Senin, 06 Oktober 2008

TERNYATA TAHUN 1946-1947 AURI SUDAH MEMILIKI PESAWAT PEMBOM

Panglima Besar Soedirman pada saat meninjau pesawat pembom P.Diponegoro I sekitar awal 1946 dipangkalan Udara Malang dengan didampingi Panglima Divisi Jenderal Mayor Achmad Sujai.

Panglima Besar Soedirman saat melakukan inspeksi pesawat pelempar bom (pembom) Ki-48 "Lily".
Oleh : Prayitno Ramelan
5 Oktober 2008

Pada sore hari tanggal 5 Oktober 2008, bertepatan dengan Ulang Tahun ke 63 TNI, saya bertemu dengan Dr. Doddy Partomihardjo, Ketua ILUNI Fakultas Kedokteran UI. Ikatan Alumni Universitas Indonesia khususnya dari Fakultas Kedokteran ini mempunyai hubungan historis dan batiniah yang erat dengan TNI AU. Para alumnus dokter UI ini menempatkan Almarhum Komodor Abdulrachman Saleh yang dikenal merupakan salah satu pahlawan AURI (Pak Karbol) juga sebagai salah satu tokoh dari kedokteran dari Universitas Indonesia. Almarhum selain penerbang dan ahli dalam bidang radio pemancar juga seorang profesor dan dokter, beliau memberi kuliah Fisiologi Kedokteran di Perguruan Tinggi (darurat) di Klaten. Untuk menghormatinya maka dimuka Fakultas Kedokteran UI Jakarta dipasang patung beliau.

Pada pertemuan tersebut Dr Doddy menyampaikan bahwa beliau mendapat email khusus dari rekan-rekannya kelompok pencinta sejarah yang menyampaikan bahwa pada perang kemerdekaan, AURI ternyata sudah mempunyai pesawat pembom. Email kemudian di-forward ke penulis, yang berasal dari Bapak Hoesein, dikirimkan kepada Komunitas Historia-Indonesia untuk mencari kebenarannya. Kemudian Bapak A. Zaini Suherly melakukan pengumpulan informasi dan menyampaikan beberapa informasi yang isinya penulis rangkum dan lengkapi dalam artikel ini.

Dari penjelasan Bapak Zaini, disebutkan bahwa saat itu setelah Jepang menyerah kepada sekutu, di beberapa Pangkalan Udara di Indonesia terdapat peninggalan beberapa macam pesawat Jepang. Selain pesawat latih, angkut, pemburu, ternyata terdapat juga jenis pesawat pembom. Bapak Hoesein pada saat mengirimkan email juga meyertakan foto Panglima Besar Soedirman yang sedang menginspeksi pesawat Bomber tinggalan Jepang yang diberi nama Pangeran Diponegoro II.

Penelitian Bapak Zaini menyebutkan bahwa pesawat Pembom Diponegoro II adalah Ki-48 (Army Type 99), sekutu memberi nama sandi “Lily”. Sedangkan untuk pesawat pembom Pangeran Diponegoro I adalah Ki-49 Donryu Army Type 100. Pembom Diponegoro I dikatakannya pernah diterbangkan oleh Komodor Udara Abdulrahman Saleh, sedang pesawat Diponegoro II pernah diterbangkan oleh Komodor Udara Agustinus Adisutjipto.

Sebenarnya Indonesia mewarisi cukup banyak pesawat Jepang pada masa awal kemerdekaan, karena kesulitan suku cadang maka hanya sekitar 70 pesawat yang bisa terbang dengan berbagai macam typenya seperti Ki-43 Hayabusha "Oscar", A6M “Zero” sampai Ki-61 “Tony”, pesawat yang disebut-sebut sebagai Messerschmit atau Mustang Jepang. Juga terdapat pesawat Angkut (L2D3, DC 3 dakota versi Jepang), pesawat tempur ringan Ki-55 Cukiu "Ida", Guntei Ki -51 juga K5Y Yokosuka yang akrab dipanggil Churen (Cureng)/ Chukan Rensuki alias Latih dasar yang akrab dikalangan pejuang-pejuang kita.

Pesawat-pesawat ini dislokasinya tersebar di pangkalan udara yang dikuasai Indonesia (Tasikmalaya, Yogyakarta,Malang dan Madiun). Tapi ketika Clash I (Agresi Militer Belanda I), pangkalan-pangkalan AURI tersebut pada tanggal 21 Juli 1947 diserang oleh pesawat tempur Belanda P-40 Kitty Hawk dan P-51 Mustang AU, yang menghancurkan pesawat-pesawat tersebut.

Di Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta, AURI ternyata mampu menyembunyikan dan menyelamatkan 4 pesawat (2 Churen, 1Guntei dan 1 Hayabusha). Pesawat-pesawat itulah yang kemudian digunakan Cadet-cadet AURI untuk menyerang Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambaraawa (2 Churen dan 1 Guntei pada tanggal 29 Juli 1947). Pesawat Hayabusha tidak bisa dipakai untuk penyerangan karena alat Sinchronize antara senapan mesin dan baling-balingnya rusak, sehingga apabila dipaksakan dan terjadi dog fight justru baling-balingnya bisa terkena pelurunya sendiri.

Serangan udara yang diawaki oleh Cadet Suharnoko Harbani, Cadet Soetardjo dan Mulyono tersebut sangat mengejutkan Belanda karena sama sekali tidak mengira AURI masih mempunyai dan mampu menyerang dengan pesawat udara. Saat serangan, pesawat Belanda (P-40 KittyHawk) mencoba melakukan pengejaran, tetapi P-40 tersebut crash saat take off, sehingga para penyerang dapat kembali selamat ke pangkalan Maguwo Yogya.

Ternyata Benar ada Pembom

Dari Foto masa lalu (dicopy dari koran) yang dikirimkan oleh Bapak Rushdy Hoesein, juga seperti yang disampaikan hasil penelitian Bapak Zaini, apabila kita teliti dan persamakan foto tersebut dengan dokumentasi foto pesawat-pesawat Jepang pada PD-II yang penulis terakan, dapat diyakini bahwa foto pesawat P.Diponegoro II seperti yang ditinjau Panglima Besar Sudirman adalah pesawat buatan Jepang Type Ki-48. Pesawat ini dibuat oleh pabrik pesawat Kawasaki, oleh sekutu diberi sandi nama “Lily”. Selama Perang Dunia ke-2 oleh Jepang Ki-48 digunakan sebagai light bomber (pembom ringan/pembom tukik). Dalam bahasa Jepang namanya Kyuukyuu Sohkei.

Kemungkinan besar pesawat pembom tersebut ditempatkan di Pangkalan Udara Maospati Madiun, yang sebelumnya difungsikan Jepang baik sebagai pangkalan pesawat tempur juga sebagai home base pembom. Alasannya karena landasan Maospati jauh lebih panjang dibandingkan landasan di pangkalan Maguwo. Komandan Pangkalan saat itu dijabat Prof.Dr.Abdulrachman Saleh yang juga merangkap juga sebagai Komandan Pangkalan Udara Bugis (Malang).

Sementara itu Bapak Zaini menyebutkan bahwa P.Diponegoro I adalah juga pesawat peninggalan Jepang type Ki-49 Donryu Army Type 100. Dari foto yang penulis terima dari Bapak Hoesein memperlihatkan saat Panglima Besar Soedirman pada awal tahun 1946 melakukan inspeksi ke Pangkalan Bugis Malang, dengan latar belakang terlihat jelas pesawat Ki-49. Berarti AURI selain memiliki light bomber juga sudah memiliki heavy bomber (Pembom Berat). Ki-49 yang dibuat oleh pabrik Nakajima, karena sangat berbahayanya dan mempunyai daya rusak yang hebat dijuluki sekutu sebagai Storm Dragon, diberi sandi nama “Helen”. Orang Jepang menamai Ki-49 “Hyakushiki Juubaku”.

Perlu diketahui bahwa kedua pesawat tersebut ternyata bukan merupakan kekuatan Angkatan Udara Kekaisaran Jepang, tetapi pesawat dari kekuatan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang (Imperial Japanese Army Aircraft). Dengan demikian maka dapat diyakini bahwa memang terdapat pembom di Pangkalan Maospati Madiun dan Pangkalan Bugis Malang. Semoga informasi ini yang penulis lengkapi dengan foto-foto pesawat dapat lebih menjelaskan. Penulis sangat mengapresiasi rekan-rekan Historia-Indonesia yang demikian besar perhatiannya terhadap sejarah perjuangan TNI-AU tersebut.

Data-data Pesawat Ki-48 :

  • Type : Light Bomber/Dive Bomber
  • Crew : Four

Power Plant :

  • Model : Nakajima HA-115 Radial
  • Horse Power : 1150 H

Dimension :

  • Wing Span : 57 Ft 3 Inch (17,45 M)
  • Length : 41 Ft 10 inch (11,64M)
  • Height : 12 Ft 5,5 Inch (3,80m)
  • Weight : 14,881 lb (6750 kg)

Performance :

  • Max Speed : 314 mph (505 kph)
  • Service Ceiling : 33,135 ft (10.100m)
  • Range : 1491 miles (2400 km)
Foto Light Bomber Ki-48 "Lily"



Foto-foto Heavy Bomber Ki-49 "Helen"










Tidak ada komentar: