Oleh : Prayitno Ramelan
SETIAP berita yang terkait dengan seseorang yang terkenal pasti menjadi berita menarik. Rencana penjualan rumah Bung Karno di Blitar menarik perhatian karena Ir Soekarno adalah bekas Presiden, terlebih kini harga yang ditawarkan cukup fantastis, 50 milyar rupiah.
Kelompok Historia-Indonesia mencoba meneliti sejarah perjalanan Bung Karno dikaitkan dengan rumah tersebut. Memang sejarah kadang bisa meningkatkan nilai dan harga suatu barang yang bagi sebagian orang nilainya tidak seberapa. Misalnya tanda tangan artis, surat cinta, mobil, dan bahkan ada celana dalam yang dihargai tinggi karena bekas dipakai artis terkenal dan sudah meninggal pula.
Rumah yang ramai dibicarakan tersebut adalah rumah keluarga Bung Karno, terletak di Jalan Sultan Agung Blitar, seluas 14.000 meter persegi, terdiri dari rumah induk dan enam rumah lainnya di sekitarnya. Kompleks ini terkenal dengan namanya Ndalem Gebang . Rumah ini terletak tidak jauh dari makam Bung karno sekitar 2 km kearah Selatan. Setiap bulan Juni selalu dilaksanakan “haul Bung Karno” yang dikunjungi puluhan ribu masyarakat dari pelosok tanah air, terkonsentrasi di rumah tersebut sebelum dilanjutkan ziarah kemakam.
Sukarmini Wardoyo (kakak Bung Karno) adalah ahli waris dari rumah keluarga Sukarno, dengan keseluruhan keluarga waris yang kabarnya berjumlah sekitar sepuluh orang. Retno Triani cucu dari Sukarmini mengatakan bahwa rumah sudah banyak yang rapuh, biaya perawatan besar, hingga diputuskan akan dijual. Pihak keluarga mengharapkan rumah dapat dibeli oleh pemerintah agar nilai sejarahnya tidak hilang katanya.
Tidak kurang Akbar Tanjung mantan Ketua DPR dan juga Agung Laksono Ketua DPR yang berasal dari Golkar menyarankan rumah tidak dijual kepada swasta tetapi dibeli oleh pemerintah agar nilai sejarahnya tetap dapat dilestarikan. Pihak keluarga mengatakan sudah menawarkan kepada pemerintahan era Presiden Megawati dan juga kepada pemerintah yang sekarang, tetapi belum mendapat respons.
Walikota Blitar Jarot Syaiful Hidayat mengatakan pernah menerima surat tentang rencana penjualan rumah tersebut, tetapi setelah dikonfirmasikan dengan pihak keluarga yang lain ternyata belum didapat kesepakatan bersama.
Nah, kita lihat penjelasan dari pihak Historia-Indonesia, Bapak Rushdy Hoesein mengirimkan email kepada penulis untuk menguak kaitan sejarah rumah di Blitar dengan Bung Karno. Inilah penjelasannya.
Menurut Giebels, Soekarno lahir di Surabaya dari Ayah bernama Soekemi Sosrodihardjo dan ibu bernama Nyoman Rai. Dia lahir tepatnya di Jalan Pasar Besar (sekarang Jalan Pahlawan) pada tanggal 6 Juni 1901. Tahun 1907 Soekarno ikut ayahnya tinggal di Mojokerto. Khabarnya sebelum itu Pak Soekemi pernah tinggal di Ploso dan Sidoarjo. Saat tinggal di Mojokerto pula Soekarno sering menginap di rumah kakeknya di Tulung Agung.
Di Mojokerto keluarga Pak Soekemi pernah pindah rumah satu kali. Pak Rushdy menyampaikan pernah bertemu seseorang kerabat Soekarno yang mengaku satu kelas di sekolah dasar Mojokerto. Jadi kemungkinan besar Soekarno mangikuti sekolah dasar pribumi, baru sesudah itu pindah ke ELS (Eropeesche Lagere School) dengan tujuan bisa masuk HBS (Hogere Burger School). Dan memang pada bulai Mei 1916, Soekarno masuk HBS di kota Surabaya.
Soekemi sendiri mulai tanggal 5 Juli 1917 pindah ke Blitar karena diangkat menjadi guru pada sekolah guru pembantu untuk orang pribumi. Sejak di HBS Surabaya, Soekarno mondok di rumah HOS Tjokroaminoto, tepatnya di kampung Peneleh, jalan Peneleh VII no.29 dan 31. Disana Pak Tjokro tinggal bersama istri dan 4 orang anaknya. Anak tertuanya yang bernama Utari, nanti akan menjadi istri Soekarno yang pertama.
Bukan mustahil ketika mondok, Soekarno sering pulang ke Blitar. Tapi Soekarno secara resmi tidak pernah tinggal di Blitar. Tahun 1921, setelah lulus HBS, Soekarno tinggal di Bandung karena diterima sebagai mahasiswa THS (Technische Hooge School). Di Bandung Soekarno mondok di rumah H.Sanusi teman dari Pak Tjokro di jalan Kebon Jati Bandung.
Seperti tertulis dalam sejarah, Soekarno lama tinggal di Bandung sebelum di penjara di Sukamiskin tahun 1930 maupun nantinya pada tahun 1933 di buang ke Ende Flores. Pada akhir beritanya sejarawan Rushdy Hoesein menyampaikan pertanyaan yang juga menjadi pertanyaan yang sama dari penulis. Jadi kapankah Soekarno resmi tinggal di Blitar ?. Wallahualam Bisawab.
Artikel ini hanyalah untuk menjelaskan sebuah perjalanan sejarah salah satu anak bangsa Bung Karno yang pernah menjadi pemimpin nasional kita, tanpa adanya maksud apa-apa. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.
24 Oktober 2008
Senin, 27 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar