Sabtu, 11 Oktober 2008

Teroris Payah Ditangkap

Oleh :Prayitno Ramelan - 11 November 2008 - Dibaca 906 Kali -
Sumber : Kompasiana.Com


Berita tentang teroris selalunya mendapat perhatian, karena teror adalah ancaman yang menakutkan. Memang itu harapan si pembuat teror. Organisasi Kelompok Teroris umumnya terdiri dari Ketua atau Pimpinan, Kader Aktif, Pendukung Aktif, Pendukung Pasif, Simpatisan Dalam Masyarakat.

Sebelum dan setelah pelaksanaan eksekusi tiga serangkai Amrozi Cs, muncul beberapa ancaman, tanggapan dan simpati. Surat ancaman lewat dunia maya terlihat paling canggih, dilakukan para simpatisan pelaku Bom Bali, dengan kecanggihan dan kemampuan intelektualnya, tambahan tugas polisi untuk menangkap dan membongkar misteri dibelakangnya. Untuk kegiatan teroris, setiap informasi yang berkait dengan kader aktif dan pimpinan teroris harus ditanggapi dengan sangat serius, karena merekalah umumnya ancaman yang akan menjadi nyata.

Biasanya pimpinan tertinggi dari kelompok teroris memiliki dedikasi secara profesional. Mereka orang yang jenius, karismatik, dan sering dari keluarga berada. Ada yang berprofesi sebagai pengacara, dokter dan bahkan penulis. Ulrike Meinhof of the Baader Meinhof adalah penulis handal anggota sayap kiri, George Habash dari PFLP adalah dokter, Bernadine Dohrn dari kelompok WUO adalah lulusan University of Chaicago Law School, DR Azahari meraih gelar PhD dari University of Reading, UK, juga pengajar pada Universitas di Johor Malaysia.

Minggu tanggal 9 November 2008 tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap dua pelaku teror bom melalui pesan singkat (SMS). Kedua pelaku berinisial HJ (25 tahun) dan Dedi Mulyadi alias Bai. HJ ditangkap di Tanah Grogot Balikpapan dan Dedi ditangkap dirumahnya di Desa Cimandiri RT01/02 Kelurahan Cimandiri, Kecamatan Panggarangan Kabupaten Lebak, Banten.
Dedi adalah pelaku teror, mengancam akan meledakkan Mal Blok M Kebayoran Baru Jakarta. Dengan ponsel Sony Eicsson K31Oi mengirim SMS ke call center 1717 Polda Metro Jaya, isinya “Pak Polisi Aku sudah pasang bom di Mal Blok M”, pesan dikirim lima kali. Pesan lainnya “Kenapa teroris dieksekusi mati, padahal kami membela umat Islam”.

Menurut Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Chairul Akbar kedua pelaku ditangkap setelah polisi melakukan pelacakan terhadap ponsel pelaku. Dari hasil pemeriksaan sementara, tujuannya agar pengunjung Mal takut dan panik. Juga dikatakannya pengiriman sebagai bentuk simpatik dari pelaku terorisme Bom Bali I, sebab dia tidak setuju juka Amrozi dkk dieksekusi mati.

Selain ancaman bom, menurut Wadan Densus 88 Kombes Pol Saut Usman Nasution , keduanya juga mengancam akan membunuh beberapa pejabat negara bila memang eksekusi terhadap Amrozi dkk jadi dilakukan. Ancaman mereka buat dan kirimkan mulai tanggal 6-8 November 2008.

Menurut Kombes Saut, HJ adalah penjual Helm dan sandal, ditangkap saat menonton televisi bersama anaknya. Polisi masih terus memeriksa dan mendalami keduanya apakah terlibat jaringan tertentu atau tidak.

Dari tindakan kedua orang tersebut, sementara ini kelihatannya termasuk simpatisan teroris dalam masyarakat, keduanya terkontaminasi setelah mendapat informasi dari media. Ini bukti adanya para individu yang saling terpisah didua tempat yang berbeda, jauh dari ibukota, kurang terdidik tapi otaknya teracuni. Penampilan ketiga serangkai yang diberi ruang berpidato dan diberi kesempatan berargumentasi di media yang disiarkan secara luas, pasti mempunyai pengaruhnya dimasyarakat, khususnya masyarakat bawah.

Dedi dan HJ adalah contoh korban “brain washing” dan pembentukan opini yang tidak disadari disampaikan oleh pembuat berita.Kedua rakyat kecil tadi dengan ketidak tahuannya tentang teknologi ponsel, meniru dan menyampaikan simpatinya dengan mengirim SMS. Mereka dan mungkin banyak juga dari kita tidak tahu atau tidak sadar bahwa ponsel adalah alat komunikasi yang mudah dideteksi dan dilacak dengan kemajuan teknologi penjejakan. Dalam beberapa kasus korupsi terbukti ponsel bukan alat yang aman dan dapat menjadi alat bukti.

Itulah kisah si Teroris Payah, yang karena ketidak tahuannya, menurut Kombes Saut terhadap keduanya dapat diancam dengan Undang-Undang (Terorisme) dengan ancaman penjara 15 tahun, hingga hukuman mati, “mereka telah membuat ketakutan atau teror terhadap masyarakat, itu masuk kategori terorisme” tegasnya.

Kasus teroris payah Dedi dan HJ adalah pelajaran bagi kita, hati-hati dalam melakukan suatu tindakan, tidak usahlah kita ikut-ikutan terhadap sesuatu yang bukan urusan kita, jangan memasuki suatu wilayah bahaya, terlebih ikut-ikutan masalah terorisme. Bayangkan, keduanya hanya memencet tombol HP, dipastikan akan masuk penjara dalam waktu lama, meninggalkan istri dan anaknya yang tiap malam akan menangisinya. Mungkin HJ nanti bisa jualan sandal di LP, tapi harus melupakan jualan helm, karena di penjara tidak ada napi yang naik motor.

8 tanggapan untuk “Teroris Payah Ditangkap”

poerbo,
— 11 November 2008 jam 7:59 am
Selamat pagi,spt pertanyaan saya di blogspot….yl,saya lupa,”apakah media melahirkan embrio2 amrozi cs dgn meng overexpose kasus eksekusi amrozi cs”,nah teroris payah ini hasilnya,alias ikut2an,mereka ga bisa disalahkan,lha wong kategori “payah” !Kita ini (negara ) melawan siapa sih sebenarnya ???Salam !

mau tanya,
— 11 November 2008 jam 9:02 am
Kalau melihat situasi dan kondisi setelah pembom Amrozi cs ini dieksekusi dan melihat ternyata banyak simpatisan terhadap para teroris ini,bagaimana kondisi sekarang apakah masalah disintegrasi bangsa semakin jelas terlihat pak……tks

handoko J,
— 11 November 2008 jam 9:50 am
inilah salah satu pola pikir yg harus disingkirkan. orang orang indonesia banyak yang kurang kerjaan akhirnya ngurusin hal hal yang gak penting.marilah kita sebagai rakyat negeri indonesia mulai untuk concern terhadap masalah negeri ini.masalah ekonomi, pembrantasan korupsi, pemerataan pendidikan, bukan ngurus hal hal yg aneh aneh such as UU pornografi lah. akhirnya karena mikir yg aneh aneh ini jadi terci[ta banyak teroris payah.banyak tanggapan orang luar negeri bahwa saat ini indonesia bukan melangkah ke depan tapi mundur kebelakang.fokus terhadap masalah yg kita hadapi

puing,
— 11 November 2008 jam 10:50 am
wekekekekeke…. ^_^
mungkin janji para petinggi kita tentang pendidikan gratis harus segera ditagih… supaya orang indonesia jadi makin pinter dan ga mudah terkena brain wash… hehehehe
Tq

hendruk wm,
— 11 November 2008 jam 1:54 pm
Terkadang media pers juga terlalu menggembar-gemborkan berita,banyak hal mengapa mereka begitu nekat,karna seringnya pemberitaan ttg Arozi cs yg terus-menerus di beritakan di media..entah berita terkinilah,debat masalah jihad dan menjadi syuhadalah,atau kapan hari eksekusi tibalah,dll..semua hal itu bisa menyababkan polemik,atau bahkan gangguan keamanan (teror bom)..hukuman mati seolah-olah menjadi trend saat ini,mudah-mudahan masyarakat kita dapat belajar mengenal arti jihad&hukuman mati,biar tidak salah persepsi…

Rudy Arifin,
— 11 November 2008 jam 2:25 pm
Inilah hasil dari ketidaktegasan Pemerintah dan terlalu memberikan ruang kepada media massa untuk mengekspose ketiga teroris besrta keluarganya secara berlebihan. padahal banyak rakyat Indonesia yang masih bodoh dandapat dicuci otaknya/dihasut ,apalagi dengan issu agama.Pemerintah harus mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Jangan terlalu banyak memberi ruang kepada teroris dan jangan terlalu bertele-tele /menunda keputusan yang telah dijatuhkan.

capmau,
— 11 November 2008 jam 2:53 pm
overexpose atau no-expose sudah tidak penting lagi di abad informasi ini. memang begitulah cara media dapat duit. harus kitalah yg dewasa menyikapi semua kondisi dan situasi. saya kira, orang2 ini iseng aja karena sudah tak ada lagi yang akan di SMS… makanya SMS aja ke 9090 biar dapetin Ringtone atau profile Cinta Laura… hehehe

prayitno ramelan,
— 11 November 2008 jam 7:31 pm
Terima kasih rekan-rekan penanggap sekalian. setelah saya baca semuanya, saya coba menjawab semampu saya. Memang teroris adalah fenomena yg unik, kejam tapi ada yg suka, aneh kan. membunuh orang kok suka?.Mereka kadang setelah menyerang berada disekitar lokasi serangan, ingin melihat hasilnya. Sekali lagi teroris mengetahui bahwa media akan suka dengan berita2 yg spektakuler. Karena tujuan teror adalah untuk menimbulkan rasa takut, semakin diekspose semakin suka mereka.

Saat serangan Bom Bali I, JW Marriot, Kedubes Australia,dan terakhir di Bali lagi, sasaran mereka jelas, menimbulkan rasa takut pada warga AS dan asing yg pro AS. Tapi kini sasaran sudah bergeser pada pemerintah, dan siapa-siapa yg tidak suka pada mereka. Saya pikir kalau ada saja teroris yg berani menyerang wilayah publik dan menimbulkan korban, maka mereka akan dikejar masyarakat itu sendiri. Kita lihat saja nanti.

Mas Poerbo, media jelas tidak melahirkan teroris, tetapi pemberitaan media dapat menimbulkan solidaritas kepada teroris, solidaritas itu kemarin2 muncul karena yg diekspose hanya yang dari Nusakambangan saja. Publik mulai agak abu-abu melihat kenapa mereka akan dieksekusi. Akhirnya persoalan bergeser dari kasus pelanggaran hukum yg diputus pengadilan menjadi kasus perjuangan, patriotik. Sebenarnya masalah tersebut sudah selesai di Pengadilan saya kira. Tapi ini kembali diekspose. Wajar secara psikologis publik banyak yang akan berpihak kepada mereka yg lemah, terlebih ini akan dihukum tembak. Kemudian publik dibawa ikut memikirkan diskusi tentang masalah pengertian Jihad, ini yg rawan. Jelas terjadi perbedaan pandangan antara Amrozi CS dengan para tokoh Islam yg dimunculkan spt Prof Quraisy Syihab, Prof Azumardi Azra, DR Hidayat Nur Wahid dan Tokoh MUI, maaf saya lupa namanya. Kita bayangkan terpidana hukuman mati dibandingkan dengan tokoh2 yang notabende Profesor dan ahli Agama. Jelas sulit bertemunya kan. Kalau tujuannya menjelaskan Jihad, kenapa Amrozi CS dimunculkan. Belum lagi dimunculkannya suara hati, masalah keluarga, teroris yg nikah, anak, tempat eksekusi wah segala rupa yg membuat iba di hati. Jadi kasusnya ya memang ini jualan yg enak, nimat gurih,karena topiknya memang enak, menyangkut masalah kepercayaan. Diskusi Jihad pasti akan diikuti oleh banyak penduduk, karena mayoritas orang Indonesia beragama Islam. Apakah mereka terkontaminasi?Contoh HJ dan Dedi adalah contoh yg jelas, keduanya berada didaerah,jauh dari jakarta, mereka pasti mengikuti berita dari Televisi, saat ditangkap pun HJ sedang nonton TV sama anaknya. Mungkin ada Payah2 lainnya yg belum terungkap, karena masih adanya ancaman lain yg masih muncul.Kalau ditanyakan apa ini masalah disintegrasi, saya kira bukan, hanya kurang pas penanganan saja, jauh dari disintegrasi. Saya setuju kalau pendidikan diutamakan, rakyat yang kurang pendidikan sangat mudah dipengaruhi dan dimanfaatkan. Lihat saja, dengan melempar ide kebebasan masa kini, rakyatpun merasa merdeka, bebas mau apapun sepertinya boleh, jadi banyak timbul kekacauan.Tetapi akhir2 ini kita lihat sudah ada perubahan, adanya penyeimbangan pemberitaan Media Elektronik, tidak berat sebelah, kasusnya sendiri ttg bom yg meledak dan korban mulai juga ditayangkan. Semoga kita semua menyadari pentingnya arti ketenangan, kalau tidak tenang dan tidak aman bagaimana rakyat mau cari makan. Tenang saja susah, lebih lagi kalau tidak tenang. Peran Media sangatlah besar bagi masyarakat, terserah mau dibawa kemana bangsa ini, mereka bisa berperan banyak, mau mendukung atau menjebloskan pemerintah juga bisa. Saya setuju dgn pendapat bahwa pemerintah sebaiknya agak tegas mensikapi apabila sebuah pemberitaan dapat mengakibakan munculnya bahaya. Dalam kasus2 tertentu seperti kasus teroris ini sebaiknya pemberitaannya wajar-wajar saja, tidak perlu full power. Kita semua jangan hanya berpegang kepada UU dan Hukum yang berlaku saja , tapi yg dibutuhkan adalah kesadaran kita bersama dalam membangun bangsa ini, kalau anak buahnya agak melenceng ya ditegurlah pak. Maaf ya Mass, maksudnya mass media, maksud saya sebagai blogger baik kok. Sebuah sumbangan pemikiran demi bangsa yg kita cintai ini.

Tidak ada komentar: