Senin, 15 September 2008

STRATEGI PARPOL MENJELANG 2009

Oleh: Prayitno Ramelan
17 April 2008

Strategi adalah sebuah rencana jangka panjang yang diikuti dengan tindakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu yaitu tercapainya keberhasilan atau kemenangan. Strategi kadangkala dicampur adukkan dengan taktik, yang memiliki ruang lingkup lebih sempit dan waktu yang lebih singkat. Pada awalnya ilmu strategi maupun taktik hanya dipergunakan untuk kepentingan militer saja, tetapi kemudian berkembang keberbagai bidang seperti bisnis, ekonomi, pemasaran, manajemen dan lain-lain.

Strategi berasal dari bahasa Yunani strategos yang berarti komandan militer. Militer menggunakan taktik dan strategi dengan batasan pelaksanaan yang tegas. Strategi untuk memenangkan peperangan, taktik digunakan dalam memenangkan pertempuran yang merupakan bagian dari peperangan. Tahun 2009 Indonesia kembali akan melaksanakan pemilu dan pilpres secara langsung. Suatu hal yang penting bagi parpol untuk memenangkannya adalah penggunaan strategi dan taktik yang tepat.

Pada saat ini sedang dilakukan verifikasi dua tahap parpol yang akan ditetapkan sebagai peserta pemilu. Tahap pertama verifikasi parpol lama (peserta pemilu 2004) yang telah berbadan hukum dan 16 partai yang memiliki kursi di DPR. Tahap dua pendaftaran dan verifikasi parpol baru yang sudah lulus dan berbadan hukum. Baru partai yang lulus verifikasi akan ditetapkan sebagai peserta pemilu 2009 dan diberi nomor urut.

Sejak masa pendaftaran pertama hingga kemenangan yang diraih baik dalam pemilu maupun pilpres, masing-masing parpol memerlukan strategi pemenangan, yang mudah diucapkan tetapi sangat sulit dilaksanakan. Kenapa sulit?. Tujuh parpol papan tengah dan atas yang dinilai sudah mapan harus berhasil pada taktik awal, mulai dari penyusunan RUU pemilu, RUU pilpres dan pertimbangan berkoalisi. Parpol-parpol baru jalannya masih panjang, harus lolos verifikasi, membentuk pengurus yang solid dan harus berurusan dengan birokrasi yang cukup rumit

Kita mengetahui bersama kalau parpol terdiri dari kumpulan orang yang mempunyai persamaan pandangan, pemikiran, pendapat dan kepentingan untuk mencapai suatu tujuan tertentu diwilayah politik. Biasanya dalam berpolitik seseorang mempunyai kepentingannya sendiri, setelah itu kepentingan kelompoknya dalam partai, baru kepentingan partai. Oleh karena itu kita tidak perlu heran apabila terjadi perpecahan dalam tubuh parpol.

Sebagai contoh Golkar terpecah secara internal, ada kelompok Akbar Tanjung, kelompok Jusuf Kalla, dan ada kelompok yang kurang suka dengan ketua umumnya. PDI-P pecah, beberapa tokohnya membentuk partai sendiri. Partai Demokrat juga terpecah, antara mereka yang merasa pendiri dan pendatang baru. PKB juga ribut antara Ketua Dewan Syuro (Gus Dur) yang memecat Ketua Dewan Tanfidz (Muhaemin) . Pada tahun 2008 ini konflik internal sebaiknya segera diselesaikan, agar tidak terjadi pembusukan dari dalam yang jelas akan menurunkan perolehan suara

Bagi tujuh partai yang sudah mapan, masing-masing harus membagi medan tempur sesuai dengan kekuatan dan kemampuan kader dan pengurus partai diwilayah yang harus direbutnya. Ada dua masalah, yaitu pemenangan pemilu dan kedua apabila mampu mengajukan calon dan memenangkan capresnya. Pemenangan pemilu adalah apa yang akan ditawarkan kepada rakyat. Terlihat ada yang mulai menyuarakan masalah pengentasan kemiskinan, apakah sudah tepat?.

Penetapan dan deklarasi capres apa juga sudah tepat orangnya? Hasil yang realistis sebaiknya mengacu kepada sebuah hasil survei opini publik. Walau masih berupa persepsi, tetapi dengan metodologi yang benar, dinilai dapat mewakili realita. Dari hasil survei opini publik 2004 oleh Poolling Center masalah yang paling serius dihadapi oleh rakyat adalah masalah ekonomi (23,2%) dan harga yang tidak stabil (23%), sedang masalah kejahatan, kemacetan lalu lintas isu lingkungan dan bencana alam menduduki peringkat kedua (rata-rata 5%).

Yang menarik, masyarakat menilai masalah korupsi, politik, dan terorisme bukan masalah yang serius bagi mereka. Bahkan masalah hukum benar-benar bukan masalah mereka (nilai 0%). Untuk masalah yang dihadapi oleh negara, responden menilai bencana alam (40%), harga tidak stabil (27%), masalah ekonomi/lapangan kerja (17%) dan masalah korupsi (6%). Masalah korupsi walau diranking empat, lebih penting dibandingkan masalah hukum, politik, kemiskinan, pendidikan dan teror.

Responden memilih (73%) bahwa pemimpin agama lebih baik konsentrasi pada masalah kemaslahatan umat ketimbang urusan politik dan sebaiknya kembali ke hakikat dan nilai-nilai Islam yang murni. Saat itu responden muslim memilih yang menjadi objective bagi Indonesia adalah pembangunan ekonomi yang lebih cepat menjadi prioritas (73%), mengurangi pengaruh negara barat super power (9%) dan kembali kepada interpretasi Islam tradisional (6%)

Jenis media paling dipercaya adalah Televisi (87%), dengan prosentase sangat percaya kepada berita TV (23%), cukup percaya (71%). Dari data tersebut, maka taktik yang perlu dikembangkan, parpol mendekati rakyat dengan pendekatan ekonomi kerakyatan. Kondisi saat ini agak kurang menguntungkan bagi incumbent Presiden SBY dan partainya. Potret kesulitan rakyat dan dieksposenya kenaikan harga di media massa sangat merugikan citranya. Yang harus diangkat adalah bagaimana upaya mengangkat ekonomi rakyat yang nilai psikologisnya sama pentingnya dengan kestabilan harga.

Bukan isu kemiskinan, rakyat sudah faham bahwa banyak yang sudah lama miskin. Persoalan yang penting bagi mereka adalah bagaimana upaya peningkatan ekonomi dan berkait dengan kestabilan harga. itulah impian mereka (46,2%). Penilaian pembangunan ekonomi yang lebih cepat juga akan besar pengaruhnya. Dalam menghadapi pilpres, penetapan calon presiden sebaiknya juga didasari dari hasil survei. Seorang calon yang hasil surveinya rendah, sehebat apapun dia kemungkinan besar akan kalah dalam pilpres.Kecuali dalam kurun waktu tertentu ada kejadian khusus.

Seperti pada kasus pemilu 2004, pada awalnya SBY hanya diperingkat tiga, tetapi ahirnya menang. Pemilihan tokoh agama sebagai capres/pendamping perlu dipertimbangkan, karena rakyat melihat mereka lebih baik konsentrasi pada kemaslahatan umat. Suatu fenomena baru terjadi dalam pilkada. Calon dari koalisi PKS dengan partai lainnya telah dapat memenangkan tiga pilkada propinsi besar. Disini terlihat terjadinya perubahan perilaku konstituen, yang mirip dengan kasus pilpres 2004. Sby tidak didukung partai papan atas tetapi menang mutlak dalam dua putaran.

Kesimpulannya masyarakat tidak bisa digiring dalam aliran mengikuti jejaring infrastruktur partai. Konstituen cenderung melihat muka baru, suatu figure alternatif yang dinilai masih bersih. Tidak dengan klasifikasi tertentu misalnya artis atau pengusaha atau politisi, tetapi siapapun yang dinilai memenuhi calon alternatifnya. Pengaruh media massa dan pemberitaan lainnya sangat besar dan merupakan faktor penentu, bukan mutlak pengaruh parpol. Faktor kedua baru rakyat menyimpulkan parpol yang dipandang bersih dari permainan.

Ada kecenderungan PKS akan menjadi partai yang menyuarakan kebersihan, dan berjuang dengan untuk dan atas nama rakyat.PKS menyuarakan jangan sampai ada yang lapar, jangan sampai ada yang bodoh dan jangan sampai ada yang sakit, baru masuk kewilayah ekonomi. Disinilah salah satu strategi PKS dalam mengambil hati masyarakat. Dengan demikian maka benar bahwa partai papan atas harus kembali menganalisa kondisi psikologis masyarakat khususnya tentang perubahan perilaku para pemilih.

PKS memenangkan 88 pilkada dari 149 yang diikuti, tujuh diantaranya tingkat propinsi. Dari 88 kesuksesan tersebut berarti sudah tercapai 69 persen. Dari pilkada yang diikuti PKS, 63 persen dimenangkannya, baik dengan berkoalisi maupun maju sendiri. Menurut Presiden PKS Tifatul Sembiring, kemenangan yang diraih di pilkada tidak secara equal matematis juga akan pasti menang di pilpres, tetapi implikasinya jelas ada. Kelihatannya untuk pilpres mendatang PKS akan mempersiapkan capres/cawapres apabila perolehan suaranya diatas 20%. Dan calonnya akan dipilih dengan kriteria aspek kompetensi, aspek moral, aspek visioner, dan kemampuan komunikasi. Pegangan PKS adalah seperti kata Rasul SAW, serahkan segala sesuatu pada ahlinya. Inilah strategi PKS yang telah berhasil memunculkan dirinya dan meraih kesuksesan dalam kancah persaingan dunia perpolitikan di Indonesia.

Sementara ini dari hasil survei, untuk tingkat nasional masih terlihat kekuatan dan dominasi SBY dan Megawati. Memang mempersamakan Pilpres dengan pilkada dibeberapa daerah belum tentu tepat. Parpol yang sukses dalam pilkada jangan bangga dahulu atas hasil didaerah, euphoria ini bisa menyebabkan kegagalan terhadap sasaran partai yang lebih besar. Dalam pilpres, pembentukan opini tingkat nasional jauh lebih sulit, masih banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Sarana menjelang 2009 yang harus dipegang dan dimanfaatkan oleh parpol adalah komunikasi kekonstituen. Pertama, untuk memasuki wilayah area bawah sadar konstituen, televisi sangat besar manfaatnya, mirip merupakan alat brain washing. Ada sebuah rumus intelijen yaitu “let them thing, let them decide”, biarkan mereka berfikir dan biarkan mereka memutuskan.

Jelas bagi parpol yang menguasai pejabat didaerah akan sangat diuntungkan, sebagai pejabat (key formal individual) mereka akan dapat dimanfaatkan dalam mempengaruhi masyarakat didaerahnya pada saat pemilu dan pilpres. Itulah sebahagian contoh kaitan informasi dan taktik untuk memenangkan suatu persaingan dalam wadah strategi. Taktik lainnya harus menjadi subsistem dari strategi parpol secara utuh. Membaca situasi dan kondisi secara cermat dan realistis serta obyektif sangat diperlukan.

Kekalahan calon parpol papan atas dalam beberapa pilkada, dapat dinilai karena kekeliruan dalam membaca situasi dan kondisi perilaku pemilih. Dengan semakin berkembangnya sistem demokrasi dan keterbukaan, penggunaan pola lama sebagai suatu strategi dinilai menjadi usang. Parpol harus mengambil keputusan lebih berani dengan penuh perhitungan seperti yang dilakukan oleh jago-jago analis PKS sewaktu memutuskan pengajuan cagub Jawa Barat. Tanpa data, maka besar kemungkinan arah strategi pemenangan sebuah parpol akan tidak tepat.

Bahkan apabila terjadi kesalahan atau kekurang telitian penerapan strategi, resikonya perolehan suara jelas akan jatuh atau bahkan hilang. Termasuk juga kehilangan ongkos yang tidak main-main. Memang harga di politik tidak murah, tetapi kalau menang, ya untungnya lumayan juga. Ya jabatan, ya kekuasaan, ya kehormatan, dan lain-lain!Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: