila ada yang terlibat di dalamnya.Lebih baik berposisi di jalur netral, tetapi secara cerdik menyikapi masalah partai ini. Konflik yang melibatkan emosi kepercayaan masyarakat terhadap ketokohan seseorang di suatu wilayah dapat menimbulkan bahaya timbulnya kerusuhan sosial.Terlebih apabila hal tersebut berskala nasional.

Cak Imin juga sebaiknya mengukur lawannya yang sudah teruji memenangkan beberapa konflik legitimasi di mana dia juga pernah terlibat di dalamnya.Harus disadari memang sulit untuk menyandingkan pemikiran politik di alam demokrasi dengan pemikiran dan budaya pesantren dengan kulturnya yang sangat kental.

Mungkin hal ini baru akan tercipta nanti apabila Gus Dur sudah tidak eksis lagi. Inilah contoh buruknya politik. Mereka yang dahulunya sama-sama mengaji dan berdoa, mencium tangan, saling menghormati,kini begitu berbeda kepentingan politik dan tidak ragu-ragu untuk saling bermusuhan. Fakta yang amat disayangkan!

Melihat fenomena ini, rasanya mesti disadari dan direnungkan kembali semboyan ”PKB membela yang benar”.Dengan konflik ini,kelihatannya sulit bagi PKB untuk dapat menerapkan semboyan tersebut karena kebenaran hakiki sangat sukar ditemukan. Mungkin hanya jalur hukum yang dapat menyelesaikannya.

Toh, apabila tidak segera tercapai jalan keluarnya, tentu sangat menyedihkan karena menurut survei PKB diramalkan akan menjadi urutan kelima peraih suara terbanyak setelah PDIP, Golkar, Partai Demokrat, dan PKS. Bagaimana dengan jalur islah? Jalur ini tidak mungkin tercapai,karena ”sang raja” begitu paham dengan kekuatannya, walaupun mahkotanya hanya sebuah peci. (*)

Tidak ada komentar: